Ada Apa Tiba-tiba Jokowi ke Jepang?

Ada Apa Tiba-tiba Jokowi ke Jepang?
Ada Apa Tiba-tiba Jokowi ke Jepang?Oleh: Salamuddin Daeng Ada apa Presiden Jokowi tiba-tiba ke Jepang? Apakah ini agenda kunjungan kenegaraan biasa? Inilah yang harus dipertanyakkan oleh publik, karena berpotensi "membegal" Konstitusi Republik Indonesia untuk kepentingan pribadi orang orang yang tengah berkuasa. Dalam kunjungan yang berlangsungĀ  antara tanggal 22-25 Maret tersebut, Jokowi membawa serta Tim yakni yakni Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menlu Retno Marsudi, Menteri Perdagangan Rachmat Gobel, Seskab Andi Widjajanto, Ketua BKPM Franky Sibarani, dan Ketua Kadin Indonesia Suryo Bambang Sulisto, Mengapa muncul dugaan demikian? Kunjungan Jokowi ke JepangĀ  berlangsung tepat ditengah dua polemik besar di tanah air yakni, rencana pengambil alihan 100 % Blok Mahakam oleh Pertamina dan Polemik pelanggaran UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara oleh pemerintahan Jokowi. Polemik ini berkaitan langsung dengan perusahaan perusahaan Jepang di Indonesia. Dalam pertemuan "collective courtesy call" di Hotel New Otani Tokyo, Jokowi bertemu dengan Sejumlah pengusaha yakni CEO Hitachi, Daihatsu Motor Corp, IHI Corp, Inpex, Itochu, J-Power, JX Nippon Oil and Energy, Marubeni, Nikkei Inc, Sumitomo Corp, Ajinomoto, Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ, Honda, JFE Steel, J-Trust, Mitsubishi Corp, NEC, Panasonic Corp, SMBC, dan Sojitz. Sebagaimana kita ketahui bahwa INPEX pemegang saham 50 % Blok Mahakam, Sumitomo Corp. pemegang 24 % saham PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), Mitsubishi merupakan Partner dari Freeport. Ketiga perusahaan Jepang tersebut tengah melakukan negosiasi dalam rangka menghindari kewajibannya sesuai kontrak dan UU Indonesia. Kesepakatan Jokowi dengan pemerintah dan perusahaan Jepang mutlak harus dipertanyakkan, karena berpotensi terjadinya konspirasi jahat yang terselubung untuk "membegal" rencana pengambilalihan 100 % Blok Mahakam oleh Pertamina dan "membegal" UU Minerba. [#] *) Salamuddin Daeng - Pengamat Asosiasi Ekonomi Politik (AEPI) Jakarta dan Peneliti The Indonesia for Global Justice (IGJ).