Sabtu, 20 April 24

Wow! Menyelam Tanpa Bantuan Tabung Oksigen

Wow! Menyelam Tanpa Bantuan Tabung Oksigen

Menyelam tanpa bantuan alat seperti tabung oksigen adalah aktivitas yang dilakoni members Let’s Free Dive kala menikmati keindahan bawah laut. Meskipun terdengar mudah, sebenarnya free dive termasuk olahraga yang membutuhkan keberanian dan kontrol diri yang tinggi.

Tidak semua orang yang bisa berenang mampu melakukan free dive. Ketenangan dan keberanian adalah kunci utama untuk mengatur pernafasan. Selain harus memiliki kemampuan berenang dan menyelam, harus pintar-pintar mengatur oksigen di paru-paru.

Para anggota Let’s Free Dive.
Para anggota Let’s Free Dive.

Jika sampai salah memprediksi sisa oksigen yang ada, bukan tidak mungkin kepanikan saat kekurangan oksigen akan melanda free diver. Selain itu semakin dalam berada di dasar laut, tekanan pada dada akan semakin kuat. Jadi berlatih pernafasan merupakan kunci utama untuk menikmati olahraga ini.

“Akan bertambah maksimal kalau menerapkan prinsip-prinsip yoga,” ungkap Jason Hakim Putra Sahan, founder dan instructor Let’s Free Dive.

Let’s Free Dive dibentuk pada 1 Januari 2012, sejak Jason belum menjadi instruktur. Awalnya hanyalah komunitas biasa yang members-nya sama-sama belajar free diving secara otodidak lewat youtube. Ternyata apa yang mereka lihat di youtube adalah para profesional yang sudah terlatih, tidak bisa begitu saja langsung diikuti.

“Istilahnya seperti berlatih balet, tidak bisa kaki kita langsung bergaya split, harus ada latihan yang benar dan tepat. Akhirnya, saya memutuskan untuk memanggil guru berlisensi dari Thailand, karena di Indonesia belum ada. Karena kalau kita latihan tanpa guru yang benar, hanya lewat youtube bisa saja, tapi sangat berbahaya,” tandasnya.

Jason mencontohkan seperti yang dilakukan masyarakat Ambon, mereka sudah terbiasa menyelam seperti layaknya free diving ke bawah laut tanpa peralatan sama sekali untuk menangkap ikan setiap hari.

“Hanya saja mereka memakai teknik pernafasan yang tidak tepat, sehingga saat tua kerap terkena masalah pendengaran. Mereka tidak tahu bagaimana cara melindungi telinga dengan benar saat menyelam dan dipaksakan. Akhirnya gendang telingga luka dan bolong, dive sedalam apapun jadi tidak terasa apa-apa lagi,” paparnya.

Pada 2010 Jason menggelar sertifikasi free diving. Itu pertama kalinya di Indonesia. 2012 akhir ia menjadi instruktur free dive pertama Indonesia dan berhasil  mengantongi lisensi AIDA 4 (Association International Development of Apnea) atau master freedive yang diambilnya di Thailand terlebih dahulu.

Mulai awal 2013, berhubung sudah ada pelatih resmi yang telah mengikuti pendidikan pelatihan selama 2 minggu lebih dari AIDA maka Let’s  Freedive melakukan perbaikan dengan mengubah komunitas ini menjadi suatu klub yang lebih  profesional dimana lebih memfokuskan pengajaran yang lebih matang dan bertanggung jawab terhadap AIDA untuk melahirkan para free diver yang paham resiko dan mengerti filosofi free diving sehingga free diver lulusan Let’s free divelebih paham dan matang dalam melakukan kegiatan free diving.

Kini sudah ada sekitar 175 murid yang berhasil dididik oleh Jason dan lolos memiliki sertifikat. Mayoritas sudah berkeluarga. Untuk bisa mendapat sertifikat, masing-masing harus menyelesaikan tiga program pertemuan.

“Mereka biasanya hadir saat kami ada latihan rutin setiap rabu malam dan sabtu pagi di kolam renang Tirta Loka, Senayan. Rabu untuk membahas teori, sementara sabtu full sesi latihan praktek di kolam. Jadi, satu sesi untuk teori dan open water di kolam, lalu dua sesi berikutnya dilakukan di laut dan selalu diadakan di kepulauan Seribu. Selama sesi open water mereka boleh latihan rutin untuk memperlancar diri dua kali seminggu di kolam, sebelum ujian di laut.

Tingkat pertama ada dua kategori agar bisa lulus, persyaratannya harus tahan nafas selama dua menit dan jarak tempuh di kolam adalah satu tarikan nafas sejauh 40 meter. Sementara, kedalaman lautnya minimum 16 meter. Level kedua tingkatannya lebih jauh lagi dan sampai ke level instruktur kedalaman yang ditempuh bisa mencapai 40 meter.

Meskipun sudah mendapat sertifikat, Jason menegaskan mereka harus rajin mengikuti pelatihan supaya kemampuannya tidak menurun.

“Kalau kebetulan ada instrukturtamu dari luar negeri, kami kumpul bersama berbagi pengalaman, sambil mengadakan potluck,” ujarnya.

Setiap tahun Let’s Free Dive membuat kompetisi free diving. Para pesertanya ada yang berasal dari negara lain seperti Malaysia atau Jerman. “Kami banyak bertukar pikiran dan jika selama ini ada yang merasa sudah jago berkat latihan terus-menerus, ketika ada kompetisi ternyata masih ada yang lebih jago lagi, di atas langit ada langit lagi,” katanya.

Setahun sekali mereka juga berkumpul dan mengadakan trip bersama selama seminggu. Seperti baru-baru ini, mereka bertandang ke Makasar untuk diving di Kodingaring Keke, sebuah pulau berpantai indah sekitar 20 menit naik boat dari Makasar.

“Perjalanan tersebut sengaja dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan rasa kebersamaan maupun kekeluargaan,” ungkapnya.

Beberapa anggota Let’s Free Dive sering diminta menjadi underwater model, difoto menggunakan busana para desainer untuk keperluan fashion images atau shooting iklan berbagai produk. Misalnya, shooting iklan rokok di reck Tulamben dengan kedalaman 20 meter, dibutuhkan model yang sudah bisa free dive. Biasanya yang dicari adalah mereka yang sudah memiliki lisensi, karena tak mau mengambil resiko. Itulah sebabnya, murid Jason ada yang dari model agency maupun host program televisi, seperti Tiga Petualangan Cantik dari Trans 7. (Elly Simanjuntak/Giattri/Men’s Obsession)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.