Rabu, 4 Oktober 23

WHO : Tolak Sponsor Rokok!

WHO : Tolak Sponsor Rokok!
Rapiudin
Jakarta-  Bahaya akibat merokok terus digaungkan berbagai kalangan di seluruh dunia. Bahkan, untuk mengingatkan kembali akan bahaya konsumsi produk tembakau, setiap tahun masyarakat internasional memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) yang jatuh pada tanggal 31 Mei.
Peringatan ini dipandang penting mengingatkan kepada masyarakat mengenai bahaya konsumsi rokok, termasuk untuk mendorong lahirnya kebijakan atau peraturan yang efektif untuk menekan konsumsi
produk tembakau.
Dilansir dari laman Komnas Pengendalian Tembakau, tahun ini, WHO menetapkan tema  Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2013 “Tolak Iklan, promosi, dan sponsor rokok”. Tema ini seolah menegaskan bahwa pelarangan pemasaran dan periklanan produk tembakau mampu menekan angka perokok, baik pada perokok pemula maupun perokok aktif. Statistik memperlihatkan, larangan iklan dan promosi rokok adalah cara yang paling efektif dan hemat untuk mengurangi konsumsi rokok dan mengontrol penjualannya.
Soal iklan dan promosi  di Indonesia, baik di kota besar maupun di kota kecil saat ini sangat mudah ditemui. Tak hanya di media cetak, online, televisi, tetapi juga di bilboard, dan spanduk suatu even. Semua itu ditujukan untuk menarik perhatian calon konsumen, terutama kalangan muda.
Dalam kaitan itu pula, Kaukus Kesehatan DPR  mengggelar  Seminar dan Diskusi Publik “Urgensi Pelarangan Iklan Rokok dalam RUU tentang Penyiaran dan Implikasinya Terhadap Kesehatan Masyarakat” di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/5).
Ketua Kaukus Kesehatan DPR Sumarjati Arjoso mengatakan, berdasarkan hasil penelitian National Cancer Institute di Amerika Serikat yang menyimpulkan, bahwa ada hubungan kausal antara pemasaran (iklan, promosi, dan sponsor) tembakau dengan peningkatan konsumsi tembakau.

Sementara, hasil studi dan Universitas Hamka dan Komnas Anak menunjukkan, bahwa 99,7 persen remaja melihat iklan rokok di televisi. Sebanyak 70 persen remaja mengaku mulai merokok terpengaruh oleh iklan, baik pengaruh besar ataupun sedang. Sebanyak 77 persen mengaku iklan menyebabkan mereka mempertahankan perilaku merokoknya, dan 57 persen mengatakan iklan mendorong mereka yang berhenti merokok untuk merokok kembali.

Soal jumlah perokok aktif di Indonesia,  Staf Khusus Menkes Bidang Politik Kebijakan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Sulistomo, beberapa waktu lalu pernah mengungkapkan ada 70 juta orang,  yang didasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) dan Lembaga Demografi UI. Bahkan, setiap tahun  muncul 300 ribu perokok baru atau perokok pemula.

“Melihat jumlah perokok yang cukup banyak, maka kebutuhan pabrik rokok terhadap tembakau juga tetap tinggi,” ujarnya.

Dengan melihat kenyataan itu, lanjut Bambang, maka tidak ada yang salah dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) No 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Tembakau Bagi Kesehatan. Sebab, keberadaan PP  tersebut tidak merugikan kepentingan petani tembakau.

Menurutnya, jika perokok dalam negeri cukup besar, maka kebutuhan pabrik rokok akan tembakau juga besar. Artinya, tembakau petani di dalam negeri akan banyak dibeli untuk kebutuhan pabrik rokok.

“Tapi, kenyataannya pabrik rokok lebih senang membeli tembakau bukan dari petani, tetapi dari tengkulak. Selain itu, pabrik rokok juga lebih senang mengimpor tembakau dari luar negeri, sehingga ini menjatuhkan harga jual tembakau di dalam negeri. Ini jelas merugikan petani,” terang Bambang.

Terkait peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia, berawal dari keprihatinan Negara-negara anggota WHO atas kian banyaknya jumlah perokok. Dilansir dari Wikipedia, pada 1988,  Resolusi WHA42.19 disahkan oleh Majelis Kesehatan Dunia, yang menyerukan dirayakannya Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) setiap tanggal 31 Mei. Sejak saat itu WHO senantiasa mendukung hari Tanpa Tembakau Sedunia tiap tahunnya, mengaitkan tiap tahun dengan tema khusus terkait tembakau.

Menurut WHO, industri rokok kini tengah berupaya meremajakan pasarnya, menggantikan para perokok dewasa yang tengah berupaya berhenti merokok atau sedang sakit-sakitan, dengan kaum muda sebagai perokok potensial. Karena hal itulah strategi pemasaran rokok umumnya membidik berbagai hal yang menarik perhatian kaum muda, seperti film, musik, olahraga, internet, bilboard, dan majalah.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.