
Jakarta – Presiden RI terpilih Joko Widodo menyatakan akan memangkas subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara bertahap. Dana dari hasil pengurangan subisidi BBM itu akan disalurkan untuk membiayai program-program bantuan untuk masyarakat miskin.
Namun Jokowi mengingatkan investor agar tidak mengharapkan adanya perubahan drastis dalam kebijakan fiskal saat menjabat presiden, yang dijadwalkan Oktober nanti.
“Saya tahu bahwa kami mempunyai anggaran subsidi BBM yang sangat besar yang harus segera ditangani tapi ini harus diselesaikan secara bertahap,” tegasnya. `Kami perlu menggerakkan investasi ke aktivitas yang lebih produktif untuk keluarga-keluarga miskin, misalnya untuk irigasi pertanian, subsidi pupuk, dan meningkatkan transportasi umum,” tambahnya seperti dikutip laman Financial Times (24/7).
Jokowi bakal mewariskan anggaran defisit yang mendekati 3 persen dari output ekonomi nasional. Selama beberapa tahun terakhir anggaran negara tergerus oleh penurunan pendapatan, melambatnya perekonomian (terendah dalam lima tahun) dan tagihan subsidi bahan bakar yang terus meningkat, mencapai 13 persen dari seluruh pengeluaran pemerintah.
Investor asing dan ekonom telah berkali-kali mendesak pemerintah Indonesia untuk memangkas subsidi bahan bakar yang terus meningkat. Mereka menyarankan agar dana tersebut dialihkan ke investasi yang lebih produktif seperti infrastruktur, dan pertanian yang berpotensi menggenjot pertumbuhan dan membantu mengurangi defisit.
Para investor memandang upaya Jokowi untuk mengatasi masalah menggelembungnya subsidi BBM sebagai ujian awal kepemimpinannya. Mereka menginginkan bukti dari berbagai janji pasangan Jokowi-JK dalamn berbagai kampanyenya.
“Investor telah memperhitungkan kenaikan harga BBM [dalam perhitungan bisnisnya] dan jika itu tidak terjadi, maka akan menjadi masalah,” kata Daniel Hui, ahli strategi valuta asing JP Morgan.
Sejumlah ekonom berpendapat, Jokowi akan menghadapi tekanan berat karena Bank Dunia memperkirakan pada tahun ini Indonesia akan mengalami defisit anggaran sekitar 2,8 persen, mendekati batas yang ditetapkan undang undang sebesar 3 persen. Dengan kata lain, Jokowi harus bertindak cepat untuk menangkal kemungkinan menggelembungnya defisit anggaran.
Untuk mengurangi defisit, Jokowi sudah berencana untuk melakukan efisensi biaya pemerintahan dan berniat melakukan percepatan penerimaan pajak dengan menerapkan sistem pembayaran online. Untuk mendanai kebutuhan pembangunan, Jokowi bermaksud memperbaiki iklim investasi bagi investor asing. “Kami perlu membuka investasi asing, terutama di sektor manufaktur dan industri karena bisa menciptakan pekerjaan,” paparnya.
Namun penasehat ekonomi wakil presiden Boediono, Mohammad Ikhsan memperingatkan bahwa pengetatan fiskal membutuhkan lebih dari sekedar menaikkan harga bahan bakar minyak dan mengutak-atik sistem perpajakan. “Kita harus mereformasi sistem perpajakan, tapi kita perlu suatu revolusi untuk mengubah kelas menengah dari penerima subsidi menjadi pembayar pajak,” ujar Ikhsan.