Jumat, 26 April 24

Wacana Kenaikan Harga Rokok Picu Rokok Ilegal

Wacana Kenaikan Harga Rokok Picu Rokok Ilegal

Jakarta, Obsessionnews – Wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus telah menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. Kenaikan harga rokok juga dikhawatirkan akan menyebabkan kenaikan jumlah rokok ilegal. Pemerintah diharapkan bertindak tegas terhadap maraknya rokok illegal.

Ketua Komite II DPD RI Parlindungan Purba mengatakan adanya kekhawatiran rokok ilegal karena permintaan konsumen tinggi. Di sisi lain tingkat kemampuan konsumen dalam membeli rokok dengan harga Rp 50 ribu rendah.

“Kondisi ini yang dimanfaatkan produsen rokok ilegal untuk meraup keuntungan. Maraknya peredaran rokok ilegal akan menyulitkan pemerintah dalam mengendalikan peredarannya,” ucap Parlindungan saat RDPU terkait ‘Kenaikan Harga Rokok’ di Gedung DPD, Jakarta, Senin (3/10).

Menurut Parlindungan, hasil penelitian Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan (PKEK) Fakultas Kesehatan UI didasari pada kajian ilmiah. Kajian tersebut dilatarbelakangi tingginya konsumsi rokok di Indonesia yang mencapai 34-35 persen dari total penduduk Indonesia.

Dari sisi kesehatan, kajian itu untuk mencegah konsumsi rokok oleh pelajar dan masyarakat berpenghasilan rendah. Dari data BPS pada Maret 2015, kontribusi pengeluaran untuk rokok terhadap garis kemiskinan mencapai 8,24 persen di perkotaan dan 7,07 persen di pedesaan.

“Artinya, masyarakat miskin di Indonesia lebih banyak menghabiskan uang untuk rokok dibandingkan dengan pendidikan. Belum lagi biaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit akibat rokok tiap tahun mencapai Rp 11 triliun,” kata senator asal Sumatera Utara itu.

Sementara itu, Ketua PKEK Hasbullah Thabrany mengatakan pengalokasian anggaran kesehatan sebesar 5 persen pertahun belum mendukung efektivitas sisten Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kini BPJS Kesehatan mengalami defisit sebesar Rp5,85 triliun. “Keberlangsungan program JKN bergantung pada kecukupan dana, kualitas layanan yang baik dan merata serta kepatuhan peserta program untuk membayar iuran,” jelas dia.

Ia menambahkan, bertambahnya jumlah peserta JKN tidak akan mengatasi persoalan ketidakcukupan dana selama jumlah kontribusi peserta tidak proporsional dengan beban pelayanan kesehatan yang diberikan. Penyesuaian iuran yang diberlakukan sejak 1 April 2016 tidak mampu menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran BPJS Kesehatan.

Dengan keterbatasan itu, menurutnya, pemerintah harus menemukan sumber pendanaan lain untuk menjamin keberlangsungaan JKN. Karena itu, pihaknya mengusulkan agar pemerintah bisa menambal defisit penyelenggaraan JKN dengan memanfaatkan dana cukai hasil tembakau (CHT).
“Kami mengharapkan dedikasi yang besar dari Presiden untuk menggunakan CHT guna membayar iuran JKN. Defisit yang dialami BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan memanfaatkan mobilisasi dana cukai rokok yang besarnya mencapai Rp126 triliun pada 2015,” kata Hasbullah.

Dikesempatan yang sama, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Ismanu Soemiran mengatakan bahwa dalam rangka menjaga persaingan yang sehat, GAPPRI mendukung law enforcement berupa upaya pemberantasan peredaran rokok ilegal.

“Kami berharap dengan terciptanya fair treatment bagi industri rokok yang telah mematuhi segala ketentuan dan membayar cukai sesuai kewajibannya, tidak akan ada lagi rokok ilegal, kemudian diharapkan pasar akan diisi oleh industri rokok yang taat aturan,” ungkap Ismanu. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.