Kamis, 1 Juni 23

Voting Kepala Daerah di DPRD, Ancaman Jokowi-JK

Voting Kepala Daerah di DPRD, Ancaman Jokowi-JK

Jakarta – Wacana dikembalikannya mekanisme pemilihan kepala daerah ke dewan dalam RUU Pilkada merupakan bentuk bagi-bagi jatah kekuasaan partai politik di daerah. hal ini terlihat bahwa, politik bagi-bagi kekuasaan merujuk kepada partai yang tergabung dalam koalisi merah putih.  Kondisi demikian bisa menjadi semacam ‘warning’ bagi partai politik pengusung dan pendukung pasangan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo – Jusuf Kalla.

Pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah Pangi Syarwi mengatakan kalau pemilihan kepala daerah voting di DPRD pasti yang menjadi kepala daerah banyak berasal dari koalisi merah putih. Hal ini merupakankan ancaman bagi PDIP sebagai Partai pendukung pemerintahan Jokowi – JK.

“Ini bisa jadi warning bagi PDIP,” ujar Pangi saat dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (8/9/2014).

Dia mengungkapkan, apabila kepala daerah bisa dikuasai oleh partai yang tergabung dalam KMP, maka hal yang sama bakalan terjadi juga di DPRD. Karena suara mereka adalah mayoritas apabila digabungkan, masing-masing Partai Gerindra, Partai Golkar, PPP, PAN dan PKS.

Mekanisme pemilihan melalui DPRD, lanjut Pangi, jelas-jelas akan menjadi penghalang bagi pengusung Jokowi-JK yakni PDIP, NasDem, PKB dan Hanura, setiap kali mengajukan kadernya sebagai calon kepala daerah.

“Jatah kepala daerah dari PDIP, PKB, Hanura dan PKPI bisa sedikit karena kalau voting di DPRD,” jelasnya.

Selain itu, Pangi juga menjelaskan, akan adanya  politik transaksional. Menurut Pangi, politik dagang sapi dan politik transaksional terjadi di era Orde Baru Presiden Soeharto. Dimana dalam proses pemilihan kepala daerah melalui DPRD, ditentukan oleh siapa yang memiliki uang banyak maka bisa memenangkan pertarungan.

“Siapa yang bisa bayar anggota DPRD dan memiliki uang banyak, ia memiliki peluang dan potensi besar untuk menang jadi Walikota, Bupati dan Gubernur, lewat voting di paripurna DPRD,” katanya.

Mekanisme pemilihan melalui DPRD, dia menilai, akan merusak tataran demokrasi di Indonesia. Sebab, mekanisme tersebut secara langsung akan memancung legitimasi rakyat tertinggi dalam berdemokrasi.

“Pemilihan kepala daerah oleh DPRD, memancung partisipasi rakyat, padahal jelas partisipasi rakyat adalah bagian penting dari pilar demokrasi,” kata Pangi.

“Jangan coba-coba mengambil kedaulatan dan legitimasi rakyat, bukankah kedaulatan tertinggi itu berada di tangan rakyat bukan di tangan elite pejabat,” tambahnya.

Sekedar diketahui, parpol yang tergabung dalam KMP mendukung mekanisme Pilkada dilakukan melalui DPRD dalam pembahasan RUU Pilkada. Mereka menyatakan demikian sejalan dengan usulan awal pemerintah agar Pilkada dilakukan melalui pemilihan oleh DPRD. Alasannya, pilkada langsung memunculkan banyak persoalan, selain membutuhkan dana yang jauh lebih besar dibandingkan melalui DPRD. (Pur)

 

Related posts