Rabu, 24 April 24

UU yang Dibuat DPR Perlu Dievaluasi Terkait Kinerja DPR

UU yang Dibuat DPR Perlu Dievaluasi Terkait Kinerja DPR

Jakarta – Produktivitas kinerja legislasi parlemen tidak selalu ketika Pemerintah dan DPR membentuk undang-undang baru. Bobot yang sama mesti diberikan ketika pembentuk undang-undang melakukan monitoring dan evaluasi terhadap undang-undang yang telah ada sebelumnya.  Pasalnya, monitoring dan evaluasi legislasi adalah bagian penting dari kinerja legislasi.

Hal ini ditegaskan Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan PSHK (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan), Ronald Rofiandri  kepada Obsession News, usai  Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) PSHK dengan Badan Legislasi DPR RI di gedung DPR Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2014), guna memberi masukan kepada DPR untuk mengedepankan dan mengefektifkan penilaian kualitas kinerja legislasi.

“Langkah untuk melakukan monitoring dan evaluasi ini harus ditunjang dengan politik legislasi yang jelas, terukur, serta terarah. Artinya, sasaran yang ingin dicapai telah ditentukan dengan jelas dan monitoring serta evaluasi terhadap suatu undang-undang diposisikan sebagai mekanisme untuk mengukur pencapaiannya,” jelas Ronald.

Menurutnya, PSHK hadir sebagai bentuk keterlibatan publik dan guna memberikan masukan terkait dengan penyusunan Program Legislasi Nasional 2015-2019 dan Program Legislasi Nasional Prioritas Tahunan 2015. Umur suatu undang-undang tidak permanen, jelasnya, dalam artian memiliki batas waktu dan terikat pada kondisi tertentu.

“Berangkat dari titik ini maka pembaruan yang terukur, terarah, serta berkesinambungan merupakan suatu keharusan. Hal yang sama berlaku tidak hanya dalam konteks pembentukan undang-undang baru, tetapi juga bagi undang-undang yang telah ada sebelumnya,” tandas Ronald.

Ia menegaskan, monitoring dan evaluasi terhadap undang-undang yang telah ada sebelumnya menjadi penting untuk mengukur keberhasilannya dalam merespons kebutuhan serta perkembangan masyarakat yang dinamis. Selain itu, ditujukan juga untuk menilai efektivitas keberlakuannya dalam penerapan.

Pada sisi lain, lanjutnya, monitoring dan evaluasi terhadap substansi undang-undang seringkali luput dijadikan sebagai sebuah ukuran produktivitas kinerja legislasi. “Paradigma bahwa pencapaian kinerja legislasi yang optimal adalah dengan membentuk sejumlah undang-undang baru sebagaimana ditargetkan dalam Prolegnas perlu diubah,” tuturnya. (Ars)

 

Related posts