Rabu, 4 Oktober 23

UU Perkebunan Bermasalah, SPKS Minta Direvisi

UU Perkebunan Bermasalah, SPKS Minta Direvisi

Jakarta, Obsessionnews – Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mendesak pemerintah khususnya Kementerian Pertanian untuk merevisi kembali UU Perkebunan No. 39 Iahun 2014. UU ini sebagai hasil revisi dari UU No.18 tahun 2004 tentang Perkebunan. Namun, UU ini membuka masalah baru.

“SPKS beralasan, UU ini tidak mengakomodasi peran koperasi, tidak ada pendanaan yang inklusif untuk petani dan aspek keadilan sulit ditemukan dari UU ini. UU ini dipandang oleh SPKS hanya menyenangkan pemangku kepentingan bisnis besar tapi tidak mendukung kemandirian petani,” ungkap Ketua SPKS, Mansuetus Darto, Sabtu (7/2/2015).

Dalam UU Perkebunan, menurutnya, Petani diberikan hak pengelolaan sebesar 20 % dari luas areal yang di usahakan oleh perusahaan. Ini menggambarkan, negara bertindak diskriminatif terhadap pelaku usaha perkebunan petani.

Disamping itu, lanjut dia, jangka waktu pembangunan kebun plasma dilakukan sesudah perusahaan mendapatkan Hak Guna Usaha Perkebunan. “SPKS menyarankan agar pembangunan kebun plasma dilakukan sebelum perusahaan membangun kebun untuk miliknya,” tegas Darto.

Bahkan, kata Darto, SPKS juga melihat adanya peluang bagi perusahaan untuk berlindung di balik pemerintah dengan adanya pasal musyawarah dengan masyarakat adat. “Musyawarah dalam memperoleh tanah, harus sesuai dengan peraturan pemerintah tentang musyawah,” tandasnya.

Ia manyatakan, SPKS menilai musyawarah yang diatur dari atas hanya akan menghadirkan ketidakadilan dan konflik sosial dengan masyarakat.

Oleh karena itu, tegas Darto, SPKS mendesak UU Perkebunan ini di revisi karena beberapa alasan :

1. UU Perkebunan ini hanya mengakomodasi kepentingan pelaku usaha perkebunan skala besar karena sangat diuntungkan dari beberapa pasalnya. Antara lain adalah mendapatkan jaminan pendanaan dan mendapatkan jaminan perolehan tanah. Dari sisi aspek sanksi, perusahaan juga dinilai bisa kebal terhadap hukum.

2. UU Perkebunan ini memberikan jaminan terhadap ekspansi dan sangat kontroversi jika sisi lainnya pemerintah memprioritaskan swasembada pangan.

3. UU Perkebunan ini akan menjadi sumber masalah di sektor perkebunan ditengah banyaknya perusahaan memiliki komitmen untuk perubahan atau menuju pembangunan berkelanjutan tetapi sisi lain negara mengaturnya lebih buruk.

4. Pemerintah baru khususnya Kementerian Pertanian harus memiliki semangat baru. Menteri Pertanian saat ini dari profesi independent bukan dari partai dan harus menunjukkan perbedaan dengan menteri sebelumnya. Karena itu, inisiatif perunahan harus dilakukan di sektor perkebunan dengan merevisi UU ini. (Ars)

Related posts