Sabtu, 20 April 24

Usulan Kenaikan Gaji Anggota DPRD Dipertanyakan

Usulan Kenaikan Gaji Anggota DPRD Dipertanyakan

Jakarta, Obsessionnews – Masyarakat sipil mempertanyakan rasionalitas dan relevansi dari sejumlah alasan di balik usulan kenaikan gaji anggota DPRD. Permintaan kenaikan gaji anggota DPRD sebelumnya disampaikan oleh Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI).

Keduanya mengeluhkan sejak 2004 gaji anggota DPRD tidak pernah naik, sementara pengeluaran mereka semakin besar sehingga gaji yang ada tidak lagi mencukupi.

Pemberian hak dan fasilitas keuangan anggota DPRD, sebagaimana diatur dalam PP No. 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Keprotokoleran dan Keuangan Pimpinan dan anggota DPRD dan perubahannya (terakhir diubah dengan PP No. 21 Tahun 2007), sudah sepantasnya disertai dengan kewajiban kinerja.

Tunjangan perumahan diberikan kepada anggota DPRD agar bisa hadir rapat tepat waktu dalam memenuhi jadwal rapat-rapat. Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) disediakan untuk mendukung peningkatan kinerja pimpinan dan anggota DPRD dalam berhubungan dengan konstituen dan sebagainya.

“Anehnya, meski setiap bulan menerima tunjangan perumahan, namun tetap saja anggota DPRD malas menghadiri rapat. Bahkan tambahan tunjangan alat kelengkapan dan uang paket, sepertinya tidak dapat mendongkrak kinerja mereka sebagai wakil rakyat,” Syamsuddin Alimsyah, Koordinator Komite Pemantau Legislatif (KOPEL Indonesia) dalam pernyataanya yang juga dikirim ke Obsessionnews, Senin (19/10/2015).

Bahkan, tambahnya, realita yang sering dijumpai antara lain rapat rapat alat kelengkapan DPRD tidak mencapai kuorum hingga Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang tidak berjalan efektif. Belum lagi anggota DPRD yang terlibat kasus korupsi menambah daftar hitam perilaku buruk anggota DPRD seperti yang terlihat dalam temuan KOPEL dalam kurun waktu 2004-2012.

“Jumlah anggota DPRD kabupaten dan kota yang terlibat kasus korupsi sebanyak 1.738 orang. Sedangkan anggota DPRD provinsi sebanyak 431 orang sehingga total anggota DPRD yang terlibat kasus korupsi mencapai 2.169 orang,” tandasnya.

Selain itu, lanjutnya, berdasarkan rangkaian fakta di atas dan terhadap usulan gaji anggota DPRD, koalisi masyarakat sipil menyatakan bahwa pertama, menambah gaji anggota DPRD karena pengeluaran politik anggota DPRD yang juga besar bukan solusi yang tepat dan relevan.

“Seberapa pun besar gaji anggota DPRD, tetap tidak akan memenuhi kebutuhan pengeluaran politik, apalagi faktor penyebabnya tidak pernah tuntas ditanggulangi. Penerapan sistem “upeti” dari partai politik kepada anggotanya yang duduk sebagai anggota DPRD membuat pendapatan anggota DPRD sebagian tersedot. Belum lagi pengeluaran yang  bersifat membayar “utang politik” dan mengembalikan “modal” yang terkuras pada saat pemilu,” paparnya.

Kedua, Kementerian Dalam Negeri berhati-hati dan tidak gegabah dalam menyikapi permintaan kenaikan gaji anggota DPRD. Kementerian Dalam Negeri harus meminta klarifikasi terukur dari para pihak yang mengusulkan kenaikan gaji anggota DPRD.

“Berbagai pendekatan dan opsi yang diberikan mesti responsif terhadap perbaikan kinerja anggota DPRD dan DPRD secara kelembagaan,” tandas Syamsuddin.

“Pemerintah sebaiknya mengedepankan langkah pembenahan yang lebih rasional, mulai dari keuangan partai politik, metode dan mekanisme kampanye calon anggota DPRD, dan juga sistem pemilu anggota legislative,” tuturtnya. (Ars)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.