Rabu, 4 Oktober 23

Urusan Koperasi dan UKM, Gubernur Baru Jangan Gagal Seperti Ahok

Urusan Koperasi dan UKM, Gubernur Baru Jangan Gagal Seperti  Ahok

Oleh: Muchtar Effendi Harahap, Peneliti Senior Network for South East Asian Studies (NSEAS), dan alumnus Program Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tahun 1986

 

Salah satu urusan pemerintahan  yang bermanfaat langsung  bagi rakyat DKI Jakarta yakni koperasi dan usaha kecil dan nenengah (UKM). Dua bentuk usaha ekonomi ini acap kali disebut sebagai bagian ekonomi rakyat. Kadang kala ada pengamat ekonomi menyebut sebagai   ekonomi pribumi.

Sebagian besar usaha rakyat DKI berada di dalam bentuk ekonomi rakyat atau ekonomi pribumi ini. Dibandingkan  usaha atas, jumlah rakyat DKI terserap di ekonomi menengah bawah ini dominan. Karena itu, sangat penting  Pemerintah Provinsi (Pemprov)  DKI bekerja untuk ekonomi rakyat atau ekonomi pribumi ini. Tidak hanya slogan “kerja…kerja…kerja nyata untuk rakyat”, tetapi dalam realitas objektif lebih bekerja untuk usaha atas (perusahaan besar)  seperti pengembang, dan lain-lain..

Pertanyaannya:  apakah Pemprov DKI Jakarta 2013-2017 bekerja untuk ekonomi rakyat dimaksud?  Tidak!!!

Dari parameter penyerapan anggaran alokasi APBD bidang koperasi dan UKM tiap tahun dapat membuktikan jawaban: tidak.

Pada tahun 2013 Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur Jokowi  merencanakan anggaran alokasi APBD untuk Koperasi dan UKM sebesar  Rp. 499,9 miliar. Namun, total  penyerapan yang mampu dilaksanakan Jokowi hanya  Rp. 186,8 miliar atau hanya 37,31%. Angka 37% ini sungguh sangat…sangat rendah dan buruk. Kondisi kinerja Pemprov DKI dinilai dari penyerapan anggaran ini tergolong sangat…sangat buruk. Angka ini sekaligus membuktikan kegagalan dan sangat kurang perhatian  Pemprov DKI  terhadap urusan koperasi dan UKM.

Pada tahun 2014, anggaran alokasi APBD urusan koperasi dan UKM menurun drastis hingga lebih Rp. 100 miliar, yakni  Rp.355,6  miliar. Adapun total penyerapan target capaian ini hanya Rp.146 miliar atau 41, 07%. Angka ini sungguh menunjukkan Pemprov DKI Jakarta 2014 gagal berat  mencapai target alokasi APBD. Kondisi kinerja Pemprov DKI di bawah komando Gubernur Ahok adalah sangat buruk.

Rencana alokasi APBD 2015  urusan Koperasi dan UKM juga terus menurun sekitar Rp.100 miliar yakni Rp. 266,7 miliar. Total penyerapan hanya  Rp. 181, 3 atau 67 %, lebih tinggi ketimbang tahun 2014 (41,07 %). Hal ini menunjukkan Ahok  gagal mencapai target alokasi APBD. Kondisi kinerja Pemprov DKI  tergolong lebih buruk.

Rata-rata kemampuan Pemprov DKI menyerap anggaran alokasi APBD bidang koperasi dan UKM yakni sekitar 40%, dan  tergolong sangat  buru”. Baik Jokowi maupun Ahok keduanya gagal meraih target capaian. Karena itu, gubernur baru DKI mendatang  jangan gagal seperti  Jokowi dan Ahok.

Sesungguhnya kepedulian Pemprov DKI 2013-2017 terhadap ekonomi rakyat ini sungguh sangat rendah. Ada sejumlah fakta dapat dijadikan bukti atas asumsi ini. Salah satunya adalah  penggusuran pedagang kaki lima (PKL).  Ada semacam ingkar janji kampanye.

Saat Pilkada DKI 2012, Jokowi berjanji tidak ada lagi penggusuran PKL. Faktanya?  Penggusuran PKL berjalan terus. Bahkan, penggusuran dilakukan Ahok tanpa  disertai ganti rugi memadai. Ada  penggusuran PKL  yang tidak diberikan ganti rugi, baik uang maupun bangunan. PKL  mendapat ganti relokasi. Ttempat  relokasi  tidak sempurna sehingga membuat pedagang bangkrut.  Alih-alih memperbaiki, Ahok malah mengancam akan menendang PKL yang mengeluh.

Gubernur baru DKI jangan mengikuti praktik penggusuran PKL oleh  Ahok. Gubernur baru harus memiliki  cita-cita untuk mengembangkan PKL dalam perspektif ekonomi pribumi. Yakni ekonomi terbebas   dari tekanan dan pengisapan kelas kapitalis kuat lokal, nasional dan internasional. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.