Jumat, 29 Maret 24

Breaking News
  • No items

UEA-Malaysia Bahas Ketegangan Negara Arab vs Qatar

Seorang menteri Uni Emirat Arab (UEA) bertemu dan berdialog dengan Menteri Luar Negeri Malaysia mengenai pemutusan hubungan negaranya dengan Qatar.

Seperti dilaporkan IRNA, Abdul Rahman bin Mohammed al-Owais, Menteri Kesehatan UEA bertemu dengan Datuk Seri Anifah Aman, Menlu Malaysia di Kuala Lumpur dan membicarakan kondisi terbaru terkait pemutusan hubungan dengan Qatar.

Menurut seorang pejabat UEA yang berbicara secara anonim, Abdul Rahman dan Anifah Aman bertukar pandangan mengenai kondisi pasca pemutusan hubungan diplomatik UEA, Arab Saudi dan Bahrain dengan Qatar.

Malaysia yang memiliki hubungan luas dengan Arab Saudi dan Qatar hingga sekarang belum mengambil posisi jelas mengenai pemutusan hubungan sejumlah negara Arab dengan Qatar.

Datuk Seri Ong Ka Chuan, Wakil Menteri Perdagangan Antarabangsa dan Industri (MITI) Malaysia pekan ini mengklaim bahwa negaranya tidak ditekan oleh negara-negara di Asia Barat termasuk Arab Saudi untuk memutus hubungan diplomatik dengan Qatar.

Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan bahwa Doha mendukung kelompok-kelompok teroris. Keputusan ini diikuti oleh pemerintah timur Libya, Maladewa dan Mauritania.

Penjualan Jet Tempur AS ke Qatar
Di tengah keruhnya hubungan Arab Saudi dan sekutu-sekutunya dengan Qatar, pemerintah Amerika Serikat menjual 36 unit jet tempur F-15 kepada Qatar senilai 12 milyar dolar.

Berita penjualan jet tempur Amerika ke Qatar baru-baru ini santer diberitakan oleh berbagai media dunia. Sebelumnya Donald Trump, Presiden Amerika dalam statemennya secara lisan maupun tulisannya di Twitter, menegaskan posisi Washington yang berada di pihak Saudi dan menuduh Qatar menyalurkan bantuan dana kepada kelompok-kelompok teroris.

Sikap Trump ini sebenarnya bertentangan dengan beberapa pejabat senior Amerika lain seperti Rex Tillerson, Menteri Luar Negeri Amerika dan James Mattis, Menteri Pertahanan negara itu. Kedua Kementerian Amerika itu menegaskan bahwa krisis politik regional yang terjadi di pesisir Selatan Teluk Persia bisa diselesaikan dengan cara damai, bukan dengan cara ofensif seperti memutus hubungan diplomatik, sanksi ekonomi atau blokade laut.

Sekarang, setelah beberapa hari terlibat perdebatan internal terkait krisis politik Qatar dan Saudi, pemerintah Washington sepertinya sudah mencapai titik temu. Dengan kata lain, pemerintah Amerika sepakat mengambil keuntungan maksimal dari ketegangan yang terjadi di pesisir Selatan Teluk Persia, dengan menjual senjata senilai 110 milyar dolar ke Saudi dan menjual 36 unit jet tempur F-15 senilai 12 milyar dolar ke Qatar.

Dalam beberapa bulan terakhir pasca naiknya Trump ke puncak kekuasaan Amerika, Washington menggenjot perekonomian negara itu lebih dari sebelumnya. Langkah ini selalunya dilakukan setelah terciptanya krisis keamanan, atau keterlibatan Washington dalam krisis-krisis lama.

Sebagai contoh, di tengah puncak ketegangan nuklir di Semenanjung Korea, pertama Trump mengancam akan memerangi Korea Utara, setelah itu ia mengumumkan sikap mengejutkan bahwa Korea Selatan harus membayar satu milyar dolar untuk penempatan sistem rudal THAAD di negara itu, kepada Amerika.

Trump dalam lawatannya ke Saudi, juga pertama menyebut Iran sebagai ancaman bagi kawasan, lalu menandatangani kontrak dengan Riyadh senilai 380 milyar dolar termasuk 110 milyar dolar penjualan senjata ke negara itu.

Dalam lawatan terbarunya ke Eropa, Presiden Amerika memanfaatkan sentimen anti-Rusia dan menekan sekutu-sekutunya di NATO untuk meningkatkan anggaran militer. Sekarang tiba giliran Qatar. Setelah dituduh oleh Trump menyalurkan bantuan dana untuk teroris, demi menarik dukungan Amerika dalam konflik dengan Saudi, Qatar memasukkan 12 milyar dolar dananya ke rekening industri militer Amerika.

Diperkirakan, penjualan jet tempur Amerika ke Qatar adalah awal dari persaingan senjata antara Doha dan Riyadh yang pada akhirnya dapat menghidupkan kembali industri senjata Amerika yang sempat lesu dan membuka lapangan kerja lebih banyak di negara itu.

Pada saat yang sama, pemerintah Amerika berusaha membuka pasar penjualan senjata ke negara-negara Asia Barat dan penandatangan kontrak-kontrak menggiurkan dengan membangkitkan kembali isu Iranfobia di kawasan ini dan menjatuhkan sanksi-sanksi baru atas Tehran.

Trump dan para penasihatnya berharap, dengan menyulut krisis di berbagai belahan dunia, ia bisa memutar roda perekonomian Amerika dan menggaji para buruh negara itu dengan uang orang lain. Bahkan jika kebijakan ini akhirnya membahayakan keamanan global dan meningkatkan instabilitas di wilayah-wilayah yang dilanda krisis. (ParsToday)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.