Sabtu, 9 Desember 23

Uang Nazaruddin Mengalir ke Marzuki Alie, Kementerian dan BPK

Uang Nazaruddin Mengalir ke Marzuki Alie, Kementerian dan BPK

Jakarta – Sungguh hebat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin disebut kerap memberikan uang kepada sejumlah pejabat pemerintah, termasuk kepada Ketua DPR RI Marzuki Alie, para pejabat di sejumlah Kementerian dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal itu disampaikan oleh beberapa orang saksi saat memberikan keterangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Senin (18/8/2014), untuk terdakwa mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum terkait kasus proyek Pembangunan Pusat Olahraga Hambalang.

Pertama, pernyataan dari saksi mantan Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis, ia mengaku pernah diminta oleh Nazaruddin untuk menyiapkan uang 1 juta dollar untu‎k Ketua DPR RI Marzuki Alie pada tahun 2010. “Yang saya ingat, yang 1 juta dollar AS itu ke Pak Marzuki, itu tanggal 11 Januari 2010,” ungkap Yulianis di Pengadilan Tipikor.

Uang tersebut, menurut Yulianis, diambil dari kas Grup Permai, sebuah perusahaan milik Nazaruddin yang kerap mendapatkan proyek dari pemerintah. Namun, dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Nazaruddin disebutkan bahwa bekas Ketua Umum Demokrat ini mengaku kepada penyidik KPK kalau uang 1 juta dollar ‎itu akan diberikan kepada Anas Urbaningrum untuk membeli tanah di Yogyakarta.

Anas kemudian menanyakan hal itu kepada Yulianis. Apakah benar Nazaruddin pernah memerintahkan kepada saksi untuk menyerahkan uang kepada Anas? Yulianis lantas membatah pernyataan Nazaruddin di BAP. Menurutnya, yang benar uang itu diberikan untuk Marzuki Alie.

‎Untuk meyakinkan hakim, Anas menanyakan lagi kepada mantan staf ahli Nazaruddin, Nuril Anwar, perihal uang 1 juta dollar tersebut. Nuril yang ikut menjadi saksi dalam sidang tersebut, juga mengaku tidak pernah mendengar Nazaruddin memberikan uang kepada Anas. Justru yang ia tahu pada saat itu Nazaruddin punya hubungan yang dekat Marzuki Alie. “Pak Nazar cerita sedang intens dengan DPR-1, Pak Marzuki, TPPI kalau tidak salah, berkaitan dengan Pertamina,” bebernya.

Nuril pun mengaku pernah mendengar dari ajudan Nazaruddin yang bernama Iwan, bahwa Marzuki dapat kiriman dari Nazaruddin.‎ “Iwan menceritakan hal itu, (saya tanya) mau dikirim ke mana? ke MA,” sambung dia.

Bahkan, lanjut Nuril, dirinya mengaku pernah melihat bungkusan batik yang berada di mobil Iwan yang diduga berisi uang. Anas lalu mengkonfirmasikan hal itu kepada Yulianis dengan bertanya kepada saksi Yulianis‎, apakah benar uang yang dikirim untuk Marzuki itu dikemas dengan batik?

Yulianis pun membenarkan persaksian Nuril bahwa uang dalam kemasan batik itu untuk Marzuki. “Iya dibungkus baik, kebiasaan kita Pak, tapi bukan paper bag (tas kertas), itu kotak. Kalau 1 juta dollar AS seperti bungkus Indomie,” aku Yulianis.

Sementara itu, Nuril juga mengaku pernah diminta oleh Nazaruddin untuk meyiapakan uang 500.000 dollar AS. Uang tersebut juga diambil dari kas Grup Permai untuk diberikan kepada Marzuki dan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng tahun 2010 untuk keperluan Kongres Partai Demokrat di Bandung.

“Ini uang untuk siapa, ambil saja ini prinsip kita menebar kemana-mana saya mau ketemu Pak Marzuki dan tim Andi, Nurcahyo,” ucap Nuril menirukan perkataan Nazaruddin ketika itu. Selanjutnya, menurut dia, uang untuk Marzuki dibawa ke Hotel Hyatt yang menjadi markas tim pemenangan Marzuki.

Nuril mengungkapkan dirinya pernah beberapa kali mengambil uang dari Yulianis, yakni sebesar 100.000 dollar AS, 100.000 dollar AS, dan 500.000 dollar AS. Menurut Nuril, uang itu dibagikan kepada 15 peserta kongres Demokrat yang berasal dari Jawa sebagai uang transportasi. Mereka ada yang pendukung Marzuki ada juga yang pendukung Andi.

Selain uang untuk Marzuki dan Andi, saksi Yulianis juga mengaku Nazaruddin kerap‎ mengirim uang ke Kementerian dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).‎ Setelah menyatakan bahwa tidak ada uang untuk terdakwa Anas Urbaningrum, Yulianis kemudian membacakan catatan keuangan Grup Permai.

‎Yulianis membeberkan, ada uang Rp 2,8 miliar sebagai dukungan untuk Kementerian Perhubungan (Kemenhub) pada 25 Mei 2010. Uang tersebut ada yang diberikan kepada seseorang di Kemenhub yang dipanggil “Pak Gambir”. “Ada untuk tanggal 25 Mei untuk support Dephub Rp 2,8 miliar, yang besar-besar saja Pak. Kalau kita nyebutnya ‘Pak Gambir’, support untuk Gambir 500.000 dollar AS, tanggal 25 Mei,” tutur Yulianis.

Aliran dana dari Grup Permai kembali mengalir untuk “Pak Gambir” pada 9 Juni 2010 sebesar 500.000 dollar AS. Merasa penasaran hakim Haswandi kemudian menanyakan kepada Yulianis siapa yang dimaksud dengan “Pak Gambir”. Namun, Yulianis menjawab tidak tahu persis siapa Pak Gambir, yang jelas itu dari oknum Kementerian Perhubungan “Pak Gambir” karena berkantor di kawasan Gambir, Jakarta Pusat.

Kemudian Yulianis menyebut lagi adanya aliran dana Grup Permai ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebesar Rp 800 juta, serta ke Kementerian Kesehatan sebanyak 100.000 dollar AS pada 11 Oktober 2010. Namun, secara spesifik ia tidak menyebutkan kepada siapa dan untuk apa uang itu diberikan

Lalu hebatnya lagi Yulianis menyebut adanya uang Grup Permai yang mengalir ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp 100 juta. Ada juga uang untuk Kejaksaan Tinggi Meragawa senilai Rp200 juta.

Seolah tidak ada habisnya, uang Nazar dari Grup Permai terus mengalir ‎Komisi III DPR sebesar Rp 1,5 miliar. Ada juga pengeluaran uang sebesar Rp 4 miliar untuk Komisi X DPR, di antaranya untuk Angelina Sondakh dan I Wayan Koster. “14 Oktober untuk Mbak Angie dan Wayan lagi 300.000 dollar AS dan 200.000 dollar AS,” kata Yulianis.

Pemberian kepada Angelina kembali dilakukan pada 17 Oktober sebesar 400.000 dollar AS. Selain Angelina dan Koster, menurut Yulianis, Grup Permai juga pernah memberikan kepada anggota DPR dari Fraksi PKS Tamsil Linrung pada 11 Oktober. Uang yang diberikan dua kali sebesar 50.000 dollar AS. ‎ “Ada 100 juta untuk LSM (lembaga swadaya masyarakat)” ucap Yulianis.

Terkait kasus Hambalang, Anas didakwa telah menerima hadiah atau atau janji dan juga Pencucian Uang. Awalnya Jaksa mendakwa Anas dengan menceritakan keinginan Anas untuk maju menjadi calon presiden melalui Ketua Umum Demokrat. Sehingga upaya pengumpulan dana dilakukan dengan ikut bergabung bersama Grup Permai.

Dalam dakwaan tersebut, Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dollar Amerika Serikat untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat di Bandung. Sebagian disebutkan uang itu didapat dari proyek Hambalang. (Abn)

 

Related posts