Kamis, 25 April 24

Trimedya Panjaitan SH MH (Wakil Ketua Komisi III DPR) Bertekad Tegakkan Criminal Justice System

Trimedya Panjaitan SH MH (Wakil Ketua Komisi III DPR) Bertekad Tegakkan Criminal Justice System
* Trimedya Panjaitan.

Di balik sikapnya yang ‘cool’, Trimedya Panjaitan yang merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI sejatinya adalah satu dari sekian anggota parlemen yang dikenal vocal dan berani menyatakan pendapat. Beberapa pemikiran dan gagasannya terkadang membuat banyak orang tertarik untuk melakukan kritik balik. Misalnya, ia pernah mengusulkan adanya penghapusan pasal tentang penodaan agama dalam revisi UU KUHP. Penodaan agama merupakan ‘pasal karet’. Pasal itu dianggap sangat rentan dijadikan alat penekan proses hukum, terlebih bila itu melibatkan politisi. Ia tak menyoal ketika idenya itu banyak mendapat penolakan dari masyarakat.

 

Keputusannya berjuang bersama PDI-Perjuangan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat, tak lebih karena persamaan visinya dengan sang Ketua Umum, Megawati Soekarnoputeri. Trimedya resmi menjadi anggota dewan pada tahun 2002. Ia bersyukur sejak awal ditempatkan oleh partai di komisi hukum sesuai dengan bidangnya. Bahkan hingga kini menjabat sebagai Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Hukum, HAM dan Perundang-undangan. Trimedya tidak pernah menyangka dirinya bisa menjadi politisi. Sejauh ini dia merasa hanya mengikuti segala proses hidup yang sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai bisa menjadi anggota DPR 15 tahun.

 

Salah satu alasan yang membuat dirinya bertahan di DPR adalah, ia melihat politik itu sebagai ‘candu’ dalam arti dia bisa melakukan sesuatu untuk kebaikan masyarakat melalui jalur politik di DPR. “Misalnya kalau di daerah pemilihan kita ada yang teraniaya karena persoalan hukum, masyarakat bisa SMS ke saya, dan kita selanjutnya kita bisa melakukan pendampingan atau pembelaan. Intinya kita lebih banyak melakukan sesuatu untuk masyarakat,” jelas Trimedya yang juga pernah mengetuai Tim Hukum Jokowi-JK saat Pilpres 2014.

 

Di komisi Hukum ini Trimedya bertekad untuk melakukan pembenahan hukum dalam rangka menegakkan criminal justice system. Namun sering kali apa yang selama ini disuarakan di Komisi III DPR dianggap sebuah kejahatan, dan mendapatkan persepsi negatif dari masyarakat. Misalnya saat Komisi III mendukung pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) di Mabes Polri, atau pembentukan Pansus Hak Angket KPK, dan revisi UU KPK.

 

Menurutnya, pembentukan Densus ini bukan dalam rangka untuk menyaingi KPK, atau bahkan melemahkannya. Namun, Komisi III kata dia, memandang ide gagasan terbentuknya Densus Tipikor ini muncul karena kegelisahan Komisi Bertegur sapa dengan konstituen di Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara. Menemui Bapak Joko Widodo saat sebagai Ketua Tim Hukum Jokowi-JK di Pilpres 2014. Melihat pemberantasan korupsi di Polri tidak maksimal, sehingga perlu diperkuat. Hanya saja istilah Densus dianggap menakutkan seperti halnya Densus 88 yang menangani tindak pidana terorisme. Padahal tidak. Sama halnya dengan KPK, Polri juga punya kewenangan untuk melakukan pemberantasan korupsi, hanya saja perannya masih dianggap lemah tidak sekuat KPK.

 

Karenanya berdasarkan hasil diskusi Komisi III dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, muncul gagasan dibentuk Densus Tipikor. Polri kata dia, sebenarnya sudah punya perangkat untuk penanganan tindak pidana korupsi, namun belum menjadi fokus utama dari sekian banyak tugas yang diemban Polri. Komisi III akhirnya menyetujui dibentuknya Densus Tipikor, yang selanjutnya pihak Polri kemudian mengajukan anggaran sebesar Rp 2,6 triliun. Trimedya pun menyebut landasan hukum pembentukan Densus Tipikor mengacu pada UU No 2/2002 tentang Polri.

 

Dia berharap dengan dibentuknya Densus ini pemberantasan korupsi di Indonesia semakin kuat, karena nantinya sistem kordinasi antara KPK, Kejaksaan Agung dan Polri juga akan lebih diperkuat. Trimedya mengaku apa yang dilakukan di DPR tidak lain ingin menata sistem hukum di Indonesia yang kewenangannya ada di 3(tiga) institusi besar yakni Jaksa Agung, Polri, dan KPK. Caranya, melalui pembentukan Densus Tipikor di Polri, kemudian pembentukan Pansus Hak Angket KPK sebagai bentuk pengawasan DPR, lalu mengefektifkan asas ‘Single Prosecution System’ (sistem penuntutan tunggal) di Kejagung.

 

Sistem ini menghendaki agar semua penuntutan harus diserahkan kembali kepada Kejaksaan Agung yang sudah menjadi kewenanganya. Hal ini berkaca pada sistem di KPK, lembaga antirasuah ini masih diberi kewenangan khusus dalam hal penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Ini disebabkan karena situasi pemberantasan korupsi di Indonesia dipandang masih darurat. Namun kedepan, ia berharap fungsi penuntutan dikembalikan lagi kepada Kejaksaan Agung.“Jika seluruh penegak hukum patuh pada peraturan perundang-undangan semestinya semua bekerja sesuai koridornya.

 

Sehingga, kewenangan penuntutan semua tindak pidana termasuk korupsi dikembalikan kepada kejaksaan, dan penyelidikan serta penyidikan dikembalikan kepada polisi,” kata Trimedya. Selama berkarier di DPR Trimedya termasuk orang yang tidak mau mengurusi persoalan anggaran. Sebab, ia memandang bidang anggaran itu rawan dengan terjadinya korupsi. Trimedya lebih baik menghindari dan memilih fokus di persoalan hukum.

 

Ia juga orang yang tidak suka melakukan kunjungan kerja ke luar negeri dengan menggunakan anggaran DPR. Selama berkiprah di Senayan, ia mengaku baru tiga kali ke luar negeri. Ia bahkan dilarang oleh keluarganya bila memakai fasilitas DPR untuk berlibur bersama ke luar negeri. Selain sibuk sebagai anggota DPR, Trimedya juga aktif menulis buku. Menulis baginya adalah sebuah hobi. Ia mengaku sudah ada sembilan buku yang dikeluarkan selama menjadi anggota dewan. Terbaru ada dua buki yang Ia keluarkan berjudul “Banteng Senayan dari Medan” dan “Parlemen dan Penegakan Hukum di Indonesia”. Menurutnya, menulis buku itu melatih untuk berpikir secara sistematis, terukur, dan terarah. Ia merasa ide dan gagasannya tidak akan mati.

 

Selain itu merupakan wujud pertanggungjawaban sebagai anggota dewan serta dapat di kenang anak cucunya. Pria kelahiran Medan 6 Juni 1966 ini aktif melakukan olahraga treadmill di rumah kurang lebih tiga kali dalam seminggu agar tubuhnya tetap bugar. “Kini saya menjaga pola makan dan pola tidur yang sehat serta melakukan general check up sedikitnya setahun sekali,” ucapnya mengakhiri. (Naskah: Subhan Husain Albari, Foto: Edwin B./Dok. Pribadi)

Artikel ini dalam versi cetak dimuat di Majalah Men’s Obsession edisi Oktober 2017.

 

Baca Juga:

Dr.H. Fadli Zon, SS., M.Sc Wakil Ketua DPR RI Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam), Sosok Multidimensi

Bambang Soesatyo SE MBA, Ketua Komisi III DPR: Pemberantasan Korupsi Jangan Lahirkan Festivalisasi

13 Tokoh DPR Berdedikasi 2017 Versi Men’s Obsession

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.