Jumat, 24 Maret 23

Tragedi Bagi PDIP Pertahankan Megawati

Tragedi Bagi PDIP Pertahankan Megawati

Jakarta, Obsessionnews – Kongres IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Denpasar, Bali, 9-12 April 2015, hanya mengukuhkan kembali Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDIP periode 2015-2020. Hal itu berdasarkan keputusan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDIP di Semarang, Jawa Tengah, September 2014. Dengan demikian Megawati memperpanjang rekornya sebagai Ketua Umum PDIP sejak 1999. Hal ini juga berarti Megawati satu-satunya pimpinan partai yang tak tergantikan di antara partai-partai yang lahir di awal era reformasi.

Hendrajit, pengkaji geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute
Hendrajit, pengkaji geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute

Pengkaji geopolitik dan Direktur Eksekutif Global Future Institute Hendrajit mengatakan, Megawati masih tetap menjadi jimat PDIP. Suka atau tidak suka, puteri Bung Karno itu merupakan perekat antara kader-kader PDIP yang berasal dari geneologi keluarga Partai Nasional Indonesia (PNI) dan kader-kader Partai Kristen Indonesia (Parkindo).

“Kalau mau jujur, merekalah yang dinamakan kader-kader tradisional PDIP, bahkan sejak PDI di era Soeharto dulu. Dengan dasar pertimbangan seperti ini, regenerasi kepemimpinan di PDIP tak akan mungkin terjadi, karena lebih mengutamakan melestarikan basis ini,” kata Hendrajit kepada obsessionnews.com di Jakarta, Kamis (9/4/2015) pagi.

Bahkan kemunculan Jokowi di pentas politik pun, lanjutnya, karena adanya komitmen politik Megawati dengan salah seorang petinggi pemerintahan di Surakarta yang juga berasal dari geneologi keluarga PNI.

Selain Jokowi, kader-kader PDIP lain yang memiliki ikatan geneologi dengan keluarga PNI adalah anggota DPR Pramono Anung, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat.

Menurut Hendrajit, mereka sebenarnya sedang disetel Megawati untuk mewaikili masa depan PDIP. “Tapi tanpa adanya Megawati, mereka akan mendapat perlawanan keras dari kader-kader tradisional PDIP yang umumnya kalau bukan kader-kader Parkindo, setidaknya secara geneologi berasal dari keluarga Parkindo. Contoh nyata adalah Maruarar Sirait, putera Sabam Sirait, gembong Parkindo di PDIP bahkan sejak era Soeharto,” ujarnya.

Pada sisi lain, sepertinya Megawati tetap dipertahankan untuk ngemong kader-kader non tradisional yang secara aspiratif berhaluan Partai Rakyat Demokratik (PRD) seperti Budiman Sujatmiko dan Rike Diyah Pitaloka.

“Dengan adanya Mega di PDIP, kader-kader PRD ini maupun yang cenderung berhaluan kiri atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Eva Sundari, tetap bisa eksis di PDIP. Aspirasinya ditampung dan dirawat, namun secara politis dibendung pengaruhnya agar tidak meluas dan mewarnai PDIP secara ideologis.

“Maka tak heran, beberapa kader PRD yang sejatinya menyadari bahwa selama ada Megawati, mereka tidak bisa memiliki pengaruh luas di PDIP, lalu beberapa orang di antaranya merapat ke Gerindra, terutama melalui sayap Desmon J Mahesa. Meski harus diakui bahwa nyatanya mereka yang dari PRD yang merapat ke Gerindra juga bernasib sama, yakni tidak bisa mengembangkan pengaruhnya di lingkar dekat Prabowo Subianto,” tandas Hendrajit.

Menurut alumnus FISIP Universitas Nasional (Unas), Jakarta, ini Megawati tetap bertahan sebagai Ketua Umum PDIP bukan karena dia istimewa. Tapi Megawati dibutuhkan untuk melestarikan formasi politik yang bertumpu pada tiga komponen, yakni kader-kader tradisional PDIP yang berasal dari geneologi keluarga besar PNI dan Parkindo, serta kader-kader PRD.

“Tragedi bagi PDIP ke depan dengan mempertahankan Megawati, karena PDIP hanya sebagai stabilisator, namun sulit diharapkan sebagai dinamisator perubahan,” pungkasnya. (Arif RH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.