Jumat, 26 April 24

Tragedi AirAsia: Sinergitas Ketamakan dan Kelalaian

Tragedi AirAsia: Sinergitas Ketamakan dan Kelalaian

Tragedi AirAsia: Sinergitas Ketamakan dan Kelalaian
Prof Ade Maman Suherman SH MSc (Fakultas Hukum UNSOED)

Beberapa bulan terakhir, dunia penerbangan sipil dihebohkan oleh 3 (tiga) kecelakan pesawat sipil (civil air craft) yakni pesawat Malaysia Airlines yang raib dan masih meninggalkan misteri serta tertembaknya pesawat Malaysia airline di atas wilayah udara Ukraina. Dua minggu belakangan ini Indonesia dan dunia kembali disibukan dengan pencarian hilangnya pesawat AirAsia dengan rute penerbangan Surabaya- Singapura.

Dari sekian air craft accicident yang terjadi, khususnya kasus AirAsia setidaknya tidak dapat lepas dari agresivitas korporasi dengan slogan now everyone can fly sebagai maskapai low cost carrier dan disisi lain adanya kelalaian pemerintah dalam melindungi warga negaranya.

Ketamakan Korporasi
Sudah merupakan state of nature perusahaan bertujuan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengaan biaya yang seminim mungkin. Termasuk AirAsia telah menjelma menjadi perusahaan penerbangan sipil dengan low cost carrier. Namun ketika ketamakan dan arogansi tersebut tak terbendung oleh siapapun termasuk otoritas penerbangan nasional, Tuhan yang Maha Kuasa memberikan sanksi yang begitu pedih dan memilukan terhadap semuanya baik bagi pemerintah, penumpang, termasuk perusahaan.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, selama Januari-September 2014, Indonesia AirAsia telah mengangkut 2.340.934 penumpang untuk penerbangan domestik di Indonesia. Sementara untuk penerbangan internasional, AirAsia telah mengangkut sebanyak 3.219.439 orang.

AirAsia mengklaim pertumbuhan penumpang tahunan di Indonesia mencapai 40 persen. Namun rekor tersebut menjadi tidak berarti ketika dihadapkan dengan kecelakaan Maskapai Indonesia pada hari Minggu 28 Desember 2014, pesawat AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura hilang dari pantauan Radar dan dinyatakan hilang sampai saat ini.

Pemerintah Lalai dan Terlambat
Tragedi maskapai Indonesia AirAsia, selain dipicu agresifitas perusahaan yang ekpansif yang faham betul akan potensi penumpang di Indonesia. Sementara ada indikasi kelalaian otoritas publik dalam hal ini pemerintah melalui Kementerian Perhubungan merupakan pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan ini.

Mengapa demikian, karena tidak lepas dari tanggungjawab pengawasan bahkan pembinaan terhadap semua maskapai sebagaimana ditegaskan dalam PP no 3 tahun 2001 bahwa Menteri yang bertanggung jawab di bidang penerbangan.

Disamping itu, dalam Pasal 2 ditegaskan bahwa Menteri melakukan pembinaan terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan. Pembinaan terhadap keamanan dan keselamatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi aspek pengaturan, pengendalian dan pengawasan dalam kegiatan rancang bangun, pembuatan, pengoperasian dan perawatan pesawat udara, pelayanan navigasi penerbangan, pengoperasian bandar udara serta personil penerbangan.

Bagaimana bisa terjadi sebuah maskapai penerbangan antar negara melakukan penerbangan diluar jadwal yang telah ditentukan dan telah berjalan selama tiga bulan, sungguh pemerintah selalu lalai dan terlambat dan menunjukan ketidakprofesionalannya.

Pelanggaran Terhadap ICAO
Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi ICAO 1944 telah melanggar terhadap semua kewajiban yang telah ditentukan dalam International Civil Aviation Organization 1944. Diantara ketentuan yang harus diataati adalah pasal 37 ICAO berkaitan dengan standar sistem komunikasi, navigasi udara, pertolongan udara termasuk pendaratan, karakteristik pesawat dan area landing, karakteristik pesawat.

Selain itu, juga berkaitan dengan praktik tentang air and air traffic control, ijin pengoperasian mekanik dan personal, kelaikan pasawat udara, registrasi dan identifikasi pesawat dan pengumpulan dan perkembangan informasi meteorologi, log book, peta aeronautical, prosedur imigrasi dan kepabeanan dan kecelakaan pesawat dan investigasi kecelakaan pesawat.

Penutup
Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas keselamatan penerbangan harus bertanggung jawab atas kelalaian dan keterlambatan bertindak sesuai dengan kewajiban dalam regulasi nasional maupun konvensi internasional.

Semua maskapai penerbangan harus taat terhadap semua SOP yang berlaku dan harus dipastikan bahwa SOP tersebut ditaati oleh semua pihak dan berjalan secara efektif dan tidak terjadi penyimpangan.

Pembekuan bagi maskapai AirAsia belum dirasa adil tanpa menghukum pihak otoritas publik baik secara administratif, perdata bahkan secara pidana. (*)

Related posts