Jumat, 24 Maret 23

Titin Fatimah, Arsitek yang Peduli Pengembangan Desa Wisata

Titin Fatimah, Arsitek yang Peduli Pengembangan  Desa Wisata
* Titin Fatimah dipercaya menjadi juri lomba desa wisata dalam ajang BeKreatif (Gebyar Seni Kreatif) Indonesia 2015. (Foto-foto: Fikar/obsessionnews.com)

Jakarta, Obsessionnews – Dr. Eng. Titin Fatimah memiliki latar belakang akademis di bidang arsitektur. Namun demikian, kiprahnya tidak hanya di bidang arsitektur saja, melainkan juga pelestarian pusaka (heritage) serta pengembangan desa wisata. Kepeduliannya terhadap desa wisata dituangkan dalam salah satu paper ilmiahnya yang mengangkat studi kasus proses pengembangan Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sebagai desa ekowisata berbasis masyarakat. Paper ilmiahnya tersebut memperoleh penghargaan sebagai Yearly Excellent Paper tahun 2008 dari The City Planning Institute of Japan.

Paper ilmiahnya tentang pengembangan  memperoleh  penghargaan  sebagai Yearly Excellent Paper tahun 2008 dari The City Planning Institute of Japan.
Paper ilmiahnya tentang pengembangan Desa Candirejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memperoleh penghargaan sebagai Yearly Excellent Paper tahun 2008 dari The City Planning Institute of Japan.

Dalam paper tersebut Titin mengulas upaya-upaya yang ditempuh oleh masyarakat Desa Candirejo untuk mengembangkan desanya. Meskipun baru diresmikan sebagai desa wisata tahun 2003, ternyata proses pengembangannya sudah berlangsung sejak tahun 80-an dengan inisiatif warganya. Desa ini terletak sekitar 3 km dari Candi Borobudur. Luas wilayahnya sekitar 350 hektar, meliputi pemukiman seluas 100 hektar dan lahan pertanian sekitar 250 hektar. Desa Candirejo dapat dikatakan merupakan simbol dari budaya Jawa. Berbagai daya tarik dan kegiatan wisata dapat dilakukan di sini. Mulai dari wisata alam, kesenian, kerajinan, kuliner, jalan-jalan, budaya, hingga sejarah. Banyak atraksi dan tradisi lokal di desa ini seperti nyadran, sedekah bumi, kesenian lokal seperti jathilan, kubrosiswo dan industri rumah tangga berupa kerajinan bambu dan pandan. Di desa ini juga ada situs budaya, yakni Watu Kendil, Toyo Asin, Watu Tambak, Tempuran Kali Progo dan Pabelan. Candirejo salah satu desa wisata di Borobudur yang berhasil memikat hati para wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

Tulisan Titin mengenai pengembangan desa-desa wisata di Borobudur ini adalah bagian dari penelitian untuk disertasi S3-nya. Mengapa memilih Borobudur sebagai studi kasusnya, tak lain karena panggilan hatinya. Lahir dan dibesarkan di Desa Giritengah, Kecamatan Borobudur, telah menumbuhkan kecintaannya akan keelokan kampung halamannya tersebut.

“Desa-desa di Borobudur memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Ada beberapa yang sudah berkembang bagus, tapi masih ada banyak desa lainnya yang masih memerlukan pendampingan,” ujarnya kepada obsessionnews.com, Sabtu (4/4/2015) pagi.

Secara garis besar kriteria desa wisata adalah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa karakteristik khusus yang layak untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Di desa wisata seyogyanya terdapat sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Indonesia yang kaya akan potensi alam dan budaya di kawasan pedesaan memiliki peluang yang bagus untuk mengembangkannya menjadi salah satu daya tarik wisata.

Titin saat ini beraktivitas sebagai dosen dan peneliti di Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta. Ia menamatkan pendidikan S1-nya di Jurusan Arsitektur UGM Yogyakarta tahun 2002, kemudian pada tahun 2003 berangkat ke Jepang untuk melanjutkan studi S2 dengan beasiswa Monbukagakusho di Universitas Wakayama. Selanjutnya mengambil program doktoral di Universitas Kyoto.

Selama masa studi tersebut, Titin ikut aktif baik sebagai panitia maupun fasilitator dalam inisiasi kegiatan Borobudur International Field School on Cultural Landscape Heritage Conservation (BFS) yang digagas oleh Center for Heritage Conservation (UGM) dan Kanki Laboratory (Universitas Wakayama, yang kemudian Universitas Kyoto juga bergabung). Kegiatan BFS yang dimulai sejak tahun 2004 hingga kini bertempat di Desa Candirejo, dan selalu melibatkan partisipasi masyarakat setempat. Kegiatan bersama-sama mengenai pelestarian pusaka saujana (cultural landscape) dalam kegiatan BFS tersebut telah dibukukan dan diterbitkan baru-baru ini oleh Penerbit Kyoto University Press (Jepang) bekerja sama dengan Trans Pacific Press (Australia). Bersama Profesor Kanki Kiyoko dan tokoh pelestarian pusaka Indonesia Dr. Laretna T. Adishakti (Sita), Titin menjadi editor sekaligus menulis beberapa bagian dari buku yang bertajuk “Borobudur as Cultural Landcape: Local Communities’ Initiatives for the Evolutive Conservation of Pusaka Saujana Borobudur” tersebut.

Sebagai pecinta heritage (pusaka/cagar budaya), Titin juga aktif dalam kegiatan pelestarian pusaka. Bergabung di Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) sebagai volunteer, ia menjadi Koordinator Tahun Pusaka Indonesia 2013 yang menggelar berbagai kegiatan terkait pelestarian di berbagai daerah di Indonesia. Kini aktivitasnya bertambah dalam Dewan Pakar BPPI. Aktivitas lainnya antara lain sering diundang untuk memberikan kuliah tamu, pembicara seminar maupun menjadi fasilitator workshop di berbagai tempat.

Titin dipercaya menjadi juri lomba desa wisata dalam ajang BeKreatif (Gebyar Seni Kreatif) Indonesia 2015 di Bandung pada November mendatang. Dia berharap bahwa ajang ini bisa menjadi salah satu pemicu positif bagi para pegiat desa wisata untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya. Mengelola desa wisata dituntut untuk selalu berpikir kreatif dalam mengolah potensi yang dimiliki, mengemasnya menjadi produk wisata yang menarik serta melakukan promosi melalui berbagai media. Tantangan lainnya adalah bagaimana pengelolaan desa wisata tidak hanya menghasilkan benefit secara ekonomi, tapi sekaligus juga bagi keberlanjutan sumber daya alam dan budaya yang dimiliki desa. Tak salah kalau desa wisata menjadi salah satu kategori dalam ajang ini.

Sebagai tambahan, Titin menjelaskan bahwa lomba ini terbuka untuk seluruh pengelola desa wisata di Indonesia, asal sudah beroperasi minimal dua tahun. Setiap peserta bisa mengisi formulir dan mengirimkannya kembali ke panitia untuk seleksi awal. Finalis kemungkinan diminta untuk memberikan bahan-bahan tambahan lainnya seperti foto, video, artikel media cetak/online dan sebagainya. Finalis yang terpilih akan diundang untuk mengikuti workshop sebagai pembekalan sebelum mengikuti seleksi di tahap berikutnya. (Arif RH)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.