Selasa, 7 Mei 24

Tiga Jurus Rakyat China Tolak Xi Jinping Berkuasa 3 Periode

Tiga Jurus Rakyat China Tolak Xi Jinping Berkuasa 3 Periode
* Setelah 'Manusia Jembatan', warga China mulai berani protes terhadap rezim Presiden Xi Jinping. (AFP/CNBC)

Inilah 3 jurus rakyat China menolak Presiden Xi Jinping yang berkuasa 3 periode, termasuk gerakan rakyat “Revolusi Toilet” yang nrngecam Presiden China  komunis yang dinilai otoriter tersebut.

Setelah “Manusia Jembatan” menarik perhatian dunia, warga China mulai berani menyuarakan protes mereka terhadap rezim Presiden Xi Jinping dengan berbagai jurus, termasuk revolusi toilet.

Jurus-jurus ini sebenarnya bermunculan setelah Manusia Jembatan melancarkan aksinya dua pekan lalu, menjelang kongres Partai Komunis China (PKC).

1. Manusia Jembatan
Sebagai negara yang dikenal keras membungkam protes, China gempar ketika seorang pria membentangkan spanduk berisi protes terhadap Presiden Xi Jinping di jembatan di Beijing.

Memakai baju pekerja konstruksi berwarna jingga, ia dengan santai melenggang di atas jembatan. Namun kemudia, ia membentangkan dua kain putih besar dengan coretan berwarna merah.

“Berdemonstrasilah di sekolah dan tempat kerja. Gulingkan diktator dan pengkhianat XiJinping! Kami mau makan. Kami mau kebebasan. Kami mau memilih!” demikian tulisan di salah satu spanduk tersebut.

Di satu spanduk lainnya, terpampang slogan untuk menolak kebijakan nol-Covid dan lockdown ketat yang diterapkan pemerintah China selama pandemi melanda.

Meski singkat aksi pria itu membawa dampak sangat besar. Di era media sosial pesan pria itu dapat tersebar cepat dan luas hanya dalam waktu singkat melalui unggahan-unggahan yang akhirnya viral.

Pemerintah memang dengan sigap menghapus segala konten mengenai protes itu. Namun, pesan sudah terlanjur tersebar, bahkan hingga ke luar negeri.

2. Protes dari luar China
Di berbagai kampus di mancanegara, seperti Inggris dan Amerika Serikat, para mahasiswa China menggelar aksi untuk menunjukkan dukungan terhadap sang Manusia Jembatan.

Di Inggris, poster-poster berisi foto spanduk Manusia Jembatan tersebar di sejumlah kampus besar.

Sementara itu, mahasiswa China di sejumlah kampus Amerika Serikat juga mengunggah foto diri mereka memegang foto aksi Manusia Jembatan.

Meski aksi itu dijalankan di luar negeri, pemerintah China tetap bisa berupaya meredam dengan menekan keluarga para mahasiswa yang masih tinggal di dalam Negeri Tirai Bambu.

Seorang siswa di Bellevue College, Han Yutao, bercerita kepada Radio Free Asia (RFA) bahwa kepolisian mendatangi keluarganya pada pekan lalu.

“Pada 19 Oktober, polisi dari distrik Zhongguancun Barat menemukan keluarga saya dan mengetuk pintu mereka,” tutur Han.

Ia kemudian bercerita, “Mereka meminta nomor telepon ibu saya, kemudian meneleponnya dan menanyakan saya bersekolah di mana, kapan meninggalkan China, apa yang saya pelajari, kemudian menanyakan nomor telepon saya di AS.”

Takut, keluarga Han pun meminta dia untuk berhenti beraksi di Negeri Paman Sam demi keselamatannya sendiri dan keluarganya. Namun, Han ogah berhenti.

“Jika mereka menghubungi saya, saya tak mau menyerah terhadap arogansi mereka,” ucap Han.

3. Revolusi toilet
Di China, warga juga memenuhi jejaring sosial dengan unggahan mengenai Manusia Jembatan dan tagar-tagar pendukungnya.

Meski tahu pemerintah akan langsung menghapus unggahan itu, mereka tak hilang akal. Para anak muda mulai menyoret pintu di bilik toilet.

Mereka paham betul, pemerintah tak akan bisa memasang pemantau di dalam bilik toilet. Dengan cepat, gerakan itu menjalar ke berbagai daerah.

Seorang mahasiswa senior di timur China, Raven Wu, bercerita kepada CNN bahwa ia ikut serta dalam revolusi toilet itu.

Wu mencoret pintu toilet sekolah dengan berbagai slogan anti-pemerintah, seperti “Kebebasan, bukan lockdown”, “Kehormatan, bukan kebohongan”, “Reformasi, bukan regresi”, hingga “Pemilu, bukan kediktatoran.”

Di bawah slogan-slogan itu, Wu menggambar kepala Winnie the Pooh, tokoh kartun yang kerap disebut mirip dengan Xi. Di atas gambar itu, Wu menggambar garis coreta, tanda penolakan terhadap Xi.

“Saya merasa kebebasan yang sudah lama hilang ketika menggambar itu. Di negara dengan kebudayaan ekstrem dan sensor politik ini, tak ada ekspresi politik diperbolehkan,” ujar Wu.

Ia kemudian berkata, “Saya merasa puas karena untuk pertama kalinya dalam hidup saya sebagai warga China, saya melakukan hal yang benar untuk rakyat.”

Tak hanya Wu, seorang pemuda yang baru saja lulus kuliah, Chen Qiang, juga tergerak ketika melihat coretan di salah satu toilet di barat daya China beberapa waktu lalu.

Jika Wu menggunakan bahasa Inggris, Chen memilih memakai Mandarin agar pesan yang ia tulis lebih meresap ke warga-warga China.

“Saya tak suka Partai Komunis. Saya menyimpan rasa untuk China, tapi bukan pemerintahnya,” ucap Chen.

“Karena sensor dan pemantauan ketat, rakyat hanya bisa menyuarakan opini politik dengan menulis slogan di tempat-tempat seperti toilet. Sedih karena kita ditekan hingga seperti ini.”

Sementara itu, Wu menganggap revolusi toilet ini justru menunjukkan kekuatan warga yang sudah lama terkekang.

“Bahkan di tempat sempit seperti toilet, selama kita punya hati revolusioner, kita dapat berkontribusi,” katanya. (CNNIndonesia/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.