Kamis, 25 April 24

Tertibkan Penataan Ruang, Kementerian ATR/BPN Terapkan Prinsip Restorative Justice

Tertibkan Penataan Ruang, Kementerian ATR/BPN Terapkan Prinsip Restorative Justice
* Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Andi Renald. (Foto: Hms ATR/BPN)

Jakarta, Obsessionnews – Konsep tata ruang yang dinamis senantiasa melibatkan beberapa aspek yang saling terhubung yakni aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, aspek budaya dan teknologi. Demi memperkuat sinergi tata ruang yang berkelanjutan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang mengedepankan prinsip Restorative Justice dalam menjalankan tugas Penertiban Tanah dan Ruang.

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Andi Renald dalam rangkaian kegiatan PPTR Expo dengan tema Penertiban Pemanfaatan Ruang, di Lobby Gedung Kementerian ATR/BPN pada Senin (01/03/2021).

Menurut Andy Renald, prinsip restorative justice yang pihaknya jalankan adalah lebih mengedepankan sanksi administratif yang menitikberatkan pada pemulihan fungsi ruang dan denda berdasarkan aturan yang berlaku. Penerapan ini dipilih karena memenuhi rasa keadilan, proporsional serta hasilnya bermanfaat untuk kepentingan umum.

Seperti yang terjadi pada kasus Grand Kota Bintang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Pengembang persempit Sungai Cakung sehingga air kerap meluap ketika hujan. Menurut Andi Renald, saat ini sedang proses pengkajian desain untuk optimalisasi fungsi sungai agar kembali seperti sedia kala. “Tentunya beban sepenuhnya kita kembalikan pada pengembang, kita beri rekomendasi dan pengawasan yang sesuai standar,” tutur Andi Renald.

Lebih lanjut, konsep Restorative Justice dengan pemulihan fungsi ruang ini memiliki alur proses penyelesaian masalah yakni dimulai dari audit. Jika ditemukan pelanggaran maka akan ada mediasi antara pihak terkait, dalam hal ini pelaku dan korban. Kesepakatan yang dibuat tentu berpedoman pada payung hukum yang berlaku, serta adanya pengawasan. “Semua proses dilakukan transparan dan terbuka, tidak boleh ada hal-hal transaksional terkait hukuman,” tambah Andi Renald.

Sebagai tambahan, menurut Andi Renald, konsep restorative justice dengan restorasi lingkungan ini tentu membutuhkan biaya tak sedikit dan memakan waktu yang cukup lama hingga fungsi lingkungan kembali seperti sedia kala. “Pelaku tetap dihukum, dengan sanksi administratif berupa restorasi lingkungan dan denda, yang sesuai aturan berlaku,” tutup Andi Renald. (Has)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.