Minggu, 2 April 23

Tata Niaga Gula Tidak Memihak Kepentingan Nasional

Tata Niaga Gula Tidak Memihak Kepentingan Nasional

Jakarta, Obsessionnews.com – Kebijakan tata niaga gula Indonesia ternyata belum memihak kepada kepentingan nasional, terutama petani tebu dan konsumen gula sendiri yaitu rakyat ndonesia. Dengan mencermati kebijakan dan pratik tata niaga gula yang ada selama ini, di hulu terlihat sangat sarat pengaturan, sementara di hilir terkesan sangat bebas dan kapitalistik karena diserahkan kepada mekanisme pasar.

Dengan mendalami mekanisme dan kebijakan tata niaga gula tersebut, baik impor maupun distribusi di dalam negeri, tidak terlihat ada relevansi antara kebijakan dan praktik tata niaga gula dengan kasus rekomendasi atau dagang pengaruh yang disangkakan kepada Ketua DPD RI Irman Gusman.

Demikian kesimpulan sementara yang disampaikan Koordinator Tim Pengkajian Kasus Irman Gusman di DPR RI, Muhammad Asri Anas dan juru bicara Tim AM Iqbal Parewangi, sebagai hasil diskusi dengan Asosiasi Gula Indonesia (AGI) dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Ruang Rapat Pimpinan DPD RI, Selasa (27/9/2016).

Diskusi ini dilaksanakan dalam rangka pengkajian dan pendalaman oleh Tim Pengkajian Kasus Irman Gusman DPD RI dengan berbagai pihak terkait. Di samping mengundang AGI dan KPPU, tim yang juga akan mengundang pula sejumlah pihak terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Urusan Logistik (Bulog), Asosiasi Pedagang Gula dan Terigu Indonesia (APEGTI), Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), dan pihak lain yang terkait dengan tata niaga gula baik impor maupun distribusi gula dalam negeri.

Selain Asri Anas dan Iqbal, dari Tim 10 DPD hadir Senator Djasarmen Purba (Kepri), Muhammad Afnan Hadikusumo (DIY), Intsiawati Ayus(Riau), dan Ahmad Subadri (Banten). Sedangkan dari AGI hadir Ketua Umum Agus Pakpahan didampingi Dwi Purnomo dan Soekohardjo, dan KPPU diwakili Komisioner Sukarmi didampingi A. Kaylani dan Adi Fajar Ramly.

Tim Pengkajian dibentuk berdasarkan hasil rapat Panitia Musyawarah DPD dan ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPD RI Nomor 01/Pimp./I/2016-2017 tertanggal 19 September 2016. Juru Bicara Tim Pengkajian Iqbal Parewangi mengatakan, dalam melaksanakan tugasnya tim ini menganut sejumlah prinsip. Yaitu objektif, independen, komprehensif, dan zero tolerance.

Impor Terus Meningkat
Dalam penjelasannya, Ketua Umum AGI Agus Pakpahan menjelaskan, bahwa impor gula nasional cenderung terus meningkat sejak tahun 1999. Kondisi ini adalah dampak dari kebijakan tata niaga gula yang diterapkan pemerintah memenuhi Letter of Intent (LOI) dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di mana Bulog sebagai perpanjangan tangan pemerintah dilarang menangani perdagangan komoditas kecuali beras. Atas dasar itu, tata niaga gula diserahkan kepada mekanisme pasar.

Menyerahkan tata niaga gula kepada mekanisme pasar ternyata merugikan petani tebu dan industri gula nasional. Sehingga setelah ada demonstrasi kemudian pemerintah menerbitkan Surat Keputusan (SK) Menperindag Nomor 643/2002 yang mengatur impor dan tata niaga dalam negeri. Pengaturan selanjutnya tata niaga impro gula hanya menghasilkan mekanisme yang ketat di tingkat hulu (impor dan produksi), namun sangat bebas dalam distribusi dalam negeri. Komisioner KPPU Sukarmi mengistilahnya mata rantai distribusi gula ini dengan istilah “gula rasa neolib” saking bebasnya.

Dalam sistem tata niaga yang begitu bebas, dapat disimpulkan, hampir tidak ada celah untuk melakukan intervensi atau pun rekomendasi melalui pengaruh atau kewenangan seorang pejabat di luar sistem tata niaga. Selain itu, kalau pun itu terjadi, ada seseorang atau pejabat publik yang memberikan rekomendasi untuk distribusi gula, itu pun tidak ada aturan yang melarangnya.

Meskipun sudah diatur sedemikian rupa, di mana untuk melaksanakan impor hanya dilakukan oleh BUMN (Bulog, PTP, RNI dan PPI), namun sangat sulit memastikan keakuratan data kebutuhan gula impor tersebut. Secara teroritis, kata Ketua AGI Agus Pakpahan, impor gula adalah untuk melengkapi produksi dalam negeri sehingga dapat mencukupi kebutuhan atau permintaan masyarakat.

Namun dalam realitasnya, angka impor gula terus meningkat sejak tahun 2006 hingga tahun ini. Angka terakhir, jumlah impor gula Indonesia sudah mencapai 3 juta ton per tahun.

Kebijakan impor gula ini, menurut AGI, jelas tidak menguntungkan kepentingan nasional, terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan penyediaan lapangan usaha dalam negeri. “Impor 3 juta ton berarti menghilangkan kesempatan kerja untuk 2,6 juta orang,” kata Agus Pakpapan menjelaskan hitung-hitungannya.

Dalam praktiknya pula, impor gula itu selalu ditujukan ke daerah sentra produksi gula nasional seperti Jawa Timur dan Lampung. Sehingga patut diduga, praktik impor gula ini juga punya maksud terselubung mematikan industri gula nasional.

Bukan Reaksi Kalap
Dalam kesempatan kemarin, Koordinator Tim 10 DPD Asri Anas kembali menegaskan, bahwa Tim Pengkajian DPD ini adalah untuk mengkaji dan mendalami tata niaga gula nasional dan mencari solusi perbaikannya untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Menanggapi pernyataan sementara pihak, termasuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang menyebut pembentukan Tim Pengkajian sebagai bentuk reaksi kalap DPD atau kasus yang menimpa Irman Gusman, senator asal Sulawesi Barat ini memberikan klarifikasi. “Seharusnya Prof. Mahfud melihat persoalan ini dengan kacamata seorang negarawan, dan dengan tetap menjunjung azas praduga tak bersalah,” kata Asri Anas.

Justru ia menyatakan bahwa keberadaan Tim Pengkajian ini untuk mengajak semua pihak, termasuk KPK, agar melihat akar persoalan secara objektif. “KPK menyebut ini pintu masuk untuk membongkar praktek impor dan distribusi gula yang tidak beres. Kami setuju, DPD mendukung, mari kita buka semua. DPD akan mendukung kalau tujuannya adalah untuk kemaslahatan bangsa dan negara Indonesia,” jelasnya.

Akan Didalami Lebih Lanjut
Jurubicara Tim Pengkajian Iqbal Parewangi mengatakan, dari paparan dan diskusi Tim bersama AGI dan KPPU, masalah tata niaga gula ini akan didalami lebih lanjut.”Terkait kasus Pak Irman yang dihubung-hubungkan dengan soal impor gula, itu diurus oleh lawyer. Kami bukan tim pembela, kami Tim Pengkajian,” kata Senator asal Sulawesi Selatan ini.

Terkait soal tata niaga gula ini, salah satu fokus utama Tim Pengkajian, kata Iqbal, adalah mengkajinya dari sisi tugas pengawasan DPD terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat di daerah.

“Bagi kami, dari diskusi yang berkembang bersama KPPU dan AGI dalam rapat tadi (17/9), cukup jelas menunjukkan tidak adanya pengaruh “rekomendasi lisan” dan “dagang pengaruh” seperti yang disangkakan,” kata Iqbal. Justru, katanya, kesimpulan diskusi itu memperkuat pernyataan Menteri Perdagangan dan Dirut Bulog kepada media beberapa waktu lalu, bahwa rekomendasi itu tidak ada pengaruhnya kepada kebijakan impor maupun distribusi gula.

Iqbal menegaskan, fokus Tim Pengkajian adalah terkait tata niaga gula untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu, Tim Pengkajian berpatokan kepada sumber primer dan sumber sekunder, karena itu juga mengundang Direksi Bulog dan Menteri Perdagangan. “Kebijakan pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan dan Bulog terkait tata niaga gula penting dikaji dengan saksama. Terutama dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan gula masyarakat di daerah. Ini menyangkut hajat hidup 250 juta lebih rakyat Indonesia,” katanya.

Menurut Iqbal lagi, kewenangan DPD dalam persoalan ini adalah menyangkut pengawasan. “Kewenangan pengawasan DPD harus optimal. Dan itu akan kami evaluasi dari peningkatan kinerja DPD untuk kepentingan semua daerah dan bangsa.

Dari paparan KPPU dan AGI, terlihat bahwa pengawasan DPD dalam tata niaga gula diperlukan. Karena di sana terungkap, dalam praktiknya tata niaga gula, di hulu berpola sosialis, tetapi di hilirnya sangat kapitalis. “Dan ini menyangkut tata niaga 6,3 juta ton gula dengan nilai perdagangan sekitar Rp79 triliun. Jadi tidak boleh main-main,” kata Iqbal lagi.

Peran pengawasan DPD juga didukung oleh AGI maupun KPPU. “DPD RI harus diperkuat, karena para Senator langsung turun ke masyarakat dan daerah. Termasuk dalam mengawasi implementasi kebijakan pemerintah di pusat maupun di daerah,” kata Komisioner KPPU Sukarmi, sebagaimana disampaikan dalam diskusi. (Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.