Kamis, 25 April 24

Tanpa Standar Pelayanan, Masyarakat Bisa Mati di Tangan Dokter

Tanpa Standar Pelayanan, Masyarakat Bisa Mati di Tangan Dokter
* Marius Widjajarta.

Jakarta, Obsessionnews – Sejak era Orde Baru, Indonesia sudah bergabung ke dalam World Trade Organization (WTO) yang di dalamnya juga tertulis soal sarana kesehatan. Di situ, rumah sakit (RS) dianggap sebagai provider. Sedangkan dokter, perawat serta psikoterapis sebagai pelayan provider.

“Ini persiapan liberalisasi di bidang jasa kesehatan. Jadi, tidak bisa ditolak lagi meski standar pelayanan medis nasionalnya belum ada,” kata  Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, dr Marius Widjajarta, kepada Obsessionnews.com melalui sambungan telepon, Senin (11/1).

Pada tahun 2002, Indonesia masuk ke dalam World Health Organization (WHO) beserta 191 negara lainnya. Dan di sinilah pelayanan kesehatan kemudian menjadi komersial.

“Tapi tetap ditekankan soal norma dan standar pelayanan kesehatan nasional yang baik. Ini artinya sudah diperlukan standar pelayanan kesehatan nasional. Tapi yang ada standar medis di RS masing-masing dan standar dokter,” jelas Marius.

Marius menuturkan, di Kementerian Kesehatan sebenarnya sudah ada rencana membuat standar pelayanan kesehatan nasional. Bahkan, studi banding sudah dilakukan hingga ke Australia. Namun tanpa alasan jelas, hingga sekarang upaya tersebut juga belum dituntaskan.

Dengan tidak adanya standar pelayanan tersebut, bisa jadi masyarakat pengguna jasa dokter dan RS malah terancam. Makanya, kudu segera dibuat berdasar jenjang layaknya akreditasi di perguruan tinggi.

“Tapi juga fasilitasi semua profesi kesehatan termasuk perawat dan terapis sesuai kriteria tadi. Dan unit cost juga harus jelas,” kata dia.

Tanpa standar pelayanan kesehatan nasional, akhirnya masyarakat golongan ekonomi perkasa lebih memilih dokter asing baik yang beroperasi di dalam negeri atau berobat menyeberangi negara lain. Padahal, kata Marius, tak tahu juga mutunya seperti apa.

“Dengan India saja dokter kita bisa kalah. Film saja juga India lebih laku. Kalau ga ada standar nanti bisa seenak perutnya saja,” kata dia. (Mahbub Junaidi)

 

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.