Kamis, 18 April 24

Suyoto Berbagi Pengalaman Tanggulangi Bencana

Suyoto Berbagi Pengalaman Tanggulangi Bencana
* Suyoto atau Kang Yoto saat menjadi salah satu nara sumber di acara Rakornas BNPB, Kamis (25/2/2016).

Jakarta, Obsessionnews – Bupati Bojonegoro Suyoto mengajak para kepala daerah untuk memahami cara penanggulangan bencana alam dengan moto “lesson to learn”. Hal itu dikemukakan Suyoto saat tampil sebagai nara sumber dalam rangkaian acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penanggulangan Bencana seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (25/2/2016).

Menurut Suyoto atau yang biasa disapa Kang Yoto oleh rakyat Bojonegoro, berdasarkan pengalamannya sebagai bupati selama dua periode, bencana alam harus disikapi dengan bijaksana. Antara lain, bencana seharusnya tidak dijadikan lawan melainkan kawan.

“Untuk menangani bencana, berdasarkan pengalaman saya, ada beberapa hal yang penting diperhatikan. Pertama, bila tidak sanggup melawan bencana, sebaiknya berkawanlah. Kedua, bila tidak sanggup menundukan bencana, maka beradaptasilah. Ketiga, bila tidak sanggup sendiri, bersinergilah, dan keempat, ketidaktahuan adalah musuh terbesar dalam mengelola bencana,” ucap Kang Yoto berbagi tip.

Lebih lanjut Kang Yoto mengatakan, Bojonegoro banyak belajar dari pengalaman tertimpa bencana alam. Pengalaman-pengalaman itulah yang membuat Bojonegoro pada akhirnya sukses mengelola bencana.

Saat kekeringan melanda, misalnya, Bojonegoro sukses melahirkan embung sebagai sistem tampungan air dan manajemen air. Dan di saat banjir datang, muncul ide untuk membuat pavingasi di seluruh jalanan, menanam belimbing di bantaran Bengawan Solo, membuat kolam renang agar masyarakat pandai berenang, dan sejuta ide lainnya.

Kang Yoto bersama rakyatnya yang mengungsi saat banjir.
Kang Yoto bersama rakyatnya yang mengungsi saat banjir.

“Kalau pun Bojonegoro dianggap sukses, hal ini dikarenakan Bojonegoro mengartikan bahwa sukses itu hanya datang dari kesanggupan proses memahami inti masalah, bekerja keras, dan bersinergi bersama tanpa henti, tanpa kenal lelah dan tanpa saling menyalahkan,” jelas Kang Yoto.

Di hadapan perwakilan-perwakilan dari BNPB/BPBD se-Indonesia dan beberapa kepala daerah, Kang Yoto menceritakan bagaimana pihaknya menangani banjir di akhir 2007 yang memporakporandakan seluruh Bojonegoro. Saat itu, wilayah yang dalam sejarah tak pernah tersentuh banjir pun luluh lantak tak kuasa menahan limpahan air sungai Bengawan Solo.

“Ketika itu kami gagap, kalang kabut, bingung bagaimana cara menghadapi bencana. Hasilnya, rakyat panik dan menyalahkan pemerintah, cenderung pasif, dan banyak efek negative lainnya seperti tumbuh jiwa peminta,” kisahnya.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro semakin tersudut ketika para aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan partai politik ikut menyalahkan. Tidak cuma itu, media yang miss informasi pun cenderung menyalahkan karena di lapangan resiko kerusakan bencana dan korban kerugian semakin besar.

“Tapi itu dulu. Sekarang berbeda. Kondisi saat ini yang ada di Bojonegoro, kehidupan masyarakat tetap normal meski sedang terjadi bencana dan masyarakat pun semakin produktif. Publik dan media percaya juga pada pemerintah serta hampir tidak ada lagi para aktivis LSM dan parpol yang menyudutkan. Dan kerugian akibat bencana pun semakin bisa diminimalisir,” terangnya.

Kang Yoto di tengah tim penanggulangan bencana Pemkab Bojonegoro.
Kang Yoto di tengah tim penanggulangan bencana Pemkab Bojonegoro.

Menurutnya, masyarakat Bojonegoro saat ini selalu menganggap bahwa bencana adalah berkah. Pasalnya, setiap ada bencana, Pemkab Bojonegoro selalu mampu mencari solusi dengan cara bagaimana memperlakukan bencana.

Sejak 2009 Pemkab Bojonegoro memiliki cara untuk memperlakukan bencana dengan bijak. Diantaranya dengan melakukan analisis kondisi daerah, kondisi sarana, analisis penganggaran, dan sistem mitigasi bencana yang tepat. Hal tersebut berjalan dengan dukungan teknologi infirmasi dan keserasian lembaga terkait, seperti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta selalu mengevaluasi dengan setiap upaya penanggulangan bencana.

“Maka sejak 2009 hingga sekarang, Bojonegoro memiliki filosofi ‘living harmony with disaster. Melalui filosofi itu kami bersama rakyat berharap dapat menurunkan semua potensi masalah, menenangkan rakyat, dan tidak menurunkan ekonomi rakyat,” ujar Kang Yoto.

Dengan filosofi dan upaya penanggulangan seperti di atas, Bojonegoro terbukti tangguh dalam menangani bencana dan rakyat Bojonegoro sama sekali tidak merasa terganggu dengan datangnya bencana. Terkait hal ini, World Bank pun mengakuinya setelah melakukan sejumlah kajian.

Dan tak heran, pada 2014 Bojonegoro dinobatkan sebagai juara umum penanggulangan bencana tingkat kabupaten/kota se-Indonesia oleh BNPB.  (Fath)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.