
Suara Pembaca 1:
Minggu malam sekitar pukul 20 WIB saya membeli 2 plastik kerupuk dari sepasang suami istri tuna netra yang berjualan jalan kaki dibantu tongkatnya dari Slipi hendak pulang ke Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Tadi, Senin malam sekitar pukul 22.30 WIB di seputaran Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, saya membeli 2 bungkus kue semprong dari seorang pedagang pikulan. Dia bercerita sejak pagi berkeliling jalan kaki dan dagangannya sepi.
Ampun GUSTI ALLAH, makin miris hati hamba-Mu ini melihat nasib mereka, yang mungkin juga menjadi garis hidup jutaan rakyat miskin Indonesia lainnya.
Saat para pejabat korup dan politisi busuk bersenang-senang menikmati hasil rampokannya di hari libur dan malam hari, jutaan rakyat dipaksa bekerja keras hanya demi menyambung hidup tak kenal waktu.
Negara makin kehilangan makna, para penguasa lalim semakin semena-mena. Tapi saya yakin bahwa GUSTI ALLAH tak pernah tidur, akan selalu bersama mereka, menjaga yang lemah dan papa.
Jakarta, Selasa dinihari, 240117
Ricky Tamba
Juru Bicara Jaringan ’98
Surat Pembaca 2:
Tadi, Rabu malam sekitar pukul 23 WIB saya minum teh pahit, obat kesehatan yang beberapa bulan ini rutin saya minum, di suatu tempat pinggir jalan di Jakarta Barat.
Karena luang, saya ngobrol akrabkan diri dengan Abang penjual teh pahit yang selalu berpenampilan botak, bercelana pendek dan kaos rapi, serta memakai kalung semacam tasbih.
“Saya bangga berjualan begini karena berkah dan halal. Bingung lihat banyak pejabat sekarang kok pada serakah saat menjabat sampai tak mikirin rakyatnya. Walau untung tak banyak usaha begini, pikiran tenang. Duit cuma beberapa ribu pun tak apa tapi tak rugikan orang lain, tak seperti mental para pejabat sekarang,” ujar Mr. X, sebut saja nama penjual teh pahit tersebut, yang senang bicara politik.
Ternyata Mr. X baru 3 tahun ini pensiun dari perusahaan media terbesar sejak era Orba. Kemudian dia berwirausaha berdagang teh pahit di pelataran sebuah toko dengan meja sederhana, kursi plastik dan perlengkapan untuk memanaskan dan suguhkan teh pahit yang telah memiliki ratusan pelanggan setia tiap malam dia buka beberapa jam.
Mr. X katakan bahwa dia seorang Tionghoa beristrikan perempuan Betawi. Kalung tasbih yang dikenakan digunakan saat kontemplasi tenangkan diri. Masih ada hal menarik lainnya terucap, tapi saya tak bisa berlama-lama ngobrol, karena pelanggan berdatangan minum atau dibungkus.
Malam ini saya dapatkan ilmu berharga, bahwa kebhinnekaan Indonesia masih ada dan hidup ini tak perlu neka-neko, agar tenang dan tak jadi parasit bagi negara seperti pejabat korup dan politisi busuk yang dibenci Mr. X, dan pasti jadi musuh jutaan rakyat Indonesia.
Semoga saja saya dan politisi muda lainnya terus setia dengan cita-cita perjuangan politik, serta tawakal dan tawadhu dalam kehidupan pribadi, agar Mr. X dan jutaan rakyat tak terus jatuh dalam kekecewaan dan memiliki harapan untuk masa depan NKRI yang lebih baik dan berkeadilan. InshaALLAH!
Jakarta, Kamis dinihari, 260117
Ricky Tamba, S.E.
Juru Bicara Jaringan ’98
WA. +6281272313198