Sabtu, 20 April 24

Suara Azan dengan Pengeras Suara Diizinkan di Minneapolis, AS

Suara Azan dengan Pengeras Suara Diizinkan di Minneapolis, AS
* Ilustrasi Muslimah pergi ke masjid di AS. (RTR/BBC)

Minneapolis, Amerika Serikat (AS), mengizinkan azan dikumandangkan secara terbuka dengan pengeras suara. Diharapkan suara azan membantu mengedukasi tentang agama Islam.

Minneapolis menjadi kota besar pertama di Amerika yang mengizinkan azan dikumandangkan dan dipancarteruskan secara terbuka melalui pengeras suara. Kota terbesar di negara bagian Minnesota tersebut adalah tempat tinggal bagi sejumlah besar pengungsi dari Somalia yang dilanda perang.

“Kami adalah bagian dari komunitas. Sebagai warga negara Amerika, kami merasa, kami belum mendapatkan hak kami sepenuhnya karena bagian dari hak kami sepenuhnya adalah azan, salat,” kata Yusuf Abdulle dari Asosiasi Islam Amerika Utara.

Sejauh ini hanya masjid Dar Al-Hijrah yang mengumandangkan panggilan salat itu melalui pengeras suara. Masjid yang terletak di kawasan kota Ceder-Riverside itu menyiarkan azan tiga kali sehari.

Dar Al-Hijrah memasang dua pengeras suara (loudspeaker) besar di atap bangunan masjid untuk memanggil muslim di kawasan itu yang mayoritasnya adalah orang-orang Somalia. Wali Dirie, Direktur Eksekutif Masjid Dar Al-Hijrah, membuka kotak penutup dari kayu yang melindungi pengeras suara itu dari cuaca.

“Ini adalah penutupnya. Kalau hujan, kami naik ke sini dan menutupnya,” katanya.

Masing-masing pengeras suara itu menghadap ke satu set gedung apartemen bertingkat yang menampung ratusan keluarga dan warga lanjut usia.

Dari Dar Al-Hijrah, hanya 10 menit berkendara, di Minneapolis Selatan terletak Pusat Islam dan Masjid Abubakar As-Saddique. Imam Mowlid Ali baru saja selesai memimpin salat Zuhur. Ia menjelaskan tentang azan.

“Azan disampaikan dalam bahasa Arab. Secara linguistik artinya mengumumkan kepada semua orang bahwa waktu salat telah tiba,” katanya.

Di Minneapolis terdapat lebih dari 20 masjid. Seperti umumnya masjid di sana, Pusat Islam dan Masjid Abubakar berencana mengadakan pertemuan dengan tetangga mereka terlebih dahulu sebelum mengumandangkan azan secara terbuka mulai minggu depan.

“Jadi, kota telah menyetujui (dikumandangkannya azan), tetapi sebagai masjid, kami ingin benar-benar membeli sistem pengeras suara yang baru. Dan kami juga ingin menginformasikan kepada masyarakat di sekitar, mengajak mereka terlibat, dan memberi tahu mereka tentang keputusan itu bahwa kami sebenarnya akan mengumandangkan azan secara terbuka,” kata Mowlid Ali.

Dengan dikumandangkannya azan, Imam Ali berharap, masjid akan membantu mengedukasi tetangganya tentang agama Islam.

Di ujung jalan, dalam jangkauan suara azan, terletak Gereja Lutheran Santo Paul di mana pendeta Hierald Osorto memimpin jemaat di sana. Ia tidak keberatan mendengar azan berkumandang. “Saya telah melihatnya,” kata Osorto, mengacu pada keragaman dan inklusi kawasan perumahan itu.

“Saya datang ke pesta komunitas tempo hari, dan di sana hadir keluarga orang-orang Somalia. Ada keluarga orang-orang Haiti, orang-orang Latin, semua berkumpul. Dan saya membacakan doa. Ibu Somalia menyampaikan doa dalam bahasa Arab, dan yang lain menyampaikan sesuatu (dalam bahasa mereka). Dan mereka tidak tahu bahasa masing-masing, tetapi mereka tahu bahwa mereka ada di sana untuk komitmen bersama bagi komunitas,” ujarnya.

Seoraang perempuan berjalan dengan payung melewati dinding sebuah bangunan di mana sejumlah gambar dari tahanan kelompok separatis Basque (ETA) tersemat pada bangunan tersebut yang terletak di Desa Hernani, wilayah utara Spanyol, pada 2 Mei 2018. (Foto: AP/Alvaro Barrientos)

Kantor berita Associated Press menanyakan soal azan ini kepada kelompok lain dalam lingkungan itu. Kelompok itu mengatakan, walaupun belum ada diskusi formal, mereka memperkirakan sebagian besar penduduk akan menerima.

Seperti di Indonesia, Somalia, dan sebagian besar negara dengan mayoritas penduduk Muslim, kumandang azan bisa didengar dengan keras, lima kali sehari. Namun di Minnesota dan negara bagian lain di Amerika, ada pembatasan peraturan kebisingan.

Mohamad Mood belum lama ini bermigrasi ke Minnesota dari Somalia. Ia dan imigran lain memaklumi bahwa situasinya lebih rumit di Amerika, tetapi ia mengatakan, “Saya harap (pembatasan) itu akan dipertimbangkan kembali dan orang-orang memahaminya dan kemudian suara azan dikumandangkan sedikit keras supaya saya bisa mendengar.” (VOAIndonesia/Red)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.