Jumat, 19 April 24

Stabilitas Ekonomi Era Soeharto Lebih Stabil

Stabilitas Ekonomi Era Soeharto Lebih Stabil
* Fachri Ahmad

Padang, Obsessionnews – Plus minus kepemimpinan presiden selalu ada, tergantung dari cara pandang seseorang melihat dari sisi mana. Zaman pemerintahan Presiden RI Soeharto tidak selalu dipandang negatif. Demikian juga dengan era Presiden Soeharto pertama hingga era reformasi. Dua sisi tersebut selalu ada dalam kehidupan.

Ketua Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Profesor Fachri Ahmad mengatakan, stabilitas ekonomi pada zaman Soeharto lebih stabil dan terkendali dibanding sekarang. Bahkan pada masa Presiden RI Susilo Bambang Yoduyono, perekonomian lebih terkendali. Sekarang perekonomian dipertaruhkan dengan terjadinya pelemahan rupiah.

“Cobalah lihat dolar kita berapa. Sudah berapa lama perekonomian itu tidak stabil,” kata Fachri kepada obsessionnews.com, Selasa (26/5).

Lalu kemudian, kenapa rakyat tidak menyukai kepemimpinan Soeharto yang kemudian dilengserkan pada Mei 1998, menurut Fachri Ahmad karena masyarakat tidak menghendaki Soeharto terlalu lama berkuasa. Masyarakat melihat bahwa pemerintahan saat itu berpotensi untuk cenderung menggunakan kekuasaan, bahkan kekuasaan yang berlebihan (device of power).

Menurutnya, kekuasaan Soeharto saat memimpin sangat dominan dan menggunakan kekuasaan secara berlebihan, karena saat itu Partai Golkar merupakan partai penguasa (singgle majority). Ketika penguasa menunjukkan kekuasaan secara berlebihan, maka akan terjadi ketimpangan demokrasi serta berakibat tidak baik dalam pembangunan demokrasi.

Seiring pergantian kekuasaan, secara perlahan, dominasi kekuasaan oleh pemerintah yang berkuasa, mulai berkurang. Pasca reformasi, demokrasi secara berangsur mulai dibenahi, meskipun masih banyak yang menerjemahkannya secara tidak benar.

“Jadi lebih baik-lebih baiknya itu, relatif yah. Dari sisi apa? Dari sisi keamanan, benar. Dari sisi kestabilan, oke. Yang tidak oke itu ada exivious of power namanya,” kata Fachri.

Indonesia sebagai negara yang menjungjung demokrasi, penguasa yang menunjukkan kekuasaan yang terlalu berlebihan tidak sehat dalam membangun demokrasi. Dampaknya terhadap pembangunan demokrasi tidak berkembambang karena masyarakat merasa terbelenggu.

“Inilah gambaran demokrasi waktu itu, tidak nampak. Itu perbedaannya, antara zaman ke zaman,” ujar Fachri.

Lebih lanjut Fachri mengatakan, Soeharto dilengserkan Mei 1998, masyarakat menghendaki ada perubahan demokrasi. Namun, perubahan yang dikehendaki terkadang kebablasan dan tidak terkendali.

Penataan birokrasi, zaman Soeharto dinilai sangat tajam dan hirarkinya terbaca dengan jelas. Zaman sekarang sangat sulit membaca hirarki dalam birokrasi. Akibat sistem demokrasi yang dibangun terlalu terbuka, sehingga malah muncul istilah demokrasi yang kebablasan dan rasa saling menghormati sudah mulai luntur satu sama lain.

“Antara bupati/walikota terhadap gubernur bahkan terhadap menteri, orang menganggap itu, oke-oke saja. Dulu, harus jelas. Ini menteri, ini gubernur dan ini bupati/walikota. Jadi jelas sekali, ini komandan dan ini anak buah. Jelas dan tegas. Kenapa, karena kekuasaan tadi. Power. Power itu sangat menonjol,” ujar mantan Wakil Gubernur Sumbar periode 1999-2004.

Menyinggung persoalan perilaku korupsi, sudah terjadi dan ada sejak dulu. Namun perilaku tersebut berbeda pada zamannya. Semasa Soeharto berkuasa, nyaris tidak diketahui, karena tidak diungkap secara transparan. Lain halnya setelah pergantian Soeharto, prosesnya dilakukan secara transparan.

Pemberantasan korupsi sekarang dilakukan secara lebih transparan, sehingga perilaku demikian banyak terungkap. Sementara, sebelumnya, tidak banyak diketahui karena faktor kekuasaan tidak memberikan keleluasaan untuk dibuka secara terbuka.

“Korupsi sudah ada sejak dahulu, hanya tidak bisa diekspos. Tidak dikembangkan ceritanya seperti sekarang. Zaman Soeharto kita tidak bisa membaca. Kita tidak mampu membaca korupsi itu. Berapa besarnya kita tidak tahu karena tidak diungkap. Lalu bagimana kita memperkirakannya,” sebut Fachri.

Menurut Fachri, perilaku yang menonjol zaman Soeharto, malah kolusi dan nepotisme. Namun tidak bisa ditekan, karena saat itu tidak memungkinan untuk dilakukan. Di era sekarang, dengan mudah bisa diketahui.

“Sekarang terbuka, seakan-akan korupsi yang sekarang lebih banyak. Ndak bisa dibanding-bandingkan. Bagaimana membandingkannya, kecuali pada waktu itu bisa diperhitungkan berapa kehilangan aset negara. Kalau ada data-data berapa aset negara yang hilang dan kerugiana negara di zaman itu, dibandingkan dengan kerugian negara sekrang, barulah bisa kita bandingkan. Tergantung pada data itu,” ujar Fachri. (Musthafa Ritonga)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.