Jumat, 26 April 24

Soal Sistem Proporsional Tertutup, Analis Unas: Kita Harus Belajar dari Kesalahan Pemilu 2019

Soal Sistem Proporsional Tertutup, Analis Unas: Kita Harus Belajar dari Kesalahan Pemilu 2019
* Analis politik dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting. (Foto: Istimewa)

Obsessionnews.com – Analis politik dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting angkat bicara soal pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengembalikan lagi sistem proporsional tertutup jelang Pemilu 2024 bakal mengacaukan situasi. Selamat menegaskan, elite negeri harus belajar dari kesalahan Pemilu 2019.

Selamat mengingatkan masalah seperti ini, bukan baru pertama kali terjadi. Sebab pada era Presiden SBY pun, empat bulan menjelang pelaksanaan Pemilu 2009, sistem Pemilu diubah hasil dari uji materiil di MK, dari sistem proporsional tertutup menjadi terbuka.

Baca juga: Selamat Ginting: Apabila Sistem Proporsional Terbuka Diterapkan, Jangan Ada Penumpang ‘Gelap’

“Saat itu tidak ada kekacauan politik. Mengapa sekarang SBY khawatir terjadi kekacauan politik? Nyatanya pada Pemilu 2009 era Presiden SBY tidak ada kekacauan politik,” ungkap Ginting menanggapi kekhawatiran SBY yang disampaikan kepada wartawan.

Mestinya, kata dia, elite negeri belajar dari kesalahan Pemilu 2019 lalu, sebagai salah satu Pemilu yang menggunakan sistem proporsional terbuka dengan predikat terburuk dalam sejarah Pemilu Indonesia. Buktinya, hampir 900 orang Panitia Pemungutan Suara (PPS) meninggal dunia.

“Siapa yang bertanggung jawab atas kematian hampir 900 orang PPS? Betapa beratnya petugas pemungutan suara untuk menghitung perolehan suara dari masing-masing calon anggota parlemen DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Berapa banyak partai peserta Pemilu? Berapa banyak calon dari masing-masing partai politik? Berapa banyak daerah pemilihan? Belum lagi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah dari 34 provinsi saat itu,” kata Ginting.

Baca juga: Selamat Ginting: Laksamana Muhammad Ali Cocok Jadi KSAL

Diungkapkan, jika Pemilu 2024 tetap dilakukan dengan sistem proporsional terbuka sekaligus secara serentak untuk memilih Presiden, Gubernur, Bupati, dan Walikota, maka kemungkinan korban petugas pemungutan suara akan semakin bertambah lagi bisa lebih dari 1.000 orang yang meninggal dunia. Sehingga Indonesia akan dicap sebagai negara paling buruk dalam penyelenggaraan Pemilu, karena banyaknya anggota PPS yang meninggal dunia.

Menurutnya, sudah cukup uji coba pemilu dengan sistem proporsional terbuka selama tiga kali pelaksanaan Pemilu (2009, 2014, 2019) dan kini saatnya dievaluasi. Selain itu, ongkos politiknya terlalu mahal jika Pemilu serentak yang direncanakan pada 2024 dilaksanakan secara sistem proporsional terbuka.

Dengan sistem proporsional tertutup, lanjutnya, sekaligus bisa menekan biaya Pemilu menjadi lebih murah. Bukan para bohir atau pemilik modal yang mengendalikan pemilu. Partai politik menjadi satu-satunya pengendali dana kampanye. Sistem proporsional tertutup juga bisa menutup persaingan tidak sehat para calon anggota legislatif di dalam satu partai politik. (Gia)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.