Rabu, 29 November 23

Soal Pulau Rempang Harus Kosong 28 September, Fahira Idris Nilai Bukan Narasi Komunikasi Baik

Soal Pulau Rempang Harus Kosong 28 September, Fahira Idris Nilai Bukan Narasi Komunikasi Baik
* Anggota DPD RI Fahira Idris. (Foto: Twitter @fahiraidris)

Obsessionnews.com – Anggota DPD RI Fahira Idris  menilai narasi soal tenggat waktu pengosongan wilayah Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau, sampai 28 September 2023 demi pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City kontraproduktif di tengah upaya Pemerintah yang ingin mencari titik temu persoalan ini.

“Hemat saya, adanya narasi Pulau Rempang harus kosong sampai 28 September 2023 bukan narasi komunikasi yang baik. Narasi ini terkesan seperti monolog, padahal yang dibutuhkan saat ini adalah dialog atau mengedepankan komunikasi dengan warga yang terdampak,” kata Fahira di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, dalam keterangan tertulis, Selasa (19/9/2023).

 

Baca juga:

Fahira Idris: Pendaftaran Capres/Cawapres Dimajukan Menguntungkan Pemilih 

Fahira Idris: Debat di Kampus Menguntungkan Capres, karena Terhubung Langsung dengan Pemilih Muda

Fahira Idris Nilai Polusi Udara Jakarta Turunkan Kualitas Hidup dan Produktivitas Warga

 

 

Menurut senator dari daerah pemilihan DKI Jakarta ini, narasi Pulau Rempang harus segera dikosongkan sama saja menyempitkan ruang dialog dengan warga yang seharusnya saat ini dibuka seluas-luasnya.

“Saya berharap narasi soal tenggat waktu pengosongan ini tidak lagi dikemukakan karena saat ini warga masih menolak direlokasi dari lahan yang sudah mereka tinggali turun-temurun,” tegas Fahira.

Dia berpendapat persoalan PSN Rempang Eco City yang ditolak warga Pulau Rempang tidak bisa hanya disimpulkan persoalan komunikasi saja. Berbagai studi kasus soal penolakan pembangunan termasuk di Indonesia yang mengharuskan adanya relokasi warga dari lahan dan tempat tinggalnya, penyebabnya tidak tunggal bahkan dapat dikatakan cukup kompleks.

Oleh karena itu, katanya, jika Pemerintah ingin mendapatkan titik temu dari persoalan PSN Rempang Eco City, maka pendekatannya juga harus komprehensif dan tidak menjadikan tenggat waktu sebagai patokan.

“Adanya konflik warga dengan aparat akibat pengembangan Rempang Eco City yang akan menjadi daerah industri, perdagangan, dan wisata ini membuktikan bahwa Pulau Rempang bukanlah tanah kosong. Harus ada opsi-opsi lain, selain merelokasi warga terutama yang ada di 16 Kampung Melayu Tua yang diperkirakan sudah ada di pulau ini sejak ratusan tahun lalu,” pungkas Fahira. (arh)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.