Kamis, 25 April 24

Soal Gula Perbatasan, Pemerintah dan DPR Dinilai Masih Diskriminatif

Soal Gula Perbatasan, Pemerintah dan DPR Dinilai Masih Diskriminatif

Imar
Jakarta-Asosiasi Pengusaha Gula dan Terigu Indonesia (Apegti) menghimbau kepada masyarakat perbatasan Kalimantan Barat agar gula konsumsi cukup dengan menggunakan izin perjanjian perdagangan lintas batas Indonesia dan Malaysia. Dimana setiap rakyat perbatasan dapat berbelanja kebutuhan pangan dari negara tetangga sebesar 600 ringgit Malaysia sesuai dengan perjanjian sosekmalindo.

“Hanya dengan izin perdagangan lintas batas, masyarakat bisa mendapatkan gula dengan cara yang syah dan halal meski jumlahnya terbatas. Karena Kementerian Perdagangan tidak mampu mengadakan dan  mendustribusikan gula konsumsi kepada masyarakat perbatasan,” kata Ketua Apegti Natsir Mansyur di Jakarta, (1/7/2013).

Menurut Natsir, kebijakan gula konsumsi Kemendag masih diskriminatif terhadap masyarakat perbatasan. Kondisi hingga saat ini masih terjadi disparitas harga yang tinggi antara gula impor dari Malaysia Rp.9.000,/kg dengan gula dari Jawa yang mencapai Rp.15.000/kg. “Tentu rakyat perbatasan pilih harga gula murah. Masalahnya, jumlah yang ditentukannya terbatas sehingga memicu impor ilegal yang terjadi terus menerus,” kata dia.

Apegti meminta kepada aparat di perbatasan untuk melegalkan kebijakan impor gula dengan menggunakan pos lintas batas dan meminta kepada Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) agar membenahi masalah ini, karena rakyat perbatasan merupakan bagian dari NKRI yang juga memiliki hak untuk bisa menikmati gula murah, bukan diberikan gula mahal.

“Ini pun kalau ada gulanya dari Jawa yang harganya jauh lebih mahal. Tapi selama ini gula dari Jawa susah ditemui,” kata Natsir.

Apegti menilai, kebijakan Menteri Perdagangan dengan memberikan impor raw sugar sebanyak 240 ribu ton kepada 3 perusahaan gula yang berbasis tebu tidak tepat.

“Kebijakannya spekulatif, tidak ekonomis, karena sampai saat ini gula yang diperuntukan untuk rakyat perbatasan tidak ada realisasinya,” ungkap Natsir.

Atas semua permasalahan tersebut, Apegti meminta BPK untuk segera melakukan audit investigasi, dan KPK segera aktif terhadap kebijakan Kemendag terkait masalah impor raw sugar.

“Sudah banyak kasus, tetapi saya heran KPK tidak menyentuh laporan yang masuk, ini mirip kasus daging impor,”jelasnya.

Apegti juga menyayangkan sikap aparat yang terlalu reaktif terhadap impor gula rakyat perbatasan yang menggunakan izin belanja dengan mengunakan perjanjian sosekmalindo.

“Padahal masalah penyeludupan dan kriminal sudah ada polisi yang bertugas mengurus masalah ini, kita juga menyayangkan Panja gula DPR RI tidak akomodatif terhadap rakyat perbatasan,” tandas Natsir.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.