Jeddah, obsessionnews.com —Buruh migran bukan saja pahlawan devisa, tapi dia juga pejuang kesejahteraan keluarga. Demi niat mulia dia berpetualang meninggalkan keluarga, terbang jauh ke negeri orang. Rasa pedih karena perpisahan rela ia tahan, meski jiwa serasa terbelah. Buah hati belahan jiwa ia tinggalkan, bahkan ketika masih di usia balita.
Baca juga:
Berdayakan Pekerja Migran, Pegadaian Berkolaborasi Dengan BP2MI
Singapura Karantina 20.000 Pekerja Migran Tanpa WNI
Kemen PPPA Gelar Pelatihan Penguatan Mental Calon Pekerja Migran Indonesia
Orang juga bilang buruh migran adalah pendekar ekonomi keluarga. Dalam jiwanya terbisik “sumpah mulia,” akan kembali dari perantauan ke tengah keluarga membawa kabar bahagia. Ia sadar terpaksa merelakan buah hati tersayang lepas dari pangkuan, walau dengan hati yang teriris dan perasaan bersalah. Kelak rasa bersalah itu akan ia tebus dengan kebahagiaan. Janji dalam dirinya,”Tirakatku hanya untuk Engkau. Aku berpisah untuk kembali. Yakinlah, hidup kita akan indah pada waktunya.”
Namun, kenyataan hidup itu bukanlah khayalan. Perjalanan hidup kadang tak seindah yang dibayangkan. Impian boleh terukir indah, meski kenyataan kadang tak sesuai asa.
Halaman selanjutnya