Jumat, 19 April 24

Sistem Visa Calon Jemaah Haji Indonesia Keliru!

Sistem Visa Calon Jemaah Haji Indonesia Keliru!

Jakarta, Obsessionnews – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Ahmad Jajuli membeberkan, salah satu permasalahan haji adalah saat ini banyak jamaah yang siap berangkat namun belum punya visa haji dari kedutaan besar Saudi Arabia.

“Sistem kita ini keliru, seharusnya yang diprioritaskan adalah proses visa-nya dahulu, baru memasukkan muatan antrian per kloter penerbangan. Kalau sekarang kan terbalik, jadi dimasukkan dulu muatan antrian, maka  mereka yang sudah siap berangkat bisa saja terpisah kloter dengan keluarganya akibat belum adanya kepastian visa,” ungkap Jajuli pada dialog ‘Senator Kita’ di Hall Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (30/8/2015)

Jajuli memaparkan, saat ini sudah ada aplikasi pelayanan e-haji atau e-hajj jadi diprioritaskan untuk naik haji adalah bagi mereka yang belum naik haji. “Jadi secara online data seseorang sudah naik haji atau belum bisa di cek dengan aplikasi e-hajj, namun untuk ini kementerian agama harus siap begitu pula dengan pemerintah melalui validitas e-ktp karena hal ini berkaitan dengan penerapan aplikasi e-hajj,” tandasnya.

Senator Kita 2

Menurut Jajuli, kesiapan dari kedutaan besar Arab Saudi juga penting agar pelaksanaan tidak ada hambatan. Pemerintah saat ini mengedepankan IT, sehingga pemesanan hotel untuk jamaah sudah bisa dilakukan secara online.

“Prioritas kita sekarang adalah kenyamanan bagi jamaah, walaupun lokasi hotel masih di kawasan Kabah yang tidak terlalu dekat, tapi fasilitasnya diutamakan sehingga tidak ada lagi ceritanya lift nya macet, listrik padam,” jelas Jajuli yang baru saja kembali dari Mekkah dalam rangka pengawasan pelaksanaan Ibadah Haji.

Ia pun menerangkan soal kesehatan jamaah haji, “Kita sudah mendapat persetujuan dari otorisasi kesehatan haji untuk memberi kewenangan ke rumah sakit bandara, jika memang di periksa dokter pelabuhan dan ternyata kondisi kesehatannya tidak memungkinkan maka tidak boleh berangkat walaupun lampiran kesehatannya menyatakan jamaah sehat,dan  nah ini mulai berlaku tahun ini,” tuturnya.

Senator Kita 3

Jajuli menegaskan, pelayanan kesehatan di Madinah, itu berbeda dengan Pelayanan kesehatan di Mekkah. “Di Madinah puskesmas di pemondokan itu tidak boleh melakukan tindakan medis dan bahkan untuk infus,” tandas dia.

“Jadi, cuma pencegahan dan pemberian obat saja, sedangkan di mekkah kita sudah ada pelayanan kesehatan yang maksimal jadi disana ada 8 tempat tidur dimana 4 ICU dan 4 yang reguler, nah di mekkah ini sudah boleh dilakukan tindakan medis,” tambahnya.

Ia mengungkapkan, mengapa di Madinah dan Mekkah berbeda pelayanannya karena di Madinah itu jamaah datang masih dalam kondisi fit karena baru datang dan belum melaksanakan ritual ibadah maka mereka cenderung masih fit.

“Sedangkan  di Mekkah itu kondisinya beda dimana krowditnya luar biasa di mina, air terbatas, desak-desakan disana maka di mekkah lah yang disiapkan lebih optimal oleh pemerintah,” tegas Jajuli.

Senator Kita 4

Jajuli  menyampaikan, tim kesehatan bagi jamaah haji sekarang manajemennya lebih baik karena sudah mengkategorikan jamaah menjadi tiga. “Saat ini jamaah diberikan gelang dengan warna yang berbeda sesuai dengan tingkat kesehatannya, gelang merah untuk lansia dan sakit beresiko, gelang kuning sakit tapi tidak beresiko, gelang hijau itu untuk yang sehat, nah hal ini bisa menjadi pedoman tim medis di lapangan,” paparnya.

Hal lain yang dibahasnya adalah tentang buku panduan haji. Pelaksanaan haji selalu 14 hari lebih awal setiap tahunnya. “Jika jamaah yang akan berangkat belum mendapat buku panduan dan  untuk pencetakan menggunakan sistem anggaran  yang prosesnya satu bulan, maka hal ini akan menghambat kenyamanan jamaah,” ujar Jajuli.

Dicontohkan, sSeperti di Maluku Utara itu jamaah haji baru mendapatkan buku panduan diberikan menjelang keberangkatan. “Makanya ini oknum petugasnya harus di berikan semacam sanksi yang jelas dan tegas agar hal ini tidak terjadi lagi,” pungkapnya.

Jajuli juga mengingatkan bagi para jamaah agar mempersiapkan diri terhadap cuaca Mekkah. “Saat ini cuaca disana 45 derajat maka kesehatan dan perlengkapan tambahan seperti payung juga harus disiapkan,” tuturnya.

Menyoroti kesiapan jamaah haji, Jajuli menyampaikan agar jamaah harus faham tentang dasar-dasar ilmu berhaji untuk bekal haji. “Kegiatan seperti manasik yang berkualitas, mengaji dan dasar komunikasi di Mekkah menjadi penting, agar bisa menjadi haji Mabrur, makanya pembekalan ini harus dilakukan dengan penuh kesadaran, intens dan berkelanjutan sambil menunggu antrian haji,” tandasnya.

Senator Kita 5

Sementara itu narasumber lainnya, Ketua Umum Majelis Rabitha Haji Indonesia, Ade Marfudin, mengatakan permasalahan saat ini bukan hanya  sekedar visa dan pemondokan, tapi juga masalah di rekrutmen petugas. “Banyak petugas yang menjadi oknum dalam pelaksanaan ibadah haji, dan kenapa pendaftaran haji  begitu panjang bisa  14-20 tahun maka ini harus ditemukan formulanya,” jelasnya.

Ade juga membahas tentang transportasi penerbangan untuk ibadah haji. “Transportasi kita memerlukan dua maskapai, kita dealnya kan hanya dengan 2 penerbangan saja yaitu garuda dan saudia, nah ini harusnya bisa diperbaiki agar kontrak penerbangan ini bisa lebih diperluas untuk meminimalisir panjangnya antrian haji,” ungkap dia.

Membahas tentang e-hajj menurut Ade  dengan e-hajj itu tidak bisa berhaji berkali-kali, namun karena sistem kita belum siap maka masih sering terjadi haji yang sudah berhaji, “Di form isian calon jamaah itu sebenarnya ada isian sudah berhaji atau belum, nah ini banyak yg berbohong dengan mengisi form dengan keterangan belum berhaji, padahal sudah berhaji berkali-kali,” jelas Ade.

“Dan  verifikasi selanjutnya itu sebenarnya ada di passport karena sudah ada stempel visa nya yang bisa menjadi track record hajinya, maka bukan cuma tugas pemerintah saja untuk mengecek tapi juga harus kordinasi dengan pihak imigrasi agar orang tidak berhaji berkali-kali,” tegasnya saat menyampaikan permasalahan jamaah yang bisa berhaji berkali-kali sedangkan antrian yang belum pernah berhaji masih banyak.

Senator Kita 6

Ade juga menyampaikan bahwa banyak data kesehatan tidak valid karwna menggunakan teat urin dari milik orang lain agar bisa berangkat haji, “data tidak valid seperti jamaah yang hamil yang  saat pengecekan kesehatan menggunakan data orang lain akhirnya sampai bandara disana melahirkan seperti tahun kemarin, nah hal ini jangan sampai terjadi lagi,” harapnya.

Wakil Ketua Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), Imam Addaruqudni, dalam form yang sama juga menyampaikan bahwa e-hajj lebih kepada sekuritas Saudi. “Di Saudi itu hanya input data saja, jadi disana tidak ada urusan untuk melakukan jadi filter karena filter atau verifikasi itu ada di negara masing-masing”, ujarnya.

“Di negara kita ini jamaahnya banyak  itu masalahnya,  kalau di negara lain itu boleh berhaji berkali-kali,” imbuhnya.

Imam menilai, Dirjen Haji harus bertanggung jawab tentang permasalahan visa ini, manajemen dari atas kebawah ini harus beres agar jamaah merasa nyaman dan dilayani. “Kalau orang besok akan naik haji, maka visa harus sudah siap jauh hari sebelumnya, jangan mepet dan tidak perlu ada isi isi form dan lain-lain,” tegasnya.

Menurut Imam, banyak buku hijau tentang kesehatan calon jamaah tidak diisi dengan baik. “Sseharusnya bisa digunakan untuk penyediaan layanan kesehatan di arab saudi, makanya harus valid  data yang di isi, jadi obat yang disediakan pun bisa lebih lengkap!” serunya. (Ars)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.