Jumat, 26 April 24

Sisi Lain Ketua Bawaslu RI Abhan, Sang Pengawas ‘Suara’

Sisi Lain Ketua Bawaslu RI Abhan, Sang Pengawas ‘Suara’

“Alhamdulillah, Nggak Ada yang Neko-neko”

 

Tenang, santun, dan tegas, begitu sosok seorang Abhan, Kepala Bawaslu RI. Di tengah kepadatan kerjanya, ia mempersilahkan tim Obsession Media Group mewawancarainya. Ia bercerita mulai dari hal serius dalam kapasitasnya sebagai seorang pejabat publik penyelenggara Pemilu hingga hal-hal ringan yang dilakukannya. Berikut petikannya:

Tampaknya kesibukan kerja Bapak semakin tinggi?

Ya, beginilah. Kerja Bawaslu dalam melakukan pengawasan Pemilu ini membutuhkan waktu yang padat. Tahapan yang sudah dimulai, hampir dua tahun. Kami berlima (Komisioner Bawaslu berjumlah 5 orang-red) ini, dilantik sekitar bulan april (2017), hampir dua tahun periode kami. Tentu tugas pokok kami adalah harus mengawasi tahapan Pemilu 2019.

Bagaimana Bapak menilai Pemilu 2019 ini?

Pemilu 2019 ini adalah pemilu yang sangat kompleks karena untuk pertama kalinya Pileg dan Pilpres diadakan serentak. Tentu, kosekuensinya adalah pada ritme dan intensifitas kerja dari pengawas Pemilu. Keseharian kami di Bawaslu RI, terkonsentrasi pada tugas-tugas pengawasan terhadap Pemilu 2019. Mulai dari tahapan pemutakhiran data pemilih, kampanye, pendapat umum, pengawasan logistik dan pemilihan, serta pemungutan dan penghitungan suara.

Bagaimana ceritanya Bapak dari seorang advokat beralih sebagai pengawas Pemilu?

Jadi, saya memang profesi awal sebagai advokat. Kemudian pada tahun 2009, pertama kali saya masuk ke dalam penyelenggara Pemilu, menjadi Ketua Panwaslu Provinsi Jawa Tengah.

Kemudian, dilanjut pada 2012. Untuk Pemilu 2014, saya juga masih menjabat Ketua Provinsi Bawaslu Jawa Tengah. Lalu 2017, saya menjadi Ketua Bawaslu RI.

Bisa diceritakan kenapa Bapak tertarik terjun di dunia penyelenggara Pemilu, khususnya sebagai pengawas, dari dunia hukum atau lawyer?

Saya kira, Bawaslu adalah lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa dalam pengawasan Pemilu. Artinya, kehadiran Bawaslu dalam Pemilu ini menjadi Check and Balance dalam seluruh proses tahapannya. Jadi, awalnya memang KPU sendiri tanpa adanya pengawasan dari lembaga resmi. Karenanya, diharapkan dengan keberadaan Bawaslu, Pemilu atas dasar Jurdil akan bisa terwujud dengan adanya Check and Balance dari Bawaslu. Dengan seluruh jajaran kami hingga tingkat bawah, ingin mewujudkan Pemilu yang betul-betul Luber dan Jurdil. Juga untuk menegakkan keadilan Pemilu bagi peserta Pemilu kali ini. Saya kira, ini kenapa Eksistensi dari Bawaslu diharapkan.

Apa bedanya menjadi pengawas Pemilu dengan lawyer?

Saya kira apa yang saya kerjakan di dunia lawyer, tidak jauh berbeda dari apa yang saya kerjakan saat ini. Apalagi kini fungsi dan tugas Bawaslu, banyak bersentuhan dengan persoalan hukum. Misalnya, menjalankan tugas dan fungsi peradilan atau yudikasi dengan sidang yang terbuka. Menurut saya, itu seperti bagian dari keseharian saya waktu menjadi advokat. Kemudian, saat ini proses yudikasi dan peradilan saya sebagai pihak yang memimpin sidang.

Sementara, kalau dulu, saat menjadi pengacara adalah pihak kuasa hukum pemohon, kuasa hukum terdakwa. Kini, menjadi pihak yang memberikan keputusan yang bersidang dalam proses yudikasi, baik sengketa maupun di pelanggaran administratif. Saya kira itu tidak jauh berbeda dari dunia saya lawyer atau advokat sama di dunia penyelenggara Pemilu.

Ketika Bapak beralih profesi bagaimana tanggapan keluarga ?

Alhamdulillah, selama menjadi Ketua Bawaslu, keluarga sudah mendukung atas apa yang menjadi pilihan saya ini. Itu yang menjadi dorongan pribadi saya, keluarga yang sangat mendukung.

Memang awalnya, mereka sempat kaget, kok kerjanya tidak mengenal hari minggu, tapi begitu saya jelaskan bahwa tugas-tugas Pengawas pemilu ini bisa dibilang tidak mengenal hari libur bahkan di kalender tidak pernah ada tanggal merah, semuanya hitam. Namun, Alhamdulillah, keluarga bisa memahami dan mendukung apa yang saya kerjakan sebagai Ketua Bawaslu.

Support seperti apa dari keluarga?

Saya kira hanya dengan memahami kerja saya sebagai Ketua Bawaslu, itu sudah menjadi bagian dari support. Misalnya, ketika saya harus pulang larut malam mereka bisa menerima. Belum lagi dukungan-dukungan dalam memberikan motivasi dan sebagainya.

Anak saya juga sudah besar. Yang satu sudah lulus S1. Lalu, melanjutkan S2 di Universitas Diponegoro (Undip), Semarang. Sedangkan, yang nomor 2 sedang kuliah S1, sekarang sudah semester 4. Anak-anak sudah besar, tentu support anak juga menjadi bagian dari yang saya banggakan.

Jadi, tak ada tuntutan tertentu dari keluarga Bapak?

Tidak ada karena keluarga sudah memahami bahwa kerja di Bawaslu seperti ini. Sebelumnya kan, pada 2009-2012, saya sudah di Bawaslu menjadi Panwas Provinsi Jawa Tengah.

Terkadang kerja pulang larut malam, berarti tidurnya cukup?

Tentu tidurnya agak berkurang, tinggal bagaimana saya pintar-pintar memanfaatkan waktu. Misalnya waktu perjalanan ke luar kota, saat di mobil atau pesawat, saya bisa tidur untuk menambah waktu tidur yang kurang. Maksimal saya tidur adalah lima jam, tetapi rata-rata 4 jam. Ini adalah bagian dari konsekuensi kerja saya. Alhamdulillah  saya tetap sehat dalam menjalankan tugas sebagai pengawas Pemilu ini. Harapan saya, jajaran saya sehat-sehat semua. Jadi, saya ingin katakan, manusiawi kalau ada beban pekerjaan, tidur kurang nyenyak atau pikiran. Itu biasa, tetapi kan tidak terus menerus.

 

Lalu bagaimana membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan?   Saya tidak menetapkan bahwa hari Minggu harus ketemu, sepanjang ada waktu longgar, ya kami bertemu. Pokoknya, ketika saya tidak ada tugas ke luar kota, saya usahakan untuk bisa kumpul sama keluarga. Tidak terpancang, tidak harus hari Sabtu atau Minggu. Setiap ada waktu senggang, saya manfaatkan bersama keluarga, seperti makan siang, jalan-jalan, kami lakukan. Jadi, tidak harus hari libur.

Lalu apa suka dan dukanya menjadi Ketua Bawaslu?

Dukanya dalam bekerja di Pemilu ini adalah tidak mengenal waktu. Kesempatan berkumpul dengan keluarga dalam seminggu, itu yang barangkali berkurang. Tentu itu merupakan konsekuensi pekerjaan di Bawaslu. Bisa pulang larut malam, bahkan pagi. Sementara, sukanya adalah ketika melakukan semua pekerjaan dengan penuh tanggung jawab dan dijalankan apa adanya. Saya kira itu bagian dari sukanya.

Selama memimpin Bawaslu, apakah pernah mendapat ancaman-ancaman atau intimidasi dari pihak lain?

Alhamdulillah selama ini nggak ada yang neko-neko. Nggak ada yang sampai membuat saya miris, semua masih aman. Tidak ada sifatnya yang sampai menghawatirkan keluarga maupun saya sendiri.

Kalau diteror lewat telepon?

Ya, paling kalau diteror lewat telepon, dikatai jangan sok jagoan. Itu kan hal yang biasa. Saya abaikan saja, biarkan.

Menangani ancaman-ancaman seperti itu apa yang Bapak lakukan? 

Saya anggap itu sebagai angin lalu saja. Bagian dari resiko dan dinamika. Wajar saja kalau ada orang yang kecewa. Kemudian, meluapkan kekecewaannya, itu biasa. Sehingga, saya anggap biasa aja.

Di saat senggang, adakah hobi yang Bapak tekuni? 

Hobi saya adalah jalan-jalan atau treadmill di rumah. Sedangkan, olahraga yang membutuhkan waktu dan ruang sudah nggak bisa. Sehingga, saat ini lebih banyak olahraga di rumah saja.

Harapan Bapak terhadap Bawaslu? Pemilu adalah hajat bangsa Indonesia maka seluruh stakeholder dan masyarakat harus menyukseskan Pemilu ini, bukan hanya tanggung jawab penyelenggara, yakni KPU dan Bawaslu saja, tetapi seluruh komponen masyarakat bersama-sama menyukseskan Pemilu dengan perannya masing-masing. Masyarakat menyukseskannya dengan cara datang ke TPS untuk menggunakan hak pilih dengan sebaik-baiknya dan setelah menggunakan hak pilih maka prosesnya harus di awasi. Proses penggunaan hak pilihnya harus diawasi.

Bagaimana perasaan Bapak melakukan pengawasan di Pemilu 2019 ini?

Pertama, tentu pengawasan Pemilu 2019 ini berbeda dengan pengawasan PemiluPemilu sebelumnya karena dilakukan serentak pertama antara Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Kemudian, dalam situasi yang kondisi UU (Pemilu) juga berbeda (dengan UU sebelumnya) terutama mengenai ambang batas parlemen dari 3,5 persen naik menjadi 4 persen. Tentu hal ini akan punya dampak pada tingkat kompetisi pada peserta Pemilu.

Katakanlah kalau pada tahun 2014 peserta Pemilu tingkat nasional 12 partai dengan ambang batas 3,5 persen, ada 10 partai yang lolos. Artinya, hanya menyisihkan dua partai. Pemilu kali ini dengan peserta Pemilu 16 parpol dengan ambang batas 4 persen tentu bukan hal yang mudah.

Seandainya ada 8 partai yang lolos (sebagaimana asumsi lembaga survei), berarti 16 parpol ini akan bersaing untuk menjadi 8 besar. Artinya ini kompetisinya keras betul antara peserta Pemilu.

Kemudian, ada proporsional terbuka. Itu berarti sesama caleg dalam satu parpol pun bisa berkompetisi untuk mendapat suara terbanyak untuk bisa dikonversi suaranya menjadi kursi. Artinya, dua faktor inilah membedakan pengawasan Pemilu 2019. Terkait pengawasan ini menjadi kerja keras bagi jajaran kami untuk  melakukan pengawasan secara maksimal.

Bagaimana kesiapan SDM Bawaslu untuk menjalankan fungsi ajudikasi?

Mau tidak mau ya harus siap. Misalnya (Bawaslu) kabupaten/kota (yang) permanen kan baru (tahun) 2019 ini. Begitu kami dilantik pada 15 April 2018, hitungan bulan saja (mereka) langsung bekerja menjalankan fungsi ajudikasi tadi.

Kami memang bekerja keras untuk membangun kapasitas, capacity building secepatnya. Masih banyak kekurangan. Namun, ini sudah dihadapkan kepada kami. Jadi, harus dilakukan dan tentunya berjalan.

Kalau ada kekurangan akan kami perbaiki kapasitas hingga ke Bawaslu jajaran paling bawah. Kegiatan kami semacam rapat koordinasi (Rakor) dan bimbingan teknis (Bimtek) yang sifatnya teknis untuk mengupgrade pengetahuan mereka dalam rangka melakukan fungsi-fungsi itu tadi.

Soal netralitas ini kan jadi isu sentral dalam setiap Pemilu. Bagaimana Bapak meyakinkan publik bahwa Bawaslu benar-benar netral?

Pada dasarnya kami sudah bekerja secara profesional. Putusan kami tidak bisa memuaskan kedua belah pihak. Namun, kami harus dapat menunjukkan kami bisa profesional. Misalnya, setiap ada laporan dan temuan yang cukup bukti kami tindak lanjuti baik dari 01 maupun 02.

Satu hal misalnya ketika ada laporan kasus Gubernur DKI soal jari, sesuai SOP, kami klarifikasi. Kalau tidak terbukti, ya tidak kami tindak lanjuti. Juga terkait Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) kan sempat ramai juga.

Memang pidana pemilunya tidak terbukti, tetapi ada peraturan perundangudangan lain yang dilanggar, yaitu UU Pemerintah Daerah. Kami ikuti aturannya seperti apa. Jadi, tidak benar kalau kami dianggap condong ke pasangan calon tertentu. Ada koridor Undang-Undang yang kami laksanakan.

Kemajuan teknologi berimbas pada penyelenggaraan pemilu. Dalam konteks penyeleggaraan Pemilu adalah kekhawatiran deligitimasi penyelenggara. Bagaimana Bawaslu melihat ini?

Menurut kami ini tantangan di dunia digital. Semua orang bisa memberitakan. Yang paling penting adalah menunjukkan profesionalitas. Artinya, di luar orang yang mengatakan itu juga ada survei yang mengatakan tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggara juga tinggi. Kemarin Saiful Mujani (Saiful Mujani Reseacrh Center) yang menyebutkan kita di angka 80 persen. Artinya, kan optimisme dan kepercayaan masih ada. Ini menjadi pelecut bagi kami untuk meningkatkan kapasitas atau integritas jajaran kami sampai ke bawah. Namanya di dunia tidak akan mungkin semuanya menilai baik, tetapi ini mendorong kami untuk bekerja secara profesional, mandiri, dan berintegritas. (***)

 

Artikel ini dalam versi cetak telah dimuat di Majalah Men’s Obsession Edisi April 2019 dengan judul Abhan (Ketua Bawaslu RI) Sisi Lain Sang Pengawas ‘Suara’.

Pages: 1 2

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.