A.Rapiudin
Jakarta– Ketersediaan dokter-dokter berkualitas di Indonesia menjadi perhatian Komisi X DPR. Melalui Panja Pendidikan Kedokteran (Dikdok) yang dibentuknya, para wakil rakyat terus menggodok RUU Dikdok bersama mitra kerja terkait.
Jakarta– Ketersediaan dokter-dokter berkualitas di Indonesia menjadi perhatian Komisi X DPR. Melalui Panja Pendidikan Kedokteran (Dikdok) yang dibentuknya, para wakil rakyat terus menggodok RUU Dikdok bersama mitra kerja terkait.
Menurut Ketua Komisi X DPR Agus Hermanto, RUU Dikdok tersebut awalnya hanya sebagai pelaksanaan hal-hal terkait untuk mengatur pendidikan kedokteran. Ada yang berpendapat ini tidak perlu dibuat UU, namun ada juga pendapat bahwa hal ini perlu dibuat UU.
“Jika ini semua diatur di UU, tentu juga bisa diatur masalah anggaran dan lain sebagainya. Sehingga tujuan daripada UU Dikdok ini bisa terpenuhi,” kata Agus usai RDP dengan Dirjen Dikti Kemendikbud Djoko Santoso di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/5).
Agus menambahkan, keberadaan UU Dikdok setidaknya agar pelaksanaan pendidikan kedokteran tidak memerlukan biaya yang tinggi. Sehingga kedepannya, masyarakat yang memiliki keterbatasan ekonomi, bisa juga melakukan pendidikan di bidang kedokteran.
Selain itu, lanjutnya, juga untuk menyiapkan tenaga medis dan dokter, dalam hal ini yang memenuhi kualitas dan kuantitas. Hal ini juga dalam upaya persaingan global.
“Bisa dibayangkan jika kita tidak mempersiapkan ini, banyak dokter dari luar negeri yang praktek di Indonesia. Apalagi sekolahnya cukup mahal, orang-orang menjadi tidak minat, ini kan sama saja menghilangkan kesempatan kepada masyarakat kita untuk menjadi dokter,” ujarnya.
Terkait rumah sakit pendidikan kedokteran, Agus mengatakan, sudah ada MoU antara Kemdikbud dan Kementerian Kesehatam. Dalam hal ini, Kemenkes menempatkan Sumber Daya Manusia seperti dokter dan ahli medis. Sedangkan terkait dengan kurikulum, ini menjadi kewenangan Kemdikbud. Diharapkan pula dengan adanya MoU dapat tercapai pendidikan yang bermutu dan berkualitas bagi para calon dokter. O