Obsessionnews.com – Terjun ke dunia bisnis sejak usia dini menjadikan Shinta Widjaja Kamdani paham luar-dalam dunia tersebut. Apalagi ia melaluinya dari jenjang terbawah hingga kini berada di top management. Meski demikian, Shinta juga tak menutup mata pada perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Bersama para pengusaha perempuan lainnya, Shinta menggagas program untuk membantu para pebisnis perempuan meraih sukses di bidangnya.
Potret Shinta yang telah meretas rekam jejak positif itulah yang menggiring Majalah Women’s Obsession untuk menganugerahinya Best Achiever in CEO (BUMN/Swasta) di ajang Obsession Awards 2017. Penghargaan untuk Shinta diberikan pada perhelatan yang digelar di Hotel Darawangsa pada Kamis (30/3/2017) lalu.
Saat diberi kepercayaan penuh untuk mengelola perusahaan, Shinta tidak hanya mengubah struktur perusahaan. Namun dia juga membawa Sintesa Group menjadi perusahaan yang bertransformasi dari bisnis keluarga menjadi perusahaan yang mengadopsi manajemen profesional. Sebagai putri dari pebisnis ulung Johnny Widjaja, Shinta mewarisi bakat berbisnis ayahnya.
Dia mulai terjun ke usaha keluarganya pada tahun 1989, sebagai seorang sales. Pengalamannya sebagai sales ini, bahkan, sudah dia mulai sejak usia 13 tahun. Saat itu, dia menjual buku pendidikan dan menawarkan produknya secara door to door. Tidak heran, jika dia paham betul seluk-beluk dunia bisnis mulai dari level bawah hingga posisinya saat ini. Pada tahun 1999, Shinta kemudian merestrukturisasi kelompok usahanya dengan membentuk Holding Company dengan nama Sintesa Group.
Sejak menjabat CEO, Shinta tak sekadar meneruskan bisnis keluarga yang diwariskan. Di bawah arahan kepemimpinannya, induk perusahaan Sintesa Group yang menangani sekitar 17 perusahaan di bidang properti, industri, energi, dan produk konsumen tersebut terus berkembang. Melalui empat pilar usahanya tersebut, kelompok usaha Sintesa Group menjadi perusahaan konglomerasi yang bertumbuh antara 10-15% per tahun.
Sadar bahwa dirinya berperan sebagai nakhoda yang memegang haluan perusahaan, dia dituntut untuk terus berpikir dinamis mempertimbangkan segala tantangan dan kesempatan yang ada. Dia yakin bahwa untuk dapat terus tumbuh dan berkembang, dunia bisnis ke depannya harus menyinambungkan tiga kepentingan antara profit, people dan planet.
“Bisnis untuk masa depan bukan hanya business as usual, yang hanya mengutamakan profit. Sebagai pelaku bisnis, profit tentunya penting karena buat apa berbisnis jika tidak ada profit. Namun, yang menjadi kunci untuk berbisnis ke depannya adalah bagaimana pelaku bisnis menyinambungkan antara kepentingan Profit, People, dan Planet,” jelas Shinta.
Untuk itu, peta jalan bisnis Sintesa Group diselaraskan dengan tujuan bisnis yang berkelanjutan sebagaimana tujuan dalam Sustainable Development Goals. Salah satunya melalui pengembangan energi bersih dan terbarukan yang beberapa proyeknya tengah dikerjakan Sintesa.
Selain mengembangkan bisnis energi bersih dan terbarukan, Sintesa juga fokus dalam pengembangan proyek properti di Sulawesi Utara yang akan dikembangkan menjadi Eco Resort. Di bidang produk konsumer, Sintesa Group memiliki anak perusahaan bergerak dalam distribusi serta produksi supplement kesehatan berbahan natural, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup. Sementara di bidang industri, Sintesa di antaranya mengembangkan industri yang memproduksi komponen untuk industri otomotif, elektronik, dan lain-lain.
Di luar kesibukannya sebagai CEO, perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Barnard College of Columbia University New York dan Harvard Business School Executive Education, Boston ini aktif terlibat dalam berbagai kegiatan organisasi dan sosial. Beberapa perannya adalah sebagai pendiri Angel Investment Network (ANGIN), wakil ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Regional Executive Anggota Dewan untuk ASEAN, Young Presidents Organisasi (YPO); anggota Dewan Eksekutif WWF Indonesia, dan Aids Foundation Indonesia (YAI).
Di tengah kesibukan mengelola bisnis, Shinta tidak menutup mata pada perkembangan pengusaha di Indonesia. Menurutnya, jika Indonesia ingin mengentaskan masalah kemiskinan dan pengangguran, solusinya adalah menciptakan banyak pengusaha sukses. Oleh karena itu, pemerintah harus mengubah pola pikir bahwa pendidikan formal hanya untuk mendapatkan pekerjaan. Ada pilihan yang lebih baik, yakni membuka peluang bisnis.
Bagi Shinta, semakin bertambahnya jumlah wirausahawan berarti Indonesia tengah menjalin akar ekonomi domestik yang kuat sebagai landasan penunjang ekonomi nasional.
”Sangat diapresiasi bahwa data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik Indonesia terkait Sensus Ekonomi menyebutkan jumlah wirausahawan di Indonesia naik 17,6% sebanyak 4 juta orang dari 22,7 juta orang pada Sensus Ekonomi 2006 menjadi 26,7 juta wirausahawan,” kata Shinta.
Karenanya tidak heran, jika dia menaruh perhatian khusus terhadap pertumbuhan start up di Indonesia, di antaranya melalui program Angel Investment Network (ANGIN). Melalui inkubator bisnis tersebut, Shinta membantu para start up dalam hal access to market, access to financial serta capacity building (melalui mentoring).
Sebagai founder dari ANGIN, Shinta mengajak rekan-rekannya yang terdiri dari para perempuan pengusaha dengan kepedulian sama untuk memberikan support terhadap start-up bisnis yang dilakukan kaum perempuan. Mengapa perempuan? Hal itu karena berdasarkan fakta di lapangan, dia masih melihat adanya kesulitan kaum perempuan yang hendak berwirausaha dalam mendapatkan akses finansial, belum lagi jika berbicara pengembangan bisnisnya agar memiliki nilai tambah.
Beruntung dalam setiap kegiatannya, Shinta selalu mendapat dukungan dari sang suami, Irwan Kamdani yang juga seorang pengusaha. Bagi Shinta membantu kaum Hawa dalam merealisasikan bisnisnya, bukan hanya tentang pemberdayaan perempuan, tetapi juga mendidik masyarakat untuk kehidupan lebih baik. (Angie Diyya)