Sabtu, 20 April 24

Serbuan Narkoba, Senjata Ilegal dan Black Dollar

Serbuan Narkoba, Senjata Ilegal dan Black Dollar

Oleh: Cokro Wibowo Sumarsono

Peristiwa saat ini mengingatkan pada percakapan antara seorang anggota pasukan khusus Marinir dengan Bung Karno saat menjadi pesakitan di Wisma Yaso. Anggota marinir tersebut meminta kepada Bung Karno untuk segera memberikan komando tempur kepada satuan-satuan militer yang masih setia kepada Sang Proklamator.

Dengan tersenyum Bung Karno menolak permintaan tersebut. Karena pada saat itu sudah ada kapal asing yang lego jangkar di utara teluk Jakarta dan di barat Teluk Padang. Kapal-kapal besar dengan kekuatan tempur penuh yang siap menyalurkan ribuan pucuk senjata ke ‘our local army friends‘ nya mereka. Keputusan Bung Karno adalah keputusan seorang negarawan yang tidak ingin bangsa yang dibangunnya pecah berantakan dilanda perang saudara berkepanjangan.

Jika Bung Karno kala itu memberikan komando tempurnya, kemungkinan seluruh pasukan Marinir bergerak dari Surabaya mengepung Jakarta. Berhadap-hadapan dengan saudara sebangsa dan se Tanah Airnya sendiri. Bung Karno telah mengetahui adanya pengapalan ribuan senjata yang akan digunakan oleh anasir asing guna mengadu domba antar pasukan dan antar laskar kejuangan di Tanah Air pada masa pancaroba tersebut. Keberadaan senjata ilegal merupakan tanda-tanda dari intervensi kuat militer asing guna menjebol persatuan angkatan bersenjata dan laskar-laskar kejuangan lainnya.

Selain senjata ilegal, senjata asing yang tidak kalah ampuhnya lagi adalah Narkoba (Narkotika dan obat terlarang lainnya). Akhir-akhir ini dapat kita rasakan maraknya serbuan narkoba dari luar. Tertangkapnya banyak tokoh panutan dalam kasus narkoba menjadi dasar parameter telah merasuknya gaya hidup baru ke semua kalangan strata sosial dan rentang usia. Narkoba adalah mesin pembunuh efektif guna melemahkan suatu bangsa yang akan diserang oleh pasukan reguler dari luar. Pelemahan daya pikir, daya nalar dan daya tahan anak bangsa oleh narkoba harus dibaca sebagai sebuah strategi pelemahan daya tahan bangsa secara nasional.

Tentara asing sudah kapok lombok menyerang kita karena mengetahui betapa besarnya cadangan kekuatan militer kita yang berbasiskan pada pertahanan kekuatan semesta. Semua lelaki dewasa Indonesia sewaktu-waktu bisa berubah menjadi benteng pertahanan berlapis yang berbaris secara sukarela. Syaratnya satu, adanya satu musuh bersama dari luar. Kekuatan bangsa kita tersebut dibaca sekaligus sebagai celah kelemahan. Menurut bacaan analis militer mereka, bangsa kita hanya bisa dikalahkan jika terlebih dahulu dilakukan adu domba berbasiskan aliran ideologis dan kepercayaan.

Adu domba bisa dilakukan jikalau ingatan pemuda akan kejayaan bangsanya dihapus dan dihilangkan. Fungsi besar narkoba guna menghilangkan daya ingat dan memori romantik menghasilkan daya rusak yang luar biasa. Sedikit perbedaan pendapat telah membuat gelap mata. Musyawarah benar-benar telah ditenggelamkan, tidak hanya secara yuridis formal melalui penerapan sistem one man one vote saja, namun sudah merasuk latah ke dalam pola pergaulan antar manusia. Individualisme menjadi panglima, sila-sila Pancasila sekedar menjadi pelengkap hiasan di institusi perkantoran saja.

Setelah operasi penyaluran narkoba dan senjata ilegal, prediksi kami akan segera disalurkan gelontoran dana dalam jumlah besar guna mendukung operasi dari dalam. Dalam dunia mafioso dikenal dengan istilah black dollar. Sebuah jenis mata uang yang tertutup oleh suatu lapisan khusus berwarna hitam. Jika sudah diperlakukan khusus dengan alat yang khusus pula, warna hitamnya akan luntur dan lembaran uang tersebut dapat dipergunakan sebagai alat tukar yang sah.

Jika hal tersebut sudah terjadi, kondisi ekonomi sebuah bangsa dipastikan tidak akan stabil. Operasi berbasis dunia hitam telah dimulai. Riak-riak massa yang getol dalam tarik ulur isu berbasis pertentangan ideologis makin menyuburkan skenario ini. Masing-masing kelompok seolah-olah rela mati pasang badan demi tugas-tugas ideologis. Tanpa mencermati terlebih dahulu gejala dan fenomena rembesan operasi senyap dari anasir asing. Semuanya berpulang kepada kita. Bersatu padu dalam jabat erat dan genggaman tangan membentuk rantai yang saling melengkapi, ataukah tetap bersitegang di tengah ancaman operasi dari luar yang sudah berada di ujung hidung. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.