Jumat, 24 Maret 23

Senin, Kontras Temui Jokowi, Laporkan Pembunuh Munir

Senin, Kontras Temui Jokowi, Laporkan Pembunuh Munir

Jakarta, Obsessionnews – Bukan waktu yang singkat 11 tahun kasus pembunuhan Aktivis HAM Munir tak kunjung selesai, meski sudah tiga pergantian Presiden di Indonesia. Jokowi dalam NawaCita-nya mengatakan akan menuntaskan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu dan membongkar pembunuhan Munir. Memang bukan hal gampang untuk menuntaskan kasus Munir, tapi bukan berarti membuat tak gentar pegiat HAM untuk tetap memperjuangkan itu.

LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sebagai wadah tempat beruangnya Alm Munir, menduga pelaku utama dalam peristiwa pembunuhan Munir justru menjadi salah satu pihak yang memiliki pengaruh besar dalam mengendalikan pemerintahan Jokowi-JK. Mengutip ungkapan Alan Nine yang pernah disampaikan pada Jokowi yang menyatakan Hendropriyono pernah mengakui memiliki kontribusi pembunuhan Munir.

“Saya rasa itu satu bukti awal dimana pemerintah Indonesia atau Kepolisian harus menindak lanjuti. Dan teman-teman Kontras sudah melaporkan ini dan kami berharap supaya tidak putus,” himbau Indria Ferninda, Anggota KontraS dalam konferesi Pers ‘Munirpard’ bersama OMAH Munir di Kantor Kontras Jl. Borobudur Jakarta Pusat, Sabtu (11/4/2014).

Menganai hal ini Kontras akan menyampaikan kepada presiden Jokowi secara langsung pada tanggal 13/4/2014. Selain itu akan disampaikan mengenai dukungan petisi Amnesti Internasional dari ribuan orang dari 86 negara. “Kami menegaskan hal yang sama dengan tuntutan kami paling tidak mendorong dibuka kembali aksi yang baru dan itu muncul setelah tim pencari fakta dalam perkembangan yang ada sampai saat ini. Kami punya surat juga secara person dan tentu saja teman-teman di internasional akan terus mengawal ini,” katanya.

Kontras menegaskan pada pemerintah melalui  Tim Pencari Fakta (TPF) agar harus meluruskan kepada masyarakat yang tercantum dalam poin sembilan untuk menyampaikan hasil penyelidikan atau hasil fakta yang ditemukan. Tapi kenapa sampai sekarang pemerintah tidak berani untuk mengumumkan kepada masyarakat atau pengurus TPF.

“Dalam menemukan fakta-fakta yang rinci untuk menyelesaikan persoalan kasus Munir, sungguhnya sederhana saja dengan membuka hasil TPF bisa kita tahu, dan itu sesuai dengan aturan yang ada dan ini sebagai pemicu agar segera diumunkan, jelasnya Yati Andriyani yang juga anggota Kontras melalui konferensi pers.

Konpres di KontraS2

Selain itu lanjutnya kalau sudah di umumkan TPF kami yakin disitu akan banyak temuan-temuan yang akan nanti ditindak lanjuti oleh pak Jokowi untuk mengintrusikan Kejaksaan Agung, Kepolisian untuk membuka kembali kasus ini. Karena saya pikir teman-teman sudah ketahui Poly Carpus sudah bebas, hanya Poly Carpus yang ditindak lanjuti padahal ini pembunuhan yang konspiratif maka disitu yang semestinya diminta pertanggungjawaban. Pak Jokowi harus buktikan itu, Den Haag dan dunia menunjukan dukungannya apalagi yang ditunggu,” tegasnya.

Petisi Amnesty Internasional mendesak Presiden Jokowi untuk menginisiasi sebuah penyelidikan yang independen dan baru atas pembunuhan Munir dan membawa pelaku-pelaku dalam berbagai lapis ke muka hukum dengan cara-cara yang sesuai standar HAM internasional. Para petisi juga mendesak pihak-pihak berwenang untuk dibuka ke publik laporan Tim Pencari Fakta (TPF) 2015 resmi sebagai langka kunci pencarian kebenaran.

Tak hanya itu mereka juga meminta Jaksa Agung untuk melakukan evaluasi terhadap proses hukum yang lalu, termasuk dugaan pelanggaran atas standar-standar HAM inetrnasional, mengenai bunyi petisi tersebut, Amnesti Internasional sendiri sudah menyampaikan pada Jokowi dan telah diteruskan pada menteri Hukum dan HAM.

Selain itu, Peraih Nobel Alternatif Right Livelihood Awards ikut menandatangani surat Petisi yang ditujukan pada presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus Munir. Ternyata Munir juga merupakan Peraih nobel tahun 2000 sampai sekarang. Sebanyak 158 penerima award dari 65 negara yang ikut menandatagani diantaranya Asma Jahangir (Paksitan), Sima Samar (Afganistan), Asghar Ali Engineer (India), Carmel Budiardja (UK) dan Johan Galtung (Norway).

Meskipun di Zaman SBY yang dikenal dengan ungkapan power history hanya Poliy Carpus sempat di penjarakan, namun di rezim Jokowi malah dibebaskan. Mungkin ini luka dalam bagi pegiat HAM terutama keluarga korban yang ditinggalkan. Bagi pegiat HAM peristiwa ini tak membuat sirna dan dilupakan, hingga ditengah peristiwa tersebut dukungan dan penghargaan internasional terhadap penuntasan kejahatan manusia, khususnya kepada pembela HAM ini justru semakin menguat.

Poengly Indarti dari Kontras menambahkan dimana penghargaan dan dukungan tersebut merupakan bentuk nyata konsistensi komunitas Internasional untuk mendorong pemenuhan HAM di Indonesia. “Hal ini merupakan peringatan bagi Indonesia, yang selama ini berbanding terbalik dimana pemerintah mengabaikan kasus-kasus kejahatan manusia, termasuk kasus Munir. Malah pemeritah masih berjibaku dengan pelaku pelanggaran HAM dalam menjalankan pemerintahannya,” kesalnya.

Bagi pegiat kemanusiaan kondisi ini merupakan peringatan mengerikan. “Aktivitas pembelanya dalam ancaman, bisa menimpa siapa saja, dan kapan saja. Jika hal ini terus dibiarkan, maka pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia akan kelam,” tandasnya.

Pada Selasa (14/4/2014) nanti, nama Munir akan diabadikan sebagai nama Jalan Munirpard di Belanda tepatnya di kota Den Haag, merupakan bukti dukungan manca negara terhadap kasus Munir yang abai diselesaikan. Selain perhatian dari negara, juga datang dukungan bagi penuntasan kasus Munir juga terus dilakukan oleh masyarakat sipil.

Munir aktivis HAM yang sudah diakui oleh internasional. “Tentunya juga nama besar Munir yang kasusnya juga tidak tuntas sampai sekarang akan membuat kasusnya akan dimonitor oleh internasional,” ungkapnya dengan bangga. (Asma)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.