
Jakarta, Obsessionnews – Tidak lama lagi masyarakat akan dapat menonton film Jenderal Soedirman. Syuting film Jenderal Soedirman dewasa ini masih berlangsung dan diperkirakan rampung pada pertengahan 2015. Film yang mengisahkan perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman ini dibintangi oleh Adipati Dolken, Mathias Muchus, Ibnu Jamil, dan Baim Wong. Adipati Dolken memerankan Jenderal Soedirman. Syuting film ini di Magelang, Yogyakarta, Situ Lembang, dan Bandung. Jenderal Soedirman akan diputar di bioskop-bioskop secara serentak tanggal 17 Agustus 2015. Ya, memang film ini kado untuk HUT ke-70 RI.
Film yang disutradarai Viva Westi ini merupakan kerja sama Markas Besar TNI Angkatan Darat dengan PT Patma Hulu Mas. Salah seorang tokoh utama di balik film Jenderal Soedirman adalah Sekar Ayu Asmara. Dialah produser film ini. Sekarlah yang punya ide mengangkat kisah perjuangan Jenderal Soedirman ke layar film, dan mendapat respon positif dari Mabes TNI AD. Mabes TNI AD melalui Yayasan Kartika Eka Paski bersedia mendanai proyek film ini.

“Saya optimis Jenderal Soedirman mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Jenderal Soedirman tokoh penting di negeri ini dan berjasa besar. Pemikirannya masih relevan sampai saat ini, yakni manunggalnya TNI/Polri dan rakyat. TNI/Polri tidak boleh berpolitik. Sayangnya, ada oknum TNI/Polri yang menyelewengkan ajarannya, yakni bermain politik,” kata Sekar kepada obsessionnews.com di sebuah hotel di Jakarta baru-baru ini.
Dia berharap kisah perjuangan Jenderal Soedirman yang heroik dapat menginspirasi generasi muda. “Luar biasa perjuangan Jenderal Soedirman. Dalam kondisi sakit dengan sebelah paru-paru dia memimpin perang gerilya melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Nah, nilai-nilai kepemimpinannya ini harus ditiru oleh generasi muda,” tuturnya.
Sekar salah satu tokoh penting dalam dunia perfilman. Selain sebagai produser, Sekar juga komposer, pelukis, sutradara, dan penulis. Sebelumnya Sekar dikenal sebagai produser musik dan pencipta lagu. Hampir semua album penyanyi Rita Effendy pada periode 1990-an adalah ciptaannya.
Semua bidang seni yang ditekuniya dipelajari secara otodidak. Sekar yang dilahirkan di Jakarta pernah lama tinggal di luar negeri mengikuti ayahnya yang diplomat. Ia pernah tinggal di Afghanistan, Turki, Belanda, dan lain-lain.
Sekar produser dan pencipta lagu dalam album Fashionova (1989), Menunda Fajar (1992), Telah Terbiasa (1995), Saling Setia (1996), Maha Melihat Maha Mendengar (1998), Salahkan Rembulan (1998), Bahasa Kalbu (1999), dan Perempuan (2006). Tahun 2006 dia menjadi produser album Sendiri, dan pada tahun yang sama menjadi pencipta lagu dalam album Completely.
Tahun 2001 Sekar terjun ke pentas film sebagai produser musik film Ca-Bau-Kan. Selanjutnya ia menjadi penulis skenario dan sutradara film Biola Tak Berdawai (2003), Belahan Jiwa (2003), Telanjang? (2006), dan Pesan dari Surga (2006). Ia penulis skenario film Selamanya (2007), Selingkuh (9 Langkah Mencari Cinta) tahun 2009, Darah Perawan Bulan Madu (2009), dan Cowok Bikin Pusing (2011).
Melakukan Revolusi Besar dalam Perfilman
Sekar melakukan revolusi besar dalam kancah perfilman, yakni melahirkan film-film berbobot, tak mau ikut-ikutan membuat film seronok dan berselera rendah. Karya-karyanya unik dan luar biasa, serta mampu membuat penonton berpikir di luar hal-hal sehari-hari. Karya-karyanya mampu membuat para pemain terinspirasi dalam melakukan akting dan aktivitas keseharian.
Dalam sebuah produksi film, dia bisa melihat segala sesuatu secara menyeluruh, sehingga mengetahui apa yang akan dan bisa terjadi, sebelum orang lain menyadarinya. Ia juga dapat memasangkan para pemainnya dengan lawan main yang tepat agar bisa tampil maksimal.
Berkat revolusi yang dilakukannya di pentas film Sekar mendapat penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di film Biola Tak Berdawai dia memenangkan The Naguib Mahfouz Prize di Festival Film Kairo 2003, Film Terbaik di Festival Film Internasional Bali 2003, dan Skenario Terpuji di Festival Film Bandung. Di film Belahan Jiwa ia memperoleh Best International Feature Film di New York dan Independent Video & Film Festival 2007.
Novelnya, Pintu Terlarang, yang diangkat ke layar putih dengan judul sama dan disutradarai Joko Anwar, unjuk gigi di Puchon International Fantastic Film Festival yang digelar di Korea Selatan pada 16-26 Juli 2009. Film itu dinobatkan sebagai Film Terbaik. Pintu Terlarang berhasil meraih penghargaan Best of Puchon.
“Saya berkomitmen membikin film-film berkualitas, dan mengupayakan film-film Indonesia dapat dipasarkan di luar negeri,” tuturnya.
Dia jujur mengakui film-filmnya tak ada yang mencetak box office, namun unggul unggul di festival-festival internasional.
Karena berbagai prestasinya di kancah film tersebut, Sekar direkrut menjadi anggota juri festival film pendek dalam ajang BeKreatif (Gebyar Seni Kreatif) Indonesia 2015. Kegiatan yang bertema revolusi ekonomi kreatif ini akan digelar di Bandung, Jawa Barat, November 2015. Di tim juri film pendek duduk pula sutradara Riri Riza dan kameraman Yudi Datau.
Sekar merasa tersanjung terlibat dalam BeKreatif Indonesia 2015 yang dibiayai oleh sebuah bank swasta nasional itu. Dia berharap dalam ajang ini bermunculan film-film yang bagus dan selanjutnya menjadi perhatian pemerintah. Menurut Sekar, pemerintah kurang mendukung perfilman nasional.
“Pemerintah kurang aktif menggairahkan perfilman nasional. Hal ini dapat dilihat sedikitnya pemerintah mendanai produksi film. Moga-moga film-film bagus yang dihasilkan dari ajang BeKreatif Indonesia 2015 mengetuk hati pemerintah untuk memperhatikan dunia film,” pungkasnya. (Arif Rahman Hakim)