Kamis, 25 April 24

Seharusnya Diatur Layanan Aborsi Aman

Seharusnya Diatur Layanan Aborsi Aman

Jakarta, Obsessionnews – Menurut data WHO (2007) tercatat sebanyak 14% Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan dampak dari aborsi tidak aman. Sedangkan Guru Besar Obstetri dan Ginekologi Prof. Dr. dr. Gulardi H. Wiknjosastro (2001) mengungkapkan bahwa dampak aborsi tidak aman terhadap AKI ini bisa mencapai 11-50%.

“Oleh karena itu, kebijakan terkait layanan aborsi aman sudah seharusnya dibuat sebagai bentuk penyelamatan perempuan dari resiko layanan reproduksi yang tidak aman,” demikian keterangan resmi dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) yang diterima Obsessionnews, Sabtu (5/12/2015).

Fenomena AKI di Indonesia yang disebabkan karena adanya upaya aborsi tidak aman ini seringkali tidak secara eksplisit di tunjukan oleh pemerintah.

Oleh karena itu, keterbukaan dan analisis mendetail dalam pendataan dan audit maternal akan sangat membantu, bagaimana seharusnya kebijakan dan program untuk perlindungan perempuan dari risiko reproduksi dapat diwujudkan, khususnya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual pada perempuan hamil.

Referensi ‘kebijakan aborsi aman di Indonesia’ dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan aborsi menurut  di Indonesia dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Pasal-pasal KUHP yang mengatur hal ini adalah pasal 299, 341, 342, 343, 346, 347, 348, dan 349.

Sedangkan Fatwa MUI 2005 menyebutkan aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Namun aborsi dibolehkan karena adanya udzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

Sementara, UU No 36 tahun 2009, setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali berdasarkan, indikasi kedaruratan medis yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

PP No 61 tahun 2014, tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis; atau kehamilan akibat perkosaan.

Penentuan adanya indikasi kedaruratan medis dilakukan oleh tim kelayakan aborsi yang ditentukan oleh Pemerintah.

Sedangkan dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan harus mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi. (Popi Rahim)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.