
Jakarta – Meski Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah sudah disahkan oleh DPR, bukan berarti keputusan tersebut sudah final. UU itu masih bisa dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) jika dianggap tidak sesuai dengan semangat demokrasi di Indonesia.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra juga ikut menanggapi polemik ini. Ia mengaku telah memberi saran kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan presiden terpilih Joko Widodo untuk tidak menandatangani UU Pilkada.
Dalam akun Twitter-nya @Yusrilizha_Mhd, dirinya menulis bahwa ia telah dihubungi oleh Presiden SBY, guna membicarakan UU Pilkada yang kini tengah ramai dibicarakan oleh publik. Kebetulan kata Yusril, dirinya tengah berada di Tokyo, sedangkan SBY tengah berada Kyoto.
”Presiden meminta waktu untuk bertemu meminta masukan sehubungan dengan RUU Pemerintahan Daerah, khususnya terkait pemilihan kepala daerah,” Kata Yusril, Senin (29/10/2014).
Yusril kemudian bertemu dengan SBY, di Kyoto pada tanggal 27 September. SBY kata Yusril didampingi oleh Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Seskab, dan Dubes RI untuk Jepang. Dalam pertemuan tersebut, Yusril kemudian memberikan masukannya kepada Presiden SBY terkait UU Pilkada.
“Saya telah memberika masukan yg saya anggap paling baik dan paling bijak untuk mengatasi persoalan tsb. Seperti apa jalan keluar yg saya sarankan, sebaiknya Presiden sendiri yg jelaskan ke publik,” tulisnya lagi.
Setelah lama berdiskusi dengan SBY dan jajaran menterinya, Yusril lalu diminta oleh SBY untuk menyampaikan hal yang sama dengan presiden terpilih Joko Widodo, yakni mencari solusi terbaik untuk mengakhiri polemik UU Pilkada.
“Kira-kira setengah jam setelah pertemuan saya telah berbicara via telepon dengan Presiden terpilih Joko Widodo dari Kyoto,” papar Yusril.
Mantan Menteri Hukum dan Hak Asai Manusia itu juga meminta kepada Jokowi untuk tidak menandatangani UU Pilkada, jika dirinya sudah dilantik sebagai presiden baru. Yusril menilai, SBY dan Jokowi tidak perlu menandatangani UU yang baru disahkan DPR itu agar tidak jadi diundangkan. Dengan begitu, UU Pemda akan tetap menjadi acuan terhadap pilkada langsung oleh rakyat.
“Sebab Presiden baru tdk ikut membahas RUU tsb. Dengan demikian, Presiden baru dapat mengembalikan RUU tsb ke DPR utk dibahas lagi. Dengan demikian, maka UU Pemerintahan Daerah yg ada sekarang masih tetap sah berlaku,” saran Yusril. (Abn)