Selasa, 16 April 24

RUU Pengampunan Pajak Untungkan Pengemplang Pajak

RUU Pengampunan Pajak Untungkan Pengemplang Pajak

Jakarta, Obsessionnews – Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (FITRA) menyoroti Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty yang tengah digodog di DPR RI menjadi UU inisiatif pemerintah.

Sekretaris Jenderal FITRA, Yenny Sucipto menilai, RUU ini tidak berdampak luas pada pemasukan APBN seperti harapan pemerintah. ‎Justru, sebaliknya, pembentukan UU Tax Amnesty hanya menguntungkan para pengemplang pajak.

‎”Saat ini sistem perpajakan kita masih konvensional, masa mau dipaksakan untuk adanya tax amnesty? Tax amnesty tidak memberi pengaruh yang cukup besar kepada APBN,‎” kata Yenny di Jakarta, Minggu (6/3/2016)

Menurutnya, bila pemerintah ingin mendapat pemasukan APBN, yang harus dilakukan adalah mengoptimalkan pemungutan pajak, bukan malah memberikan pengampunan pajak. Caranya, adalah memperbaiki sistem perpajakan.

Pasalnya, Yenny mengatakan, pembentukan UU Tax Amnesty bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya tahun 1964 dan 1984 pemerintah juga pernah membuat RUU Tax Amnesty. Namun, selalu gagal, karena tidak sejalan dengan sistem dan mekanisme tata cara pemungutan pajak.

“Kebijakan serupa yang akan dilakukan saat ini diprediksi akan kembali gagal, karena hanya dimanfaatkan oknum tertentu tanpa berdampak signifikan terhadap pendapatan negara,” ujarnya.

FITRA mencatat Pemerintah melalui Kementerian Keuangan hanya menargetkan pendapatan dari pengampunan pajak tahun ini sebesar Rp60 triliun. Padahal, jika ditelusuri sebenarnya ada dana hingga Rp10.000 triliun yang berada di luar negeri dan dibawa oleh para pengemplang pajak dari Indonesia.

Pada Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak yang telah disusun Pemerintah tertulis bahwa pembayaran uang tebusan yang dapat disetorkan para pengemplang pajak berjumlah antara 3 hingga 8 persen dari jumlah total tagihan.

Menurut Yenny, jumlah tersebut sangat minim dan diprediksi dapat menjadi alat bagi para pengemplang untuk lebih giat melarikan dana ke luar negeri. Mestinya, kata dia, ‎ tanpa sanksi pidana uang tebusan itu di atas 25 persen.

“Ini hanya kebijakan akal-akalan yang berpotensi menguntungkan kelompok tertentu di saat dalam negeri butuh uang segar untuk pembiayaan infrastruktur,” jelasnya. (Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.