Minggu, 2 April 23

Revolusi Pendidikan, Pintu Gerbang Kemajuan Bangsa

Revolusi Pendidikan, Pintu Gerbang Kemajuan Bangsa
* Anggota Komisi X DPR RI Ridwan Hisjam Foto Bersama dengan mantan Menteri Pendidikan Anies Baswedan dan para guru dan siswa siswi

Jakarta, Obsessionnews.com – Revolusi di Indonesia tidak hanya identik dengan gerakan kebangkitan nasional yang berujung pada proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Lebih dari itu, meski sudah 71 tahun Indonesia merdeka semangat revolusi harus tetap ada dalam jiwa masyarakat.

Revolusi harus menyangkut segala aspek, misalnya pemerintahan Presiden Joko Widodo menyerukan adanya revolusi mental. ‎Di mana warga Indonesia dituntut untuk mengenal karakter bangsa yang asli seperti, sopan santun, budi pekerti, ramah dan gotong royong.

Banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh pejabat negara seperti korupsi, kolusi dan nepotisme serta banyaknya kejahatan narkoba dan terorisme menandakan bahwa saat ini telah terjadi perubahan karakter asli dari bangsa Indonesia. Karena itu revolusi mental dibutuhkan agar Indonesia menjadi negara maju.

Artinya revolusi tidak harus diartikan melawan penjajah. Salah satu jalan yang bisa ditempuh untuk menjadikan Indonesia maju yakni melalui jalur pendidikan. ‎Karena pendidikan mengajarkan seseorang memiliki jiwa integritas, pekerja keras dan punya semangat gotong royong.

Inilah yang tengah digaungkan oleh Anggota Komisi X DPR RI Ridwan Hisjam. Ia menyuarakan tentang pentingnya revolusi pendidikan di Indonesia. Baginya kemajuan sebuah negara bisa dilihat dari pembangunan pendidikannya. Bila sistem pendidikannya maju dan kuat, maka negara itu dengan sendirinya akan maju.

Masih ingat dengan cerita Kaisar Hirohito, saat Jepang dibombardir oleh sekutu dengan senjata nuklir yang membuat Kota Nagasaki dan Hiroshima hancur? Apa yang kemudian pertama kali ditanya oleh sang Kaisar, berapa jumlah guru yang masih tersisa? Jawaban Kaisar menunjukkan bahwa betapa pentingnya guru dan pendidikan dalam membangun kembali Jepang sebagai negara maju.

Sejarah sudah membuktikan, kualitas pengetahuan suatu bangsa bergantung pada kualitas proses pendidikannya. Dalam konteks Indonesia, ‎Ridwan melihat pendidikan di negeri ini, meski sudah dibilang sejajar dengan negara-negara di Asia tapi masih banyak hal yang perlu dibenahi.‎

Karena, berbicara mutu pendidikan tinggi harus didasarkan pada kualitas guru atau dosen, sarana dan prasarana sekolah atau kampus dan juga kurikulum atau metode. Faktanya, pendidikan Indonesia masih banyak yang belum merata. ‎

Berdasarkan catatan Harian Kompas 4 Oktober 2016, dari 120,647,697 tenaga kerja 73,913,490 hanya sampai SLTP atau atau 61,26% belum lulus SLTA. Dan, disamping itu yang terjadi pada anak usia sekolah tingkat putus sekolah di SD masih tergolong sangat tinggi dimana menurut data Kemedikbud tahun 2015 angka melanjutkan dari SD ke SLTP hanya 77,27 %.

Data itu menunjukkan, ada 22,73% atau 1,014,079 anak tidak lulus atau lulus SD yang tidak melanjutkan dan kondisi ini terakumulasi dari tahun 2012 – 2015 ada 5,034,072 anak usia sekolah yang tidak melanjutkan ke SLTP.

Dengan begitu harapan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju masih jauh. Sebab, globalisasi menuntut sumber daya manusia yang handal. Sementara kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, ‎banyak tenaga kerja yang hanya lulusan SD ataupun SMP.

“Saat ini, saya yang ada di Komisi X DPR RI mendorong untuk segera dilakukan revolusi di bidang pendidikan dengan melaksanakan program wajib belajar 12 tahun kepada seluruh warga bangsa,”  ujar Ridwan Hisjam. ‎

Memajukan pendidikan Indonesia menjadi tugas bersama. Ridwan yang duduk di DPR memiliki komitmen untuk mewujudkan itu bersama anggota yang lain. Misalnya, Komisi X memberikan beasiswa untuk anak yang tidak mampu, dan berprestasi melalui Program Indonesia Pintar (PIP).

Program ini diadakan setiap tahunnya, ‎‎mulai tingkat SD, SMP, SMA dan SMK termasuk juga pembenahan sarana infrastruktur sekolah. Sehingga dengan begitu, pendidikan yang ada di Indonesia menjadi merata dan menyentuh ke semua lapisan masyarakat terutama juga yang terkategori daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar, red).

“Ini yang harus disadari oleh semua kalangan bagaimana pentingnya pendidikan, karena karakter sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikanya,” terang politisi Golkar itu.

Kuncinya, mantan Ketua DPRD Jawa Timur ini menyatakan, dalam revolusi pendidikan tidak hanya mengandalkan pada aspek kinerja dan kecerdasan otak atau berfikir. Kualitas karakter atau moral juga merupakan salah satu komponen yang harus di miliki dalam setiap mental anak bangsa. ‎

Kualitas karakter atau moral yang dimaksud adalah, tertanamnya nilai keimanan, ketakwaan, ‎integritas, kejujuran, keadilan, sopan santun, dan gotong royong, dan juga semangat Pancasila. ” Jadi revolusi pendidikan mengatur sebuah sistem di mana aspek kinerja dan moral berjalan secara seimbang, tidak terpisah,” tuturnya.

Ridwan tidak mengingkan, ‎karakter pendidikan Indonesia yang pintar tapi culas tidak jujur, atau moralnya baik jujur tapi malas bekerja. Di era globalisasi ini kata dia, dua komponen itu harus berjalan secara bersamaan sebagai syarat menjadi negara maju dan berbudi.

‎Jauh lebih luas, tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara membahasakannya dengan “Hamemayu Hayuning Bawono”, ‎bahwa pendidikan puncaknya tidak hanya bermanfaat untuk diri sendiri, bangsa dan negara tapi seluruh dunia atau masyarakat global. ‎Jadi Ki Hajar melihat pendidikan sebagai sebuah tujuan, strategi, atau taktik untuk meninggikan keadaban manusia yang luhur. ‎(Albar)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.