Kamis, 25 April 24

Rezim Jokowi, Indonesia Mengalami Kesadaran Palsu

Oleh: Dahlan Watihellu – Aktivis, Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Persaingan Tidak Sehat (AMPAS) 

PEMERINTAHAN JOKOWI

Jika sejarah kelam bangsa ini dirunut, kesalahan terbesar presiden Soekarno ialah Demokrasi Terpimpin. Kesalahan terbesar Soeharto, developmentalisme. Habibie, referendum Timor Timur. Gus Dur, mempercayai Amien Rais. Megawati, menjual aset-aset vital bangsa. SBY, terlalu gemar curhat. Dan kesalahan terbesar Jokowi adalah menjadi presiden. Kenapa itu kesalahan Jokowi, Karena Presiden Jokowi cederung tidak berpihak kepada rakyat.

Ini bisa dilihat dari angka kemiskinan semakin bertambah, angka pengangguran bertambah, jutaan generasi tidak sekolah, hutang luar negeri bertambah, konflik politik antara pemerintah dengan ulama, sistem tata negara kacau balau, kebutuhan rakyat naik mulai dari bahan pokok di pasar, Bahan Bakar Minyak, tarif pajak kendaraan serta tarif listrik dinaikan. Yang parahnya lagi negara ini sudah dikuasai oleh asing. Ini terlihat dari kebijakan-kebijakan Jokowi cenderung pro asing. Sudah tentunya rezim Jokowi ini tidak sejalan dengan tujuan negara, cita-cita negara dan 66 janji kampanye mereka di tahun 2014 lalu. Rakyat menyaksikan semua kebohongan yang di bungkus dengan akrobat dari rezim ini secara terang-terangan, namun sayangnya rezim ini tidak memiliki malu ditengah kesadaran masyarakat.

POLITIK DAN DEMOKRASI DI ERA JOKOWI

Sistem politik dan demokrasi di rezim Jokowi sudah sangat kebablasan. Barangkali Indonesia-lah satu-satunya negara di dunia yang mengalami kebablasan politik dan demokrasi seperti ini. Memang politik dan demokrasi dijalankan secara prosedural namun jauh dari subtantifnya. Tata kelola bangsa dan negara saat ini bukan saja distortif, lebih dari itu tengah mengalami totally paralise. Ini disebabkan mentalitas oknum politisi yang memegang kekuasaan cenderung sangat feodal sehingga berakibat pada praktik politik dan demokrasi berjalan sesuka hari mereka, dan uang menjadi sewenang-wenang dengan membuat opini kepada rakyat seolah-olah diri mereka bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

PENEGAKAN HUKUM

Penegakan hukum yang bertujuan untuk menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang kondusif dan dinamis, saat ini cenderung sudah keluar jalur. Hal ini disebabkan para penegak hukum telah mempermainkan moralitas serta aparatur negara telah melakukan hipermoralitas. Sehingga masyarakat beranggapan bahwa “penegakan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah atau berpihak pada golongan tertentu”. Penegakan hukum hanyalah sebuah “permainan hukum” (justice game). Hukum cuman dianggap sebagai sebuah ajang “permainan bahasa” (language game). Ini merupakan sebuah gambaran yang kelam dan suram terhadap penegakan hukum di negara ini. Masyarakat tidak lagi menutup sebelah mata dalam melihat kasus-kasus hukum yang sangat diskriminatif.

MEDIA

Sifat jujur, amanah dan cerdas, menjadi modal utama para wartawan dalam menyajikan berita. Pengaruh pemberitaan yang dibuatnya akan membawa kemaslahatan bagi bangsa dan negara. Pemberitaannya bisa menciptakan suasana aman. Sebaliknya, jika pemberitaannya mengandung hoax atau mengarah ke diskriminatif, akan menimbulkan dampak negatif bagi bangsa dan negara. Berita hoax atau diskriminatif, dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan di masyarakat hingga bisa menghancurkan tatanan persatuan bangsa dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Namun sayangnya, di rezim ini pemberitaan di media sesuai pesanan penguasa atau pemilik uang. Setiap hari media membuat masyarakat mabuk dengan pemberitaan mereka. Jika beritanya mendukung akan diberitakan, jika tidak mendukung, media tidak memberitakan walau pun dalam fakta kejadian yang benar. Contoh pemberitaan antara Metro tv dan tvone. Dua media ini kadang berbeda pendapat dalam pemberitaan.

SIMPULAN

Inilah Kesesatan yang nyata. Mereka sadar sedang berpikir dan bertindak tapi berada dalam kepalsuan yang sesat. Pada akhirnya bisa disimpulkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) saat ini ditentukan oleh rezim pengsuasa sesuka hati, uang, dan media sebagai sarana pemberitaan, bukan lagi tugas dari MPR RI. (***)

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.