Kamis, 25 April 24

Rektor Inspiratif 2019, Mendidik dan Menginspirasi

Rektor Inspiratif 2019, Mendidik dan Menginspirasi

PROF. INTAN AHMAD, PH.D., Mengerek UNJ ke Pentas Internasional

Naskah: Imam Fathurrohman Foto: Sutanto

Di negara yang maju selalu ada universitas yang baik. Adagium ini dipahami benar oleh Profesor Intan Ahmad, Ph.D. Oleh karenanya kualitas pendidikan di sebuah negara, menurutnya, harus menjadi fokus bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan, setiap orangtua, serta individu atau sang mahasiswa yang menjalani proses pendidikan tersebut.

Kepada Men’s Obsession, Plt. Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang awalnya tak bercitacita menjadi seorang pendidik ini sekilas membeberkan visinya mengerek mutu perguruan tinggi tersebut di level nasional maupun internasional. “Dalam waktu yang tidak lama lagi Indonesia secara ekonomi akan menjadi negara nomor 4 di dunia. Pertama China, kedua India, ketiga Amerika Serikat, dan keempat Indonesia. Nah agar kita bisa masuk menjadi 4 besar ekonomi di dunia, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas, antara lain tentu dari pendidikan tinggi,” tutur lelaki murah senyum berkacamata ini mengawali pembicaraan seraya mengutip McKinsey dalam risetnya “The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential”.

Tak lama setelah didapuk sebagai pimpinan salah satu ‘tulang punggung’ pencetak guru di Tanah Air pada 25 September 2017, ia segera menggelar strategi agar lembaga yang dipimpinnya sukses mencetak para pendidik yang siap berkiprah di era digital ini. Harapannya, mahasiswa UNJ yang akan menjadi guru memiliki knowledge dan skill pedagogi yang sesuai dengan kemajuan zaman.

Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi periode 2015-2018 ini meyakini bahwa seorang pendidik harus bisa memahami kebutuhan di masa mendatang. Tapi yang lebih penting lagi, imbuhnya, adalah kemampuan guru untuk memberikan pemahaman kepada anak didik soal tantangan ke depan. Termasuk di antaranya memberikan panduan kepada anak didik untuk siap memasuki era Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 yang memberikan pengaruh besar pada lingkungan industri dan dunia kerja.

Nyatanya, UNJ siap dengan tantangan tersebut. Salah satunya, UNJ telah memberikan mata kuliah pilihan, seperti Big Data dan Coding (Programming). Tapi mulai semester depan, mata kuliah itu wajib untuk semua mahasiswa. Baik yang latar belakang IPS atau IPA itu semua wajib mengambil mata kuliah Big Data dan Programming. Sehingga, pada akhirnya mereka akan lebih siap menghadapi ekonomi digital. “Dengan pemahaman itu, begitu guru bicara di kelas dia sudah bicara bahwa sekarang ini sudah berbeda dengan yang sebelumnya karena permasalahan pendidikan di seluruh dunia adalah kita mendidik mahasiswa untuk suatu pekerjaan yang sekarang belum ada atau suatu pekerjaan yang sekarang ada, tetapi 5-10 tahun lagi belum tentu ada. Sehingga, bagaimana kita mempersiapkan lulusan ini atau mahasiswa menjadi adaptif terhadap perubahan ini, itu yang kami lakukan,” jelas lelaki murah senyum berkacamata ini.

Sejalan dengan itu, UNJ coba menerapkan pembelajaran digital (e-learning) kepada para mahasiswanya. Model ini dilakukan agar mahasiswa tidak hanya terbiasa dengan pola digital, tetapi juga agar mendapatkan mutu pendidikan yang lebih baik di dalam maupun luar negeri (course shopping). Hanya saja, Ketua Senat Akademik Institut Teknologi Bandung (2012-2015) ini meyakini bahwa model pembelajaran sebaiknya mengkombinasikan pola face to face dan online. Untuk apa? Agar mahasiswa tak hanya terpenuhi kognisinya, melainkan juga mengalami transfer of knowledge melalui dialog sehingga mendapatkan feedback dari cara bertanya langsung dengan dosen atau berinteraksi dengan mahasiswa lainnya. Sementara di satu sisi, imbuhnya, ada mata kuliah tertentu yang diajarkan dengan face to face, seperti olahraga, seni, atau praktikum agar keterampilan psikomotorik terasah.

Hampir dua tahun peraih Ph.D. dalam bidang Entomology dari University of Illinois at Urbana-Champaign, USA pada tahun 1992 ini memimpin UNJ, perlahan mutu perguruan tinggi ini semakin baik. Bahkan, lompatan rangking terjadi di eranya saat ini. Jika dua tahun lalu UNJ berada di rangking 27 berdasarkan pemeringkatan Kemenristek Dikti, saat ini UNJ berada di rangking ke-19. Tahun depan, target berada di rangking ke-15 menjadi tujuan.

Ukuran baik juga terukur melalui banyaknya calon mahasiswa yang tertarik belajar di UNJ. Secara nasional, sebanyak 8 program studi yang ada di UNJ masuk dalam 20 program studi yang paling banyak peminatnya. Hal ini menunjukan tingginya kepercayaan dari masyarakat terhadap UNJ.

Di era kepemimpinan Prof. Intan, upaya peningkatan mutu memang menjadi sorotan. Utamanya karena UNJ ingin bertransformasi menjadi universitas yang mempunyai reputasi di Asia. Untuk mencapainya, UNJ melakukan kerja sama dengan banyak perguruan tinggi. Beberapa di antaranya kerja sama dengan sejumlah universitas di Australia, China, Finland, Perancis, Jerman, Korea, Italia, Jepang, Yordania, Malaysia, Belanda, Filipina, Qatar, Taipei, Thailand, Turkey, Amerika Serikat, dan Inggris.

Tak banyak orang tahu, Prof. Intan yang sudah menelurkan 43 karya ilmiah termasuk 19 yang diterbitkan di jurnal internasional ini memiliki prestasi mentereng di dunia olahraga. Tepatnya, Prof. Intan pernah meraih medali emas dalam Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 1981 mewakili Provinsi Jawa Barat. Pada PON berikutnya di tahun 1985, meski ia sudah on/off menekuni secara serius karate, tapi ia masih sempat berprestasi mendulang medali perak. “Berikutnya saya hanya berolahraga untuk kebugaran. Sekarang lebih banyak lari dan menjaga kebugaran di Gym. Dan, saya masih kuat kalau diajak lari 10 kilometer,” ujar penyuka buku Outliers karya Malcolm Gladwell ini. Concern lelaki kelahiran Bandung, 1 Mei pada dunia olahraga berbanding lurus dengan prestasi sejumlah mahasiswa UNJ.

Di ajang Asian Games 2018, sejumlah mahasiswa UNJ yang turut mewakili Indonesia mampu meraih 7 medali emas, 5 medali perak, dan 1 medali perunggu. Sebuah capaian membanggakan, mengingat UNJ menyumbang 25 persen dari total perolehan medali secara keseluruhan. Indonesia yang finish di posisi 4 hanya meraih 31 medali emas, 24 medali perak, dan 43 medali perunggu. Pun demikian di ajang Asian Para Games 2018, UNJ juga berkontribusi menyumbangkan sejumlah medali. Di bidang olahraga, UNJ juga memiliki prestasi akademik yang mentereng. Belum lama ini, perguruan tinggi yang berdiri pada 16 Mei 1964 ini sukses meluluskan 13 doktor olahraga level internasional. Para doktor tersebut sebelumnya menempuh pendidikan di UNJ dan Philippine Normal University (PNU) Filipina. Artinya secara kualitas, doktor olahraga jebolan UNJ benar-benar telah diakui secara Internasional.

Baca halaman berikutnya

Pages: 1 2 3 4 5 6

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.