Minggu, 4 Juni 23

Reaksi Atas Penghina Ibu Negara

Reaksi Atas Penghina Ibu Negara

Oleh: Ustadz Felix Siauw, Pengemban Dakwah

Seperti yang kita ketahui, penangkapan aktivis media sosial kembali dilakukan. Kali ini sangat mengganggu pikiran saya dan melukai perasaan saya, karena ini sangat jahat.

Yang jahat adalah framing yang dilakukan dengan berita itu, dengan keterangan lalu satu buah bendera HTI dan satu buah gantungan kunci HTI” sebagai barang bukti.

Kita sendiri mungkin banyak yang sudah menyadari framing dan stigmatisasi negatif terhadap agama Islam sejak isu war on terror digencarkan. Tapi yang ini jahat sekali.

Framing itu sendiri adalah cara membingkai berita, agar yang mendapatkan berita itu punya pemahaman sebagaimana yang diinginkan oleh yang membingkai berita.

Misalnya BBC dan CNN selalu menggunakan kata “Jihad”, “Teror”, ketika pelaku kejahatannya seorang Muslim, untuk mengidentikkan kejahatan dengan Islam.

Stigmatisasi itu juga sering kita temukan di Indonesia. Saat pelaku kriminal ditangkap, maka langsung mengenakan jilbab dan kerudung hitam, lelakinya berpeci putih.

Dalam film-film Holywood, pelaku teror pasti diambil yang berjanggut dan bersurban, seorang Muslim, dengan latarnya kumandang adzan dan takbir.

Di Indonesia sendiri, saat pelaku teroris ditangkap, framing media dengan menyorot Al-Quran, sajadah, buku-buku Islami di rumah pelaku, seolah Islam sebab terorisme.

Hasilnya? Islamophobia. Orang-orang barat takut ketika melihat janggut dan jilbab, khawatir saat mendengar adzan dan takbir, tertanam di bawah sadar mereka.

Ini yang disebut framing, dan ini yang sepertinya coba dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap kasus penghina Ibu Negara. Terlepas dari fatal dan parahnya logika yang digunakan.

Apa hubungannya pelaku penghinaan dan bendera tauhid (yang diklaim bendera HTI oleh kepolisian)? Hingga bendera tauhid itu harus jadi barang bukti?

Apa hasil yang diinginkan dari berita-berita yang disebarluaskan semacam itu? Orang jadi takut dengan HTI, seolah HTI yang menjadi inspirasi dari tiap kejahatan di negeri.

Bukankah kepolisian itu seharusnya memberikan ketenangan dan kenyamanan pada masyarakat? Bukannya malah menjadi aktor framing sehingga membuat kerisauan?

***

Judul itu beredar di media “Bendera HTI Ditemukan di Rumah Penghina Ibu Negara”, Penghina Ibu Negara, punya bendera HTI”, dan judul lain yang mirip-mirip.

Semua judul di atas sangat seksi dan sangat menjual, terutama setelah HTI dibubarkan oleh penguasa pasca Perppu No. 2 tahun 2017 disahkan oleh Presiden.

Semua judul itu diinspirasi oleh keterangan perwira polisi yang memimpin penangkapan mahasiswa penghina itu, dengan memasukkan bendera HTI jadi barang bukti.

Tapi framing seperti ini sangat jahat, sekaligus sangat cacat dari segi logika. Terkesan sangat dipaksakan untuk satu tujuan tertentu, kasar dan tidak pantas.

Ada beberapa kesalahan logika yang perlu kita sampaikan:

1. Kesalahan pertama adalah mengidentikkan bendera tauhid dengan bendera HTI. Padahal sudah berulang kali polisi mendapat penjelasan bahwa itu bukan bendera HTI.

HTI sendiri tidak punya bendera. Bendera yang dimaksud adalah bendera dan panji Rasulullah berdasar hadits shahih. Tulisan yang tertera pun kalimat syahadatain.

Jadi mengatakan bendera HTI, menunjukkan bahwa yang mengatakan tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang Islam, dan tentang HTI itu sendiri.

2. Lihat konsep Islam, tak satupun dalil dalam Islam memperbolehkan kita menghina kehormatan orang lain, apalagi menuduh pelacur. Hukumnya sangat berat dalam Islam.

Lalu kenapa seolah dikaitkan kasus penghinaan ini dengan bendera tauhid? Sedangkan kita tahu Islam sendiri justri melarang dan menghukum pelaku penghinaan?

3. HTI sendiri tidak mengadopsi kekerasan, baik fisik maupun verbal seperti penghinaan terhadap kehormatan, walaupun bro, harusnya move-on, ini HTI sudah dibubarkan.

4. Mengatakan bendera tauhid adalah bendera HTI, itu logikanya sama seperti mengatakan anggota HTI bersyahadat, maka tiap yang bersyahadat anggota HTI.

Seharusnya kepolisian bisa lebih baik lagi menentukan angle dan framing dalam memberikan berita. Jangan sampai justru membuat permasalahan yang baru.

Saya percaya kepolisian bisa lebih baik ke depan, bila lebih memahami Islam. Kita sama-sama tak suka pada penghinaan terhadap orang lain. Jangan framing yang jahat.

Related posts

Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.