InklusiLand 2025: Gerakan Besar Menuju Indonesia yang Setara dan Ramah Disabilitas

InklusiLand 2025: Gerakan Besar Menuju Indonesia yang Setara dan Ramah Disabilitas
Pelepasan merpati sebagai simbol dimulainya Festival InklusiLand 2025 yang diselenggarakan di Hall 10 ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten pada Minggu (7/12/2025) (Foto Dok. Istimewa)

Obsessionnews.com  Dalam semangat memperingati Hari Disabilitas Internasional, Yayasan Inklusi Pelita Bangsa (YIPB) bersama Navaswara menghadirkan sebuah perhelatan inklusi berskala nasional yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bertajuk InklusiLand 2025: Everyone Shines, Everyone Matters, festival ini diselenggarakan pada Minggu, 7 Desember 2025 di Hall 10 ICE BSD, Tangerang. Sejak pagi, ribuan masyarakat mulai dari penyandang disabilitas, keluarga, komunitas, hingga pemerhati isu inklusi berkumpul dalam suasana penuh harapan dan energi positif. Festival ini menjadi titik penting bahwa kesetaraan bukan sekadar wacana, tetapi gerakan yang terus tumbuh dan menuntut ruang lebih besar dalam kehidupan publik.

Gagasan InklusiLand terinspirasi dari pemikiran Prof. Dr. Reda Manthovani mengenai pentingnya keadilan ruang publik bagi seluruh warga negara, termasuk sahabat disabilitas. Ide besar ini kemudian diterjemahkan oleh YIPB menjadi sebuah festival multidimensi yang merangkai edukasi, inovasi sosial, olahraga adaptif, kreativitas, dan pemberdayaan ekonomi dalam satu lanskap yang ramah, menyenangkan, dan benar-benar dapat diakses semua orang.

Cahaya Manthovani, Ketua Pelaksana Harian YIPB sekaligus inisiator InklusiLand, menegaskan bahwa festival ini sejak awal tidak dimaksudkan sebagai acara seremonial. Ia menyebut InklusiLand sebagai “gerakan sosial yang dirancang berkelanjutan,”sebuah rumah baru bagi sahabat disabilitas untuk tampil, tumbuh, dan diakui tanpa batas. Baginya, inklusi harus menjadi budaya: hadir dalam percakapan, dirasakan dalam perilaku, dan diwujudkan dalam desain ruang hidup sehari-hari.

InklusiLand dirancang menyatukan nilai inklusivitas sosial dengan keberlanjutan lingkungan. Berbagai aktivitas edukatif yang dikurasi dalam festival ini mendukung setidaknya enam tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), mulai dari pendidikan bermutu, kesetaraan gender, pengurangan kesenjangan, hingga konsumsi-produksi berkelanjutan. Setiap zona pengalaman dari olahraga adaptif, seni daur ulang, edukasi lingkungan, wirausaha inklusif, hingga ruang keluarga menjadi sarana masyarakat memahami bahwa inklusi dapat dibangun melalui kebiasaan sederhana yang dilakukan bersama-sama.

Ketua Dewan Pembina YIPB, Maya Miranda Ambarsari, menegaskan bahwa kemajuan bangsa bertumpu pada pemberian ruang yang setara bagi setiap warga negara. Ia menyampaikan bahwa ketika akses dibuka dan lingkungan disiapkan dengan penuh cinta, maka sahabat disabilitas dapat bersinar dengan kekuatan dan keindahan yang sama dengan siapa pun. Pesan ini menggema kuat sepanjang festival, menggerakkan hati para peserta dan tamu yang hadir.

Dukungan pemerintah turut menguatkan posisi InklusiLand sebagai gerakan nasional. Gubernur Banten, Andra Sony, menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam memperkuat aksesibilitas layanan publik, transportasi, dan pendidikan. Baginya, inklusi bukan hanya agenda sosial, tetapi keberpihakan yang harus diwujudkan dalam kebijakan nyata. Ia menyebut bahwa penyandang disabilitas tidak menunggu ruang diberikan bagi mereka siap mengambil peran, dan tugas pemerintah adalah memastikan pintu itu terbuka lebar.

Festival yang dihadiri ribuan peserta ini dimulai dengan Lestari 1K Fun Walk dan deretan kegiatan afirmatif yang memberi “superstar experience”kepada seluruh sahabat disabilitas. Poster besar yang bertuliskan Everyone Shines, Everyone Matters menjadi simbol pengakuan bahwa setiap individu layak dihargai dan diberi ruang untuk tampil apa adanya.

Salah satu momen paling inspiratif adalah penganugerahan Inklusi Pelita Bangsa Award, penghargaan bagi empat sosok yang telah memberikan kontribusi nyata dalam memperkuat gerakan inklusi nasional. Mereka adalah Prof. Dr. Ali Muktiyanto, Rektor Universitas Terbuka;Dr. Fauzi, akademisi dan pelaku seni fotografi;Rina Jayani, pendiri Aluna Montessori;serta penyanyi dan penulis lagu Putri Ariani yang mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia. Kisah mereka menjadi bukti bahwa keterbatasan tidak pernah menjadi penghalang untuk bermimpi, berkarya, dan memimpin perubahan.

Di puncak acara, panggung InklusiLand menghadirkan pertunjukan Simfoni Cahaya Penghidupan dengan penampilan Putri Ariani, Ghea Indrawari, dan Akusara Dance. Suasana haru, bangga, dan kebersamaan menyelimuti arena festival sebuah penutup yang menegaskan bahwa inklusi bisa hadir lewat seni, suara, cahaya, dan rasa saling menghargai.

Cahaya Manthovani menutup festival dengan pesan yang menggugah: Inklusi bukan tujuan akhir, melainkan perjalanan panjang yang harus dilanjutkan dengan kebersamaan. Ia mengapresiasi kontribusi para relawan, komunitas, keluarga, sektor swasta, dan institusi pemerintahan yang telah bergandengan tangan membuat InklusiLand terwujud sebagai gerakan nasional yang berdampak.

Kehadiran Navaswara sebagai Official Media turut mengabadikan cerita dan momen penting dari ribuan peserta, membantu menyebarkan semangat inklusi ke publik yang lebih luas. Melalui liputan dan publikasi, pesan InklusiLand tidak berhenti pada gedung acara, tetapi menjangkau ruang digital dan menyentuh publik dari berbagai latar belakang.

 

InklusiLand 2025 pada akhirnya bukan sekadar festival, melainkan deklarasi bersama bahwa Indonesia bergerak menuju masa depan yang benar-benar memberikan tempat bagi semua. Sebuah langkah besar menuju bangsa yang lebih manusiawi, setara, dan saling menguatkan. (Ali)