Mendag Busan Dorong Peran Mahasiswa dalam Diplomasi Ekonomi: Soft Power Jadi Kunci Sukses Indonesia di Kancah Global

Mendag Busan Dorong Peran Mahasiswa dalam Diplomasi Ekonomi: Soft Power Jadi Kunci Sukses Indonesia di Kancah Global
Mendag dalam webinar Kolaborasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul yang mengangkat tema “Soft Power Diplomacy Through Communication, Culture, and Media” pada Senin, (28/7/2025) (Foto Dok. Humas Kemendag RI)

Obsessionnews.com — Di tengah perubahan geopolitik dan perdagangan global yang dinamis, Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Budi Santoso atau yang akrab disapa Mendag Busan, menegaskan bahwa kekuatan diplomasi lunak (soft power diplomacy) merupakan pilar penting dalam menjaga posisi Indonesia di arena internasional.

Hal tersebut disampaikan dalam webinar bertajuk "Soft Power Diplomacy Through Communication, Culture, and Media" yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Senin (28/7). Acara ini menjadi bagian dari sinergi strategis antara dunia pendidikan dan pemerintah dalam memperkuat peran generasi muda dalam komunikasi lintas negara, diplomasi, serta perdagangan internasional.

“Kita hidup di era di mana kekuatan budaya, media, dan komunikasi persuasif jauh lebih berpengaruh daripada tekanan militer atau kekuatan ekonomi semata. Soft diplomacy adalah instrumen kunci untuk membangun citra positif bangsa, membuka peluang kerja sama, dan memperkuat kepercayaan internasional terhadap Indonesia,” ujar Mendag Busan.

Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa soft power bukan sekadar alat bantu komunikasi, melainkan strategi diplomatik penuh daya yang memainkan peran signifikan dalam memperkuat posisi negosiasi Indonesia. Menurutnya, kesuksesan diplomasi hari ini sangat ditentukan oleh kemampuan menyampaikan narasi yang kuat, menciptakan persepsi yang baik, dan membangun hubungan yang berlandaskan kepercayaan.

Mendag Busan mencontohkan bagaimana pendekatan soft diplomacy berperan dalam perundingan perdagangan multilateral. Salah satu kasus yang ia angkat adalah perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) yang berlangsung lebih dari 10 tahun. Lamanya proses tersebut, menurutnya, disebabkan oleh keragaman kepentingan di antara 27 negara anggota Uni Eropa.

Sebaliknya, perundingan Eurasian Economic Union Free Trade Agreement (EAEU-FTA) hanya memakan waktu tiga tahun karena kesamaan kerangka kepentingan antar pihak. Ia menegaskan bahwa faktor pengaruh (leverage) dan pemahaman atas perspektif budaya menjadi pembeda besar dalam efektivitas komunikasi diplomatik.

“Soft diplomacy mengajarkan kita untuk tidak memaksakan kehendak, tetapi menciptakan ruang kesepahaman. Di situlah daya tawar Indonesia bisa diperkuat, terutama dalam diplomasi ekonomi yang selalu membawa misi besar: kepentingan nasional,” jelasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Mendag Busan juga secara khusus mendorong mahasiswa Universitas Esa Unggul untuk mengambil bagian dalam upaya diplomasi ekonomi Indonesia. Salah satunya melalui program magang di 46 perwakilan perdagangan Indonesia yang tersebar di 33 negara mitra dagang.

“Mahasiswa harus mulai melihat dirinya sebagai duta bangsa. Program magang ini bukan hanya untuk belajar, tapi juga untuk menjajaki pasar ekspor, mengenali buyer potensial, dan bahkan merancang usaha ekspor sejak dini,” ajak Mendag Busan.

Ia menekankan bahwa masa depan Indonesia tidak hanya ditentukan oleh kekuatan birokrasi, tetapi oleh kehadiran anak muda yang mampu membawa identitas nasional ke dalam relasi dagang global. “Saya ingin mahasiswa Esa Unggul jadi pelaku ekspor, bukan hanya pencari kerja,” tegasnya.

Webinar ini juga menjadi momentum penting bagi penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Perdagangan dan Universitas Esa Unggul, yang menandai langkah awal penguatan kerja sama di bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat dalam konteks perdagangan dan diplomasi ekonomi.

Penandatanganan MoU dilakukan secara simbolis oleh Sekretaris Jenderal Kemendag, Isy Karim, dan Rektor Universitas Esa Unggul, Arief Kusuma Among Praja. Dalam kerja sama ini, mahasiswa tidak hanya mendapat peluang magang, tetapi juga akses pada riset terapan, pelatihan perdagangan digital, dan kolaborasi dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Kami berharap kerja sama ini dapat memperkuat kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan dunia kerja, terutama bidang perdagangan, ekspor-impor, dan diplomasi ekonomi,” kata Rektor Arief Kusuma.

Selain Mendag Busan, webinar ini juga menghadirkan sejumlah pembicara dari berbagai latar belakang profesi, antara lain: Diplomat Ahli Muda Direktorat Timur Tengah Kementerian Luar Negeri, Asrarudi Salam, Kepala Editor Beritasatu dan Jakarta Globe Syukri Rahmatullah, Deputi Direktur PT Yipu Teknologi Alami Galuh Setia Winahyu, Manager Digi Flora Nancy Luxia Sipayung, Wakil Rektor III Universitas Pertahanan Mayor Jenderal TNI Totok Iman serta beberapa akademisi dari perguruan tinggi lainnya.

Mereka menyampaikan beragam perspektif mulai dari praktik diplomasi budaya, kekuatan media massa, strategi komunikasi digital, hingga tantangan keamanan global. Diskusi ini memberikan pemahaman luas kepada peserta mengenai bagaimana soft power dapat diimplementasikan di berbagai sektor untuk mendukung kepentingan nasional.

Melalui webinar ini, Kementerian Perdagangan dan Universitas Esa Unggul tidak hanya mendorong generasi muda untuk memahami praktik diplomasi ekonomi, tetapi juga menciptakan ekosistem akademik yang responsif terhadap isu-isu global.

Sebagai penutup, Mendag Busan menegaskan bahwa kekuatan komunikasi, budaya, dan nilai-nilai lokal Indonesia akan terus menjadi modal utama dalam diplomasi masa depan.

“Kita harus menyadari bahwa perang dagang saat ini tidak lagi dimenangkan oleh tarif, tapi oleh narasi. Bangsa yang bisa menyampaikan ceritanya dengan baik, akan memenangkan pasar global,” pungkasnya.  (Ali)