Menko PMK Dorong Pentingnya Data Akurat dan Precision Policy Dalam Penanggulangan Stunting

Obsessionnews.com - Pemerintah semakin serius dalam menuntaskan persoalan stunting secara menyeluruh dan tepat sasaran. Salah satu langkah kunci yang kini ditempuh adalah memperkuat basis data sebagai fondasi penyusunan kebijakan.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa pendekatan yang digunakan dalam menangani stunting ke depan tidak lagi bisa bersifat seragam. Diperlukan kebijakan berbasis data presisi atau precision policy, yang memahami keragaman tantangan di tiap wilayah.
“Indonesia terlalu luas dan beragam untuk diberlakukan kebijakan seragam. Kita harus tahu secara akurat di mana masalahnya, apa penyebabnya, dan bagaimana solusi yang paling sesuai. Oleh karena itu, akurasi data menjadi sangat penting,” ujar Menko PMK usai menyaksikan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Kemenko PMK dan Badan Pusat Statistik (BPS) di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, pada Senin (21/7/2025).
PKS ini merupakan bagian ketiga dari rangkaian integrasi data stunting lintas sektor yang digagas Kemenko PMK, setelah sebelumnya menjalin kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan BKKBN. Kolaborasi ini bertujuan membentuk satu ekosistem data yang komprehensif dan dapat digunakan untuk menyusun kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy).
Tiga fokus utama dalam kerja sama Kemenko PMK–BPS ini antara lain;integrasi Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) milik BPS dengan data dari Kemenkes dan Kemendukbangga/BKKBN;menyusun indikator dan pemodelan di bidang stunting serta simulasi intervensi berbasis Artificial Intelligence (AI);dan pengembangan dashboard orkestrasi sebagai alat bantu pembuatan kebijakan.
Menurut Sekretaris Kemenko PMK Imam Machdi, integrasi ini akan membantu pemerintah membuat kebijakan yang lebih kontekstual.
“Kami sedang mengembangkan dashboard kebijakan presisi. Data dari PK-25 dan DTSEN akan menjadi basis untuk mengidentifikasi kerawanan dan merancang intervensi yang benar-benar sesuai kebutuhan di lapangan. Kita sangat berharap ini bisa diwujudkan dalam waktu dekat,” ujar Imam.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Kepala BPS Sonny Harry Budiutomo Harmadi menjelaskan bahwa sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional BPS telah mencakup 285 juta penduduk dan 93 juta keluarga. Data tersebut mencakup informasi penting terkait kondisi hunian, sanitasi, dan karakteristik sosial ekonomi yang kesemuanya berkaitan erat dengan risiko stunting.
“Dengan teknologi AI dan data kami, kita dapat mengetahui rumah mana yang berlantai tanah, tidak memiliki akses air bersih, atau memiliki potensi risiko gizi buruk. Ini sangat kuat untuk mendukung precision policy,” ungkap Sonny.
Sonny menambahkan bahwa BPS juga siap untuk menjadikan isu stunting sebagai proyek percontohan penggunaan kecerdasan buatan dalam sistem kebijakan nasional karena sejalan dengan peran BPS sebagai Regional Hub Data Science di Asia Pasifik.
“Kami mendukung penuh inisiatif ini dan akan menjadikan integrasi data stunting sebagai pilot project pemanfaatan data science secara nasional dan regional,” tambahnya.
Kerja sama lintas lembaga ini diharapkan menjadi awal dari reformasi sistemik penanggulangan stunting di Indonesia. Menko PMK menekankan bahwa orkestrasi data bukan sekadar koordinasi administratif, tapi merupakan pendekatan substansial dalam menyusun arah pembangunan manusia yang lebih baik.
“Dengan data yang terintegrasi dan valid, intervensi kita tidak lagi bersifat rata-rata, melainkan berbasis kondisi realitas di lapangan. Ini bukan hanya teknis, ini etis. Karena menyangkut masa depan anak-anak Indonesia,” tutup Pratikno.
Penandatanganan PKS ini mempertegas komitmen pemerintah dalam menjadikan stunting sebagai agenda nasional lintas sektor, yang hanya bisa dituntaskan jika seluruh pemangku kepentingan berbicara dalam bahasa yang sama yakni: data. (Ali)





























