Lagu “Bayar Polisi”Ekspresi Seni, Jangan Intimidasi Duo Sukatani

Lagu “Bayar Polisi”Ekspresi Seni, Jangan Intimidasi Duo Sukatani
Sukatani. (Watchdoc/X)

 

Obsessionnews.com - Intimidasi terhadap duo Sukatani yang mempopulerkan lagi “Bayar Polisi”dianggap teror terhadap pelaku seni. Bahkan kedua personel terpaksa membuka identitas anonim untuk menyampaikan permohonan maaf hingga meminta pengguna media sosial untuk menghapus video dan lagu yang viral itu.

 

Lagu “Bayar Polisi”mendadak populer bahkan menjadi himne dalam banyak kegiatan aksi belakangan ini. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menganggap Sukatani hanya mengekspresikan fakta yang sehari-hari dialami masyarakat.

 

“Lagu ini memuat lirik yang meng-capture fakta banyaknya tindakan koruptif Polri yang menjadikan masyarakat sebagai korban,”kata Julius, di Jakarta, Jumat (21/2).

 

PBHI mendapatkan informasi bahwa Band Sukatani menghilang dan tidak dapat dihubungi manajemen dalam perjalanannya dari Bali menuju Banyuwangi pasca tampil. Diduga kuat ada Anggota Polri yang mengintimidasi dan memaksa untuk meminta maaf atas lagu Bayar Polisi.

 

PBHI menilai intimidasi terhadap karya seni Band Sukatani tersebut adalah pelanggaran HAM yang sistematis dan terstruktur. Ada unsur negara sebagai pelaku, yakni Polri, di mana Polri merupakan bagian dari fungsi pertahanan dan keamanan negara serta di bawah struktur dan instruksi Presiden dalam konteks ketatanegaraan Indonesia. 

 

“Hak kebebasan berekspresi utamanya seni, merupakan bagian dari kebudayaan yang menjadi tonggak kemajuan peradaban bangsa,”katanya.

 

Dia menegaskan bahwa intimidasi dan tindakan represif yang dilakukan anggota Polri terhadap Band Sukatani melanggar jaminan hak kebebasan ekspresi seni sebagaimana Pasal 28E ayat (2) dan (3) UUD NRI Tahun 1945, Pasal 23 ayat (2) UU HAM hingga Deklarasi Universal HAM (DUHAM) dan Pasal 19 International Civil and Political Rights. 

 

“PBHI mengingatkan pembatasan dan pembredelan terhadap kebebasan berekspresi dalam bentuk karya seni adalah ciri khas dari rejim otoriter Orde Baru, karenanya seniman dan karya seni yang mengkritik pemerintah pasti dibredel dan dikriminalisasi, penerbitan dan publikasinya dilarang hingga dimusnahkan,”ujarnya. 

 

Menurutnya, pelanggaran HAM berkaitan hak berekspresi bukan kali ini saja terjadi. Penghujung Desember 2024 lalu, Galeri Nasional Indonesia membredel lukisan Yos Suprapto yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan”yang telah diriset belasan tahun dengan dalih tidak relevan. (Erwin)