Balada PDIP, Nasdem dan PKS: Antara Oposisi atau Antre di Tikungan?

Obsessionnews.com – Tiga partai di parlemen yang tidak memiliki kursi di kabinet yakni PDIP, Nasdem dan PKS masih sebatas potensi untuk menjadi oposisi. Sekalipun oposisi dibutuhkan, watak pragmatis bisa membuat ketiganya sekarang ini malah antre di tikungan untuk masuk kabinet pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Peneliti Formappi Lucius Karus menilai ketiganya memiliki modal kuat untuk menjadi oposisi. Gabungan kursi ketiga partai bisa memberi daya gedor kepada pemerintah melalui parlemen. Namun ketiga partai belum secara tegas menyampaikan sikap berada di luar pemerintahan.
Baca juga:PDIP, Nasdem dan PKS Mungkinkah Beroposisi?
“Mungkin tepatnya mereka sedang menunggu momen yang tepat saja,” kata Lucius kepada Obsessionnews.com di Jakarta, Senin (21/10).
PDIP memiliki 110 kursi di parlemen disusul Nasdem (69) dan PKS (53) gabungan ketiganya kalau terhimpun dalam satu barisan oposisi yang kokoh sebesar 232,40 persen. Sedangkan pemerintahan Prabowo didukung partai-partai gabungan Golkar (102), Gerindra (86), PKB (68), PAN (48) dan Demokrat (44) yang kalau ditotal kekuatannya mencapai 348 persen.
Seandainya PDIP, Nasdem dan PKS menyusul gabung ke pemerintahan, bukan tidak mungkin pemerintahan Presiden Prabowo bakal kuat dan berjalan tanpa pengawasan. Lucius menilai, potensi ketiga partai berada di luar atau di dalam pemerintahan sama besarnya.
“Partai-partai kita umumnya pragmatis termasuk yang mengaku-ngaku ideologis. Jadi kalau sekarang belum dapat jatah ya mungkin menunggu waktu untuk dikasih jatah. Tentu sambil lihat-lihat situasi nanti,” tuturnya.
PDIP dan PKS memiliki rekam jejak menjadi oposisi. Sementara Nasdem sejak pertama kali masuk di parlemen 2014 hingga kini belum membuktikan kepiawaian menjadi oposisi. Namun PDIP yang dua periode menjadi oposisi tangguh pemerintahan Presiden SBY sekarang ini seperti gamang untuk menentukan sikap.
Lucius menilai, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang dikenal sulit untuk dilobi sekarang ini seperti tak terlihat watak oposannya. Padahal, dari perjalanan Pilpres 2024 hingga dinamika menuju Pilkada 2024, PDIP secara sistematis hendak dikucilkan.
“Sejatinya dia harusnya bisa dengan mudah mengatakan posisi PDIP sebagai oposisi. Mungkin dia masih mengukur risiko-risiko setelah melihat bagaimana presiden bisa menggunakan kekuasaan untuk menekan lawan politik,” kata Lucius. (Erwin)