Penayangan Film Pengkhianatan G30S/PKI Tuai Kecaman

Obsessionnews.com – Penayangan film “Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI” oleh sejumlah stasiun televisi sepanjang September 2024 termasuk Trans TV, Trans 7, MNC TV dan stasiun TV lainnya, menuai kecaman. Kontras menganggap tayangan film propaganda rezim Orde Baru tak pantas untuk ditayangkan kembali, karena menyebar narasi menyimpang dari sejarah dan memuat banyak adegan kekerasan.
Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya Saputra menilai, penayangan film tersebut juga menyalahi Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) No 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran (SPS). Pasal 23 dalam beleid tersebut melarang tayangan yang menampilkan kekerasan secara detail, termasuk penembakan dan adegan berdarah. Bahkan dalam Pasal 24 ayat (1) melarang adanya tayangan mengumpat dan merendahkan martabat manusia.
Baca juga: Agustus-September 1965: Rapat-rapat PKI
“Penayangan film ini bagi publik justru merawat kebencian dan mewariskan ingatan kolektif yang keliru mengenai sejarah bangsa Indonesia. Penayangan film ini pun dihentikan pada 1998 oleh Menteri Penerangan Muhammad Yunus karena film ini tidak selaras dengan semangat reformasi,” kata Dimas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (27/9).
Film “Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI” diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara (PPFN) pada tahun 1984, karya Arifin C Noer. Kontras meminta KPI tidak mendiamkan stasiun televisi yang menayangkan film karena bertentangan dengan aturan penyiaran.
“KPI sebagai lembaga yang bertugas mengawasi penayangan di televisi, justru membiarkan film ini tayang,” ujarnya.
Baca juga: Tiga Sebab Kudeta PKI 1965 Gagal
Dirinya mengingatkan adanya ketentuan Pasal 8 Ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang menyatakan bahwa salah satu tugas dan kewajiban KPI adalah “menjamin masyarakat untuk memperoleh informasi yang layak dan benar sesuai dengan hak asasi manusia.” Sementara penayangan film tersebut kontraproduktif dengan semangat reformasi Indonesia.
“Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI sendiri merupakan film propaganda narasi dari rezim Soeharto untuk merawat upaya peminggiran negara terhadap PKI yang telah menyebabkan pembunuhan massal terhadap masyarakat di seluruh Indonesia sepanjang 1965-1966,” keluhnya.
Baca juga: Gagalnya Usaha Neo PKI
Secara historis, peristiwa G30S/PKI atau yang disebut Gestok oleh Bung Karno memuat banyak versi. Namun adanya pembunuhan terhadap tujuh jenderal Angkatan Darat merupakan fakta. Begitu pula dengan pembantaian massal terhadap mereka yang dianggap terlibat, imbas dari penumpasan PKI dan masuk kategori pelanggaran HAM berat.
“Pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia ini telah diakui dan dinyatakan oleh sejumlah lembaga negara, seperti Komnas HAM, Mahkamah Agung, DPR, dan Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan. Bahkan Presiden Joko Widodo juga telah mengakui peristiwa 1965-1966 sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia yang pernah terjadi di Indonesia dalam pidatonya pada 11 Januari 2023 lalu,” ujarnya.
Penyangan film, lanjut Dimas, mempertahankan stigma terhadap korban dan menyebarkan memori kolektif yang keliru mengenai peristiwa 65 dan bertentangan dengan upaya pemajuan hak asasi manusia dan tanggung jawab negara untuk menyelesaikan kasus tersebut.
“Penayangan film ini menambah luka bagi para penyintas 1965, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Ini semakin menegaskan ketidakseriusan negara dalam menangani warisan kekerasan masa lalu,” katanya. (Erwin)