Tren di Jakarta: Underdog Menang Pilkada

Obsessionnews.com – Kuatnya dukungan partai dan ketokohan paslon bukan jaminan untuk menang Pilgub Jakarta. Pengamat politik Hendri Satrio menilai, secara empiris, paslon yang tidak diunggulkan (underdog) justru keluar sebagai pemenang pilkada.
Hendri mendasarkan argumennya pada dua kali Pilkada Jakarta yakni 2012 dan 2017. Pada 2012 Jokowi mengalahkan Fauzi Bowo (Foke) yang didukung banyak partai dan dipersepsikan positif oleh lembaga survei. Sedangkan pada Pilkada 2017, Anies mampu mengalahkan Ahok yang juga didukung banyak partai.
Baca juga: KPU DKI Jakarta Terima Masukan Publik Terkait Keabsahan Persyaratan Pasangan Calon di Pilgub 2024
“Jadi menurut saya biasanya yang surveinya tinggi justru kalah di Pilkada Jakarta,” kata pria yang akrab disapa Hensat itu di Jakarta, Sabtu (7/9).
Pilgub Jakarta diikuti tiga paslon. Dua paslon diusung partai politik yakni Ridwan Kamil (RK)-Suswono dan Pramono Anung-Rano Karno. Sedangkan paslon lainnya, Dharma-Kun berasal dari independen.
Secara komposisi, paslon RK-Suswono yang didukung KIM Plus tergolong kuat. Tidak majunya Anies dan Ahok, merujuk hasil survei sebelum pendaftaran paslon ke KPUD DKI, menjadikan RK sebagai kandidat dengan elektabilitas kuat.
“Dulu Fauzi Bowo pas 2012 itu surveinya tinggi, kalah sama Jokowi. Ahok juga sama, 2017 memiliki survei tinggi, tumbang oleh Anies,” tutur Hensat.
Hensat melanjutkan, kemenangan paslon di Jakarta lebih didorong dari kuatnya basis massa partai pendukung.
“Jokowi menang karena akar rumput PDI Perjuangan di 2012, namun Anies Baswedan di 2017 juga bermodalkan akar rumput PKS-Gerindra berhasil mengalahkan Basuki Tjahja Purnama yang diusung PDI Perjuangan, Golkar, Hanura, dan Nasdem,” lanjutnya. (Antara/Erwin)