Untuk Apa Datang ke TPS Nyoblos, Kalau Hasilnya Sudah Ditentukan Parpol?

Oleh: Ahmad Khozinudin, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Polling Pilkada Jakarta yang dibuat Republika.co.id hasilnya tidak jauh berbeda dengan polling AK Channel. Suara paslon Pramono-Rano, paslon RK-Suswono dan Dharma-Kun semuanya jeblok.
Bedanya kalau di AK Channel suara syariah dan khilafah unggul, sementara polling di Republika yang unggul suara golput. Perbedaan ini memiliki substansi yang sama, yaitu masyarakat Jakarta ogah memilih Pramono-Rano, RK-Suswono dan Darma-Kun.
Hasil Polling AK Channel hingga Kamis (28/8) pukul 16.35 WIB (selama 20 jam), diikuti 3.400 suara, 486 like dan 92 komentar, hasil polling sebagai berikut:
1. Paslon Pramono-Rano mendapatkan 5% suara.
2. Paslon RK-Suswono mendapatkan 3% suara.
3. Paslon Darma-Kun mendapatkan 3% suara.
4. Berjuang untuk Syariah Khilafah mendapatkan 89% suara.
Sementara hasil polling Republika, hingga 11 Jam diikuti 2.004 suara, hasilnya:
1. Pramono-Rano 7 %
2. RK-Suswono 12 %
3. Dharma-Kun 8 %
4. Golput 74 %
Republika ingin memotret berapa besarnya angka golput. Sedangkan AK Channel ingin memotret berapa besar angka pro syariah dan khilafah. Ada korelasi antara meningkatnya golput dengan dukungan pada perjuangan syariah dan khilafah.
Sementara itu suara paslon Pramono-Rano, RK-Suswono dan Dharma-Kun sama-sama jeblok, di bawah 10 %. Itu artinya pemenang Pilkada Jakarta sebenarnya adalah golput atau kecenderungan masyarakat sudah mulai melirik perjuangan penegakan syariah dan khilafah melalui jalan dakwah sebagai alternatif dari sistem demokrasi.
Karena tingginya angka golput itu, sejumlah aktivis pro demokrasi gelisah. Mereka tak mau demokrasi mati karena rakyat sadar dan tak mau terlibat dalam sistem khianat tersebut.
Mulailah digelorakan narasi untuk tetap datang ke TPS, meskipun tidak memilih atau mencoblos semua suara, untuk membuktikan demokrasi masih hidup dan bentuk protes pada partai politik. Sikap ini dianggap perlawanan pada parpol, namun tetap mendukung demokrasi.
Hanya saja langkah ini sia-sia. Rakyat hanya menjadi kerbau yang dicucuk hidung, datang ke TPS untuk melegitimasi Pemilu demokrasi yang didesain untuk menerapkan kedaulatan partai politik, setelah selesai nantinya parpol dan politisi akan mengklaim partisipasi masyarakat ke TPS sebagai bentuk kedaulatan rakyat.
Langkah datang ke TPS, mencoblos semua Paslon agar suara rusak adalah langkah sia-sia, karena parpol tidak akan peduli pada banyaknya suara rusak. Mereka hanya peduli pada legitimasi Pilkada dengan keterlibatan rakyat yang datang ke TPS.
Lagi pula untuk curang mereka tak perlu memanfaatkan kertas di TPS yang tidak dicoblos. Mereka bisa bermain dengan KPU, kertas suara bisa disediakan di luar TPS.
Cara paling efektif untuk menghukum partai yang berkhianat, ya dengan golput. Tidak datang ke TPS. Agar kemenangan parpol dalam Pilkada tidak legitimate.
Namun, golput saja bukanlah perlawanan sempurna. Karena sistem demokrasi tak peduli pada orang yang golput. Andaikan hanya 50% yang ikut nyoblos, mereka akan jalan terus.
Karena itu selain golput masyarakat juga harus diedukasi bahwa perjuangan rakyat sudah saatnya meninggalkan demokrasi dan beralih ke syariah dan khilafah. Perjuangan syariah dan khilafah tidak memerlukan atau terlibat dalam Pemilu, Pilpres atau Pilkada, melainkan hanya dengan dakwah.
Dakwah yang menggelora akan menyelamatkan negeri ini dari keterpurukan akibat menerapkan sistem demokrasi. Sudah saatnya umat bangkit dan sadar pada pengkhianatan demokrasi, pengkhianatan parpol dan oligarki, pengkhianatan para penguasa, dengan fokus dakwah dalam memperjuangkan syariah dan khilafah. Allahu Akbar ! []